Hanya saja, Komnas HAM Papua menilai langkah yang tepat adalah TNI harus mengakui perbuatan anggotanya atas penyiksaan yang dilakukan di Puncak, Provinsi Papua Tengah pada Februari lalu.
"Pangdam XVII/Cenderawasih telah memberikan atensi untuk melakukan pendalaman atau mengidentifikasi video tersebut apakah benar atau tidak. Setelah dilakukan langkah itu, ternyata benar terbukti keaslian video tersebut," jelas Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan saat dikonfirmasi, Minggu (24/3/2024).
"Padahal masyarakat sipil ini datang ke Papua ke pedalaman atas permintaan dari masyarakat Papua sendiri untuk membangun rumah, membangun puskesmas, membangun sekolah, tetapi mereka bunuh," kata Izak.
Semua ini dilakukan dalam kurun waktu 30 hari mulai 20 Februari - 20 Maret 2024 dengan melibatkan personel Satgas TMMD Kodim 1715 Yahukimo. Yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas infrastruktur dan pelayanan di daerah Yahukimo.
“Keberadaan pasukan non organik di Papua terutama TNI sangat meresahkan, bukannya melakukan penegakan hukum dengan baik yang ada justru menangkap dan melakukan penyiksaan,” ucap Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menyebut satgas satgas yang ditugaskan ke Papua tidak diberikan pembekalan yang baik. Inilah yang menyebabkan kerap terjadi bentrok di lapangan.
Menurut Frits,Komnas HAM Papua melakukan monitoring serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Misal Pangdam XVII/Cenderawasih, Mabes TNI dan jajaran Polda Papua terkait dengan video penyiksaan yang beredar.
Seharusnya lanjut Gustav, jika yang bersangkutan diduga melakukan tindakan kriminal atau terlibat dalam organisasi TPN PB. TNI dalam jumlah yang cukup disertai peralatan militer yang lengkap dan berhadapan dengan sipil yang hanya seorang diri dan tidak berdaya.
Jenazah Bripda Arnaldobert Yawan dan Bripda Sandi Defrit Sayuri yang gugur ditembak KKB di Distrik Baya Biru, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah dan sempat mengalami kendala dalam evakuasi lantaran situasi keamanan di sekitar lokasi.
Untuk itu, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI telah membuat indeks kerawanan pilkada serentak. Setidaknya ada 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Selain Aceh dan Papua, disebut juga DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara.