”TNI jangan menggunakan semi tempur untuk melakukan operasi di Papua. Sebab itu akan membuat kekerasan semakin panjang dan menghilangkan rasa nasionalisme warga negara,” beber Frits.
Frits meminta dalam operasi penegakan hukum, TNI harus berkoordinasi dengan polisi setempat. Tidak boleh jalan sendiri, karena itu bisa membuat kondisi kemanusian yang semakin buruk di Papua.
Ia melihat bahwa TNI banyak melakukan tindakan yang blunder di lapangan yang mengakibatkan hilangnya hak rasa aman. Termasuk juga kelompok sipil bersenjata yang sering menyasar warga sipil.
”Operasi yang dilakukan TNI di lapangan kerap kali salah sasaran. Hal ini disebabkan TNI tidak berkoordinasi dengan polisi, padahal upaya penegakan hukum itu ada di polisi,” bebernya.
”TNI harus belar dari pengalaman operasi di masa lalu yang gagal, TNI tidak boleh lagi terlalu represif di era reformasi. Penegakan hukum sebaiknya dikendalikan atas arahan pihak kepolisian,” tambahnya.
Sementara itu sambung Frits, berkaitan dengan tindakan kehadiran negara, maka silahkan otoritas sipil dalam hal ini bupati, gubernur harus menjadi pihak yang strategis dan terdepan untuk menekan itu.
”Cara-cara seperti itu agar menghindari korban yang salah sasaran. Namun, saya juga mengingatkan kepada kelompok sipil bersenjata untuk tidak menyasar sipil tanpa verifikasi atau menjadikan mereka sebagai tameng,” tandasnya. (*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos