Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Distrik Kiwirok, Dalam 4 Bulan 13 Kali Kontak Senjata

JAYAPURA – Distrik Kiwirok nampaknya menjadi medan tempur bagi kelompok kriminal bersenjata pimpinan Lamek Taplo. Ia cukup eksis dengan berbagai aksi tembak menembaknya setahun terakhir. Distrik ini benar – benar dipakai untuk bergerilya menunjukkan kekuatannya mengganggu keamanan daerah disana. Hingga Januari ini, kelompok yang disebut – sebut memiliki belasan senjata api ini masih saja melakukan gangguan dengan sesekali menyerang dan membunyikan letupan senjata.

Lihat saja terhitung sejak September 2021 lalu hingga Januari ini dari data yang diperoleh Cenderawasih Pos tercatat ada 13 kali melakukan kontak tembak dan beberapa diantaranya dilakukan penyerangan ke pos TNI Polri. Dari masa ini tercatat ada 3 aparat keamanan meninggal dan 1 orang tenaga kesehatan yakni Suster Gabriella. Sementara dari kelompok Lamek Taplo sendiri ada 1 anggotanya yang tewas. Hingga kini upaya penegakan hukum masih dilakukan oleh aparat gabungan termasuk Polres Kabupaten Pegunungan Bintang dengan melakukan pengejaran.

Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Cahyo menyampaikan bahwa pihaknya tetap berupaya melakukan  penegakan hukum namun tidak seagresif sebelum – sebelumnya apalagi dengan membabi buta. Pasalnya dengan kebijakan baru oleh pimpinan pihaknya diminta untuk  lebih mengedepankan cara – cara persuasive. “Penegakan hukum tetap kami lakukan, namun kami jika terjadi insiden biasa kami lebih focus untuk evakuasi lebih dulu,” kata Cahyo.

  Kapolres yang dikenal akrab dan gaul dengan wartawan ini  menyampaikan  bahwa jika melihat korban luka yang terjadi beberapa bulan terakhir jumlahnya bisa sekitar 15 orang. “Itu korban luka aparat dengan tenaga kesehatan,” bebernya

  Dari catatan Cenderawasih Pos aksi kontak tembak KKSB  kelompok Lamek Taplo dengan aparat keamanan sudah dilakukan sejak 13 September 2021  lalu dimana Prada Muh. Ansar terkena luka tembak pada lengan tangan kanan dan dari kontak tembak ini salah satu anggota KKB, Elly M. Bidana juga tertembak kemudian meninggal. Tiga hari kemudian atau 16 September 2021 terjadi kontak tembak namun hanya berupa gangguan tembakan dan itu berlanjut pada esoknya di 17 September dan 20 September. Pada  21 September kembali terjadi kontak tembak yang akhirnya Pratu Ida Bagus Putu S meninggal dunia terkena tembakan di kepala dimana helm yang digunakan tertembus peluru.

Baca Juga :  Gubernur Minta OPD Pemprov Tetap Bekerja Sesuai Tugasnya

Lalu tiga hari berselang atau pada 24 September kembali terjadi gangguan tembakan dan akhirnya korban kembali jatuh. Pada 26 September Bharada M. Kurniadi Sutio (Belukar)  tertembak di bawah ketiak sebelah kanan dan meninggal dunia. BUlan September ini nampaknya kelompok Lamek Taplo tak mengendurkan aksinya. Tercatat pada  28 September Iptu Budi Basra (Belukar) terkena tembakan di dada dan Bharatu Yacob Benhur Tungkoye (Belukar) juga terkena rekloset pada pelipis kanan hingga aksi tersebut kembali berlanjut pada 8 Oktober, 21 Oktober dan 11 November. Nantinya pada 1 Desember 2021 terjadi aksi pengibaran Bintang Kejora yang disertai dengan aksi kontak tembak namun disini tak ada korban jiwa.

Hingga pada17 Januari 2022  lalu Bharatu Bachtiar (Belukar) terkena tembakan (rekloset) pada punggung bahu sebelah kiri dan 22 Januari giliran Bharada Resi Nugraha (Belukar) juga terkena tembakan di perut sebelah kanan. Hanya sayangnya dari kejadian ini respon pemerintah daerah setempat disebut masih minim.

  Informasi lain yang diperoleh Cenderawasih Pos selama kejadian ini bisa dibilang Pemkab Pegubin masih pasif merespon gangguan keamanan di daerah tersebut. Bahkan untuk korban nakes Suster Gabriella kemarin justru difasilitasi oleh Komnas HAM termasuk biaya tiket dan akomodasi korban di Kiwirok. Terkait ini Bupati Pegubin, Spey Bidana yang dihubungi via Whatsapp meski online namun tidak  merespon konfirmasi dari Cenderawasih Pos hingga berita ditulis.

Baca Juga :  Belum Lunas, Venue Dayung Dipalang

Penyampaian soal minimnya perhatian Pemkab ini juga disampaikan oleh Melky, Kasubag Pelayanan Pengaduan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendampingi para korban Nakes pada kejadian September lalu. “Ya seperti itu, untuk pemulangan para korban ini dari Kiwirok hingga   ke Jayapura semua menggunakan dana Komnas HAM, koordinasi dengan bupati atau Pemda buntu,” bebernya.

  Ia menceritakan peristiwa korban Nakes terjadi pada 13 September dan pada 17 September 2021 dilakukan evakuasi ke Lapangan Kodam XVII Cenderawasih dan 9 orang turun kemudian disuruh kembali ke rumah masing – masing sedangkan yang sakit dirawat. “Yang pulang ke keluarga  sangat tidak aman karena sebelumnya mereka melakukan testimony dan Minggu malam kami dihubungi kemudian Senin pagi kami jemput mereka satu satu ada yang di Arso maupun Doyo.

Kami kemudian eminta dukungan psikolog Uncen untuk memulihkan psikologi para korban dan selama itu memang belum ada dukungan dari Pemda Pegubin,” bebernya.

  Melky menyampaikan bahwa banyak korban yang telah diberi jaminan keamanan oleh Polda namun tetap ingin segera keluar Papua dan pulang ke kampungnya karena trauma. Tapi sampai pada tingkat ini tetap tak mendapat respon Pemdanya. “Sampai kami bertemu bupati dan ada 2 poin yang kami minta pertama perhatian Pemda Pegubin terutama kebutuhan pokok selama dievakuasi. Lalu memberi dukungan untuk bisa kembali ke kampung masing – masing. Bupati sampaikan akan memberi dukungan penuh dimana dukungan awal adalah memberi dukungan penanganan medis dan diberi dukungan Rp 10 juta/ orang. Tapi setelah itu untuk pemulihan dan mengembalikan barang – barang yang ditinggal di Kiwirok tetap tidak ada,” pungkasnya. (ade)

JAYAPURA – Distrik Kiwirok nampaknya menjadi medan tempur bagi kelompok kriminal bersenjata pimpinan Lamek Taplo. Ia cukup eksis dengan berbagai aksi tembak menembaknya setahun terakhir. Distrik ini benar – benar dipakai untuk bergerilya menunjukkan kekuatannya mengganggu keamanan daerah disana. Hingga Januari ini, kelompok yang disebut – sebut memiliki belasan senjata api ini masih saja melakukan gangguan dengan sesekali menyerang dan membunyikan letupan senjata.

Lihat saja terhitung sejak September 2021 lalu hingga Januari ini dari data yang diperoleh Cenderawasih Pos tercatat ada 13 kali melakukan kontak tembak dan beberapa diantaranya dilakukan penyerangan ke pos TNI Polri. Dari masa ini tercatat ada 3 aparat keamanan meninggal dan 1 orang tenaga kesehatan yakni Suster Gabriella. Sementara dari kelompok Lamek Taplo sendiri ada 1 anggotanya yang tewas. Hingga kini upaya penegakan hukum masih dilakukan oleh aparat gabungan termasuk Polres Kabupaten Pegunungan Bintang dengan melakukan pengejaran.

Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Cahyo menyampaikan bahwa pihaknya tetap berupaya melakukan  penegakan hukum namun tidak seagresif sebelum – sebelumnya apalagi dengan membabi buta. Pasalnya dengan kebijakan baru oleh pimpinan pihaknya diminta untuk  lebih mengedepankan cara – cara persuasive. “Penegakan hukum tetap kami lakukan, namun kami jika terjadi insiden biasa kami lebih focus untuk evakuasi lebih dulu,” kata Cahyo.

  Kapolres yang dikenal akrab dan gaul dengan wartawan ini  menyampaikan  bahwa jika melihat korban luka yang terjadi beberapa bulan terakhir jumlahnya bisa sekitar 15 orang. “Itu korban luka aparat dengan tenaga kesehatan,” bebernya

  Dari catatan Cenderawasih Pos aksi kontak tembak KKSB  kelompok Lamek Taplo dengan aparat keamanan sudah dilakukan sejak 13 September 2021  lalu dimana Prada Muh. Ansar terkena luka tembak pada lengan tangan kanan dan dari kontak tembak ini salah satu anggota KKB, Elly M. Bidana juga tertembak kemudian meninggal. Tiga hari kemudian atau 16 September 2021 terjadi kontak tembak namun hanya berupa gangguan tembakan dan itu berlanjut pada esoknya di 17 September dan 20 September. Pada  21 September kembali terjadi kontak tembak yang akhirnya Pratu Ida Bagus Putu S meninggal dunia terkena tembakan di kepala dimana helm yang digunakan tertembus peluru.

Baca Juga :  RSUD Jayapura Siapkan Ruangan Khusus

Lalu tiga hari berselang atau pada 24 September kembali terjadi gangguan tembakan dan akhirnya korban kembali jatuh. Pada 26 September Bharada M. Kurniadi Sutio (Belukar)  tertembak di bawah ketiak sebelah kanan dan meninggal dunia. BUlan September ini nampaknya kelompok Lamek Taplo tak mengendurkan aksinya. Tercatat pada  28 September Iptu Budi Basra (Belukar) terkena tembakan di dada dan Bharatu Yacob Benhur Tungkoye (Belukar) juga terkena rekloset pada pelipis kanan hingga aksi tersebut kembali berlanjut pada 8 Oktober, 21 Oktober dan 11 November. Nantinya pada 1 Desember 2021 terjadi aksi pengibaran Bintang Kejora yang disertai dengan aksi kontak tembak namun disini tak ada korban jiwa.

Hingga pada17 Januari 2022  lalu Bharatu Bachtiar (Belukar) terkena tembakan (rekloset) pada punggung bahu sebelah kiri dan 22 Januari giliran Bharada Resi Nugraha (Belukar) juga terkena tembakan di perut sebelah kanan. Hanya sayangnya dari kejadian ini respon pemerintah daerah setempat disebut masih minim.

  Informasi lain yang diperoleh Cenderawasih Pos selama kejadian ini bisa dibilang Pemkab Pegubin masih pasif merespon gangguan keamanan di daerah tersebut. Bahkan untuk korban nakes Suster Gabriella kemarin justru difasilitasi oleh Komnas HAM termasuk biaya tiket dan akomodasi korban di Kiwirok. Terkait ini Bupati Pegubin, Spey Bidana yang dihubungi via Whatsapp meski online namun tidak  merespon konfirmasi dari Cenderawasih Pos hingga berita ditulis.

Baca Juga :  Gubernur Minta OPD Pemprov Tetap Bekerja Sesuai Tugasnya

Penyampaian soal minimnya perhatian Pemkab ini juga disampaikan oleh Melky, Kasubag Pelayanan Pengaduan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendampingi para korban Nakes pada kejadian September lalu. “Ya seperti itu, untuk pemulangan para korban ini dari Kiwirok hingga   ke Jayapura semua menggunakan dana Komnas HAM, koordinasi dengan bupati atau Pemda buntu,” bebernya.

  Ia menceritakan peristiwa korban Nakes terjadi pada 13 September dan pada 17 September 2021 dilakukan evakuasi ke Lapangan Kodam XVII Cenderawasih dan 9 orang turun kemudian disuruh kembali ke rumah masing – masing sedangkan yang sakit dirawat. “Yang pulang ke keluarga  sangat tidak aman karena sebelumnya mereka melakukan testimony dan Minggu malam kami dihubungi kemudian Senin pagi kami jemput mereka satu satu ada yang di Arso maupun Doyo.

Kami kemudian eminta dukungan psikolog Uncen untuk memulihkan psikologi para korban dan selama itu memang belum ada dukungan dari Pemda Pegubin,” bebernya.

  Melky menyampaikan bahwa banyak korban yang telah diberi jaminan keamanan oleh Polda namun tetap ingin segera keluar Papua dan pulang ke kampungnya karena trauma. Tapi sampai pada tingkat ini tetap tak mendapat respon Pemdanya. “Sampai kami bertemu bupati dan ada 2 poin yang kami minta pertama perhatian Pemda Pegubin terutama kebutuhan pokok selama dievakuasi. Lalu memberi dukungan untuk bisa kembali ke kampung masing – masing. Bupati sampaikan akan memberi dukungan penuh dimana dukungan awal adalah memberi dukungan penanganan medis dan diberi dukungan Rp 10 juta/ orang. Tapi setelah itu untuk pemulihan dan mengembalikan barang – barang yang ditinggal di Kiwirok tetap tidak ada,” pungkasnya. (ade)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya