Monday, May 13, 2024
27.7 C
Jayapura

Perusak Hutan Bakau Divonis 3,5 Tahun

  Diapun mengatakan dari fakta yang diungkapkan dalam persidangan, di atas lahan konservasi tersebut ada sekitar 170 sertifikat yang telah diterbit oleh BPN atas rekomendasi BKSDA.

  “Pengungkapkan penerbitan sertifikat dilahan konservasi tersebut disampaikan langsung oleh saksi ahli dari BKSDA, dalam persidangan,” ungkapnya

  Dia juga mengatakan jika memang lahan tersebut masuk dalam kawasan konservasi, lantas kenapa hanya H. Syamsunar yang digugat. Padahal di area tersebut sudah banyak bangunan baik rumah milik warga, Gereja, Masid maupun Bangunan milik prushana swasta yang dibangun diatas lahan konservasi tersebut.

  “Kami menganggapnya tindakan hukum terhadap H. Syamsunar ini bentuk diskriminatif hukum, karena kalau memang itu kawasan Konservasi kenapa yang lain diberikan izin membangun di sana,” tegas James.

  Sebelumnya Rabu (24/1), JPU menuntut Terdakwa H. Syamsunar selama 4 tahun 3 bulan penjara.

   Sementara itu Terpidana H. Syamsunar Rasyid mengaku kecewa atas putusan tersebut. Pasalnya dirinya menimbun hutan Bakau di Pantai Hamadi tersebut dilakukan atas dasar alat bukti yang cukup. Dimana dirinya memiliki sertifikat lengkap atas lahan tersebut.

Baca Juga :  Atasi Virus Pada Hewan, Pemerintah Siapkan Desinfektan Untuk Peternak

  Selain itu dia juga mengaku sebelum lahan itu ditimbun, terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dari BKSDA Papua, dan juga Kepala Suku Dawir. Keduanya pun menerbitkan surat rekomendasi proses penimbunan di lahan tersebut.

  “Saya sangat kecewa, karena sertifikat atas tanah itu sudah diterbitkan 12 tahun lalu, lantas kenapa sekarang baru dipersoalkan,” tandasny.

  “Selain itu kalau memang itu bagian dari kawasan konservasi lantas kenapa BKSDA memberikan surat rekomenasi penimbunan, jadi saya rasa proses hukum ini bagian dari kirminatif hukum,” sambungnya.

  Dirinyapun mengaku selama ini setiap tahunnya membayar pajak atas lahan tersebut. Selain itu tanah tersebut juga telah diterbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). “Kalau kita lihat dari aturan kawasan Konservasi, bukan hanya di hutan bakau, tapi mulai dari terminal Entrop sampai ke Nafri, masuk kawasan Konservasi, lalu kenapa bangunan bangunan di pinggir pantai Hamadi itu diizinkan, sementara saya diproses hukum?” tanyanya.

Baca Juga :  Triwulan Pertama, Nilai Investasi Didominasi Sektor  Perumahan 

  Tidak hanya itu dia juga menyatakan pihak yang mengaku bahwa kawasan hutan bakau sebagai dapur mama mama Papua, juga terlibat dalam menerima uang jual beli tanah tersebut kepada Syamsunar. Tapi sekarang jutru mereka berkoar koar dan mengaku bahwa hutan bakau tersebut dapur mama mama Papua.

    “Orang tua mereka sudah menikmati uang hasil jual tanah itu, tapi sekarang mereka berteriak itu dapur mama mama Papua, saya heran,” ungkapnya. (rel/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

  Diapun mengatakan dari fakta yang diungkapkan dalam persidangan, di atas lahan konservasi tersebut ada sekitar 170 sertifikat yang telah diterbit oleh BPN atas rekomendasi BKSDA.

  “Pengungkapkan penerbitan sertifikat dilahan konservasi tersebut disampaikan langsung oleh saksi ahli dari BKSDA, dalam persidangan,” ungkapnya

  Dia juga mengatakan jika memang lahan tersebut masuk dalam kawasan konservasi, lantas kenapa hanya H. Syamsunar yang digugat. Padahal di area tersebut sudah banyak bangunan baik rumah milik warga, Gereja, Masid maupun Bangunan milik prushana swasta yang dibangun diatas lahan konservasi tersebut.

  “Kami menganggapnya tindakan hukum terhadap H. Syamsunar ini bentuk diskriminatif hukum, karena kalau memang itu kawasan Konservasi kenapa yang lain diberikan izin membangun di sana,” tegas James.

  Sebelumnya Rabu (24/1), JPU menuntut Terdakwa H. Syamsunar selama 4 tahun 3 bulan penjara.

   Sementara itu Terpidana H. Syamsunar Rasyid mengaku kecewa atas putusan tersebut. Pasalnya dirinya menimbun hutan Bakau di Pantai Hamadi tersebut dilakukan atas dasar alat bukti yang cukup. Dimana dirinya memiliki sertifikat lengkap atas lahan tersebut.

Baca Juga :  Niat Beli Tahu Isi, Malah Gasak HP

  Selain itu dia juga mengaku sebelum lahan itu ditimbun, terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dari BKSDA Papua, dan juga Kepala Suku Dawir. Keduanya pun menerbitkan surat rekomendasi proses penimbunan di lahan tersebut.

  “Saya sangat kecewa, karena sertifikat atas tanah itu sudah diterbitkan 12 tahun lalu, lantas kenapa sekarang baru dipersoalkan,” tandasny.

  “Selain itu kalau memang itu bagian dari kawasan konservasi lantas kenapa BKSDA memberikan surat rekomenasi penimbunan, jadi saya rasa proses hukum ini bagian dari kirminatif hukum,” sambungnya.

  Dirinyapun mengaku selama ini setiap tahunnya membayar pajak atas lahan tersebut. Selain itu tanah tersebut juga telah diterbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). “Kalau kita lihat dari aturan kawasan Konservasi, bukan hanya di hutan bakau, tapi mulai dari terminal Entrop sampai ke Nafri, masuk kawasan Konservasi, lalu kenapa bangunan bangunan di pinggir pantai Hamadi itu diizinkan, sementara saya diproses hukum?” tanyanya.

Baca Juga :  Perbaikan Jalan Hamadi-Holtekamp Tunggu Koordinasi BWS

  Tidak hanya itu dia juga menyatakan pihak yang mengaku bahwa kawasan hutan bakau sebagai dapur mama mama Papua, juga terlibat dalam menerima uang jual beli tanah tersebut kepada Syamsunar. Tapi sekarang jutru mereka berkoar koar dan mengaku bahwa hutan bakau tersebut dapur mama mama Papua.

    “Orang tua mereka sudah menikmati uang hasil jual tanah itu, tapi sekarang mereka berteriak itu dapur mama mama Papua, saya heran,” ungkapnya. (rel/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya