Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Pelaku KDRT Divonis 6 Bulan, Sidang Berakhir Ricuh 

PH Korban Minta KY Usut Kode Etik Hakim dan JPU

JAYAPURA-Sidang Putusan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap terdakwa Gilbred Raffkes Youkwart di PN Jayapura, Selasa (13/2) berakhir ricuh. Pihak korban kecewa atas putusan Majelis Hakim yang dinilai terlampau ringan, yakni 6 bulan penjara.

  Kericuhan sidang mulai saat Hakim Ketua Zaka Tala Paty, didampingi dua Hakim anggota lainnya, Korneles Waroy, dan Gracely N. Manuputi, mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan. Beruntung Kuasa Hukum dari pihak korban sendiri berusaha menenangkan masa sehingga kericuhan tidak berlangsung lama.

  Gustaf Kawer, selaku Kuasa Hukum Korban, menilai putusan Majelis Hakim terhadap Terdakwa sangat tidak masuk akal. Pasalnya semua fakta diungkapkan dalam persidangan.

Secara aturan dari pasal yang dikenakan,  hukuman maksimal terhadap pelaku KDRT ini 5 tahun penjara dengan denda Rp. 15 juta.

  Tapi kenyataan Putusan Majelis Hakim dan Tuntutan JPU terhadap Terdakwa dalam perkara tersebut sangat terlampau ringan. “Kalaupun ada keringanan kepada Terdakwa, mungkin vonisnya berkurang menjadi 4,5 tahun, tapi ini turunya jauh sampai hanya6 bulan, putusan ini sangat tidak berdasar,” kata Gustaf usai Sidang berlangsung.

Baca Juga :  Jelang Natal dan Tahun Baru Waspadai Isu Hoax

  Hal lain yang membuat kecewa  pihak korban, kata Gustaf, kedudukan JPU dalam perkara tersebut tidak memwakili pihak Korban, tapi justru berpihak kepada  Terdakwa. “Sejak awal kasus ini disidangkan JPU, selalu mengungkapkan fakta yang meringankan untuk Terdakwa, padahal kedudukannya mewakili Korban,” ujarnya.

  Hal lain yang mengecewakan Korban,  pihak penegak hukum dalam menangani perkara tersebut memperlakukan Terdakwa secara Istimewa. “Dimana sejak kasus ini terkuak, pada  Mei 2023, Terdakwa hanya ditahan selama 9 hari, kemudian dibebaskan, padahal jelas jelas tindakanya itu melanggar hukum,” ungkap Gustaf.

  Selain itu Kasus KDRT itu terjadi saat Korban dalam keadaan sakit berat. Sayangnya hal itu tidak, dijadikan tolok ukur dalam mengambil putusan baik JPU maupun Majelis Hakim

  “JPU sama Majelis Hakim, sama sekali  tidak punya rasa empati terhadap Korban, karena tindakan Kekerasan itu terjadi pada saat, Korban kemotrapi penyakit Kanker, tapi itu sama sekali tidak dilihat oleh Hakim,” ungkap Gustaf.

Baca Juga :  Hati-Hati Penggunaan Pinjol

  Pihaknya meminta Komisi Yudisial mengusut kasus tersebut terutama Kode Etik Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. “Kami minta Komisi Yudisial periksa perilaku Hakim, dan Jaksa Penuntut Umum, yang menangani perkara ini karena sangat jelas adanya pelanggaran Kode Etik dalam perkara ini,” tegas Gustaf.

  Diakui pihak Korban tidak mungkin mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim, sebab Tuntutan JPU sebelumnya lebih ringan yakni 4 bulan penjara.

“Kami mau banding bagaimana JPU yang secara hukum kedudukannya memwakili Korban, justru menuntut lebih ringan daei putusan Hakim,” ujarnya.

  Dia juga mendesak agar Majelis Hakim segera mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Terdakwa. “Kami minta Terdakwa harus di tahan, karena sudah ada putusan,” tegasnya. (rel/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

PH Korban Minta KY Usut Kode Etik Hakim dan JPU

JAYAPURA-Sidang Putusan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap terdakwa Gilbred Raffkes Youkwart di PN Jayapura, Selasa (13/2) berakhir ricuh. Pihak korban kecewa atas putusan Majelis Hakim yang dinilai terlampau ringan, yakni 6 bulan penjara.

  Kericuhan sidang mulai saat Hakim Ketua Zaka Tala Paty, didampingi dua Hakim anggota lainnya, Korneles Waroy, dan Gracely N. Manuputi, mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan. Beruntung Kuasa Hukum dari pihak korban sendiri berusaha menenangkan masa sehingga kericuhan tidak berlangsung lama.

  Gustaf Kawer, selaku Kuasa Hukum Korban, menilai putusan Majelis Hakim terhadap Terdakwa sangat tidak masuk akal. Pasalnya semua fakta diungkapkan dalam persidangan.

Secara aturan dari pasal yang dikenakan,  hukuman maksimal terhadap pelaku KDRT ini 5 tahun penjara dengan denda Rp. 15 juta.

  Tapi kenyataan Putusan Majelis Hakim dan Tuntutan JPU terhadap Terdakwa dalam perkara tersebut sangat terlampau ringan. “Kalaupun ada keringanan kepada Terdakwa, mungkin vonisnya berkurang menjadi 4,5 tahun, tapi ini turunya jauh sampai hanya6 bulan, putusan ini sangat tidak berdasar,” kata Gustaf usai Sidang berlangsung.

Baca Juga :  Hati-Hati Penggunaan Pinjol

  Hal lain yang membuat kecewa  pihak korban, kata Gustaf, kedudukan JPU dalam perkara tersebut tidak memwakili pihak Korban, tapi justru berpihak kepada  Terdakwa. “Sejak awal kasus ini disidangkan JPU, selalu mengungkapkan fakta yang meringankan untuk Terdakwa, padahal kedudukannya mewakili Korban,” ujarnya.

  Hal lain yang mengecewakan Korban,  pihak penegak hukum dalam menangani perkara tersebut memperlakukan Terdakwa secara Istimewa. “Dimana sejak kasus ini terkuak, pada  Mei 2023, Terdakwa hanya ditahan selama 9 hari, kemudian dibebaskan, padahal jelas jelas tindakanya itu melanggar hukum,” ungkap Gustaf.

  Selain itu Kasus KDRT itu terjadi saat Korban dalam keadaan sakit berat. Sayangnya hal itu tidak, dijadikan tolok ukur dalam mengambil putusan baik JPU maupun Majelis Hakim

  “JPU sama Majelis Hakim, sama sekali  tidak punya rasa empati terhadap Korban, karena tindakan Kekerasan itu terjadi pada saat, Korban kemotrapi penyakit Kanker, tapi itu sama sekali tidak dilihat oleh Hakim,” ungkap Gustaf.

Baca Juga :  Tahun Ajaran Baru, Pemkot Jayapura Dorong BTM

  Pihaknya meminta Komisi Yudisial mengusut kasus tersebut terutama Kode Etik Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. “Kami minta Komisi Yudisial periksa perilaku Hakim, dan Jaksa Penuntut Umum, yang menangani perkara ini karena sangat jelas adanya pelanggaran Kode Etik dalam perkara ini,” tegas Gustaf.

  Diakui pihak Korban tidak mungkin mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim, sebab Tuntutan JPU sebelumnya lebih ringan yakni 4 bulan penjara.

“Kami mau banding bagaimana JPU yang secara hukum kedudukannya memwakili Korban, justru menuntut lebih ringan daei putusan Hakim,” ujarnya.

  Dia juga mendesak agar Majelis Hakim segera mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Terdakwa. “Kami minta Terdakwa harus di tahan, karena sudah ada putusan,” tegasnya. (rel/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya