Thursday, April 25, 2024
27.7 C
Jayapura

Perlu Pendekatan Ekstra dan Format Pembinaan yang Tepat

Anak-anak terlantar yang dikumpulkan oleh Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena saat mendapatkan pembinaan. (foto: Denny/Cepos) 

Upaya Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena Membina Anak Jalanan 

Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena, salah satu lembaga swadaya masyarakat yang peduli anak jalanan di Wamena.  Lantas bagaimana upayanya dalam membina anak terlantar yang berkeliaran di jalanan di seputar Kota Wamena?

Laporan: Denny Tonjauw – Wamena

Pertambahan anak -anak terlantar atau yang dikenal dengan anak Jalanan di Jayawijaya,  khususnya  Kota wamena saat ini tidak bisa dihindari.  Apalagi dengan adanya pandemi Covid -19 yang merebak ke seluruh penjuru dunia,  juga mendorong  anak -anak baik dari kampung -kampung yang ada di Jayawijaya sendiri maupun dari kabupaten pemekaran di wilayah Lapago untuk mengadu nasibnya di Kota Wamena.

  Hanya saja, sesampainya di Wamena tidak seperti harapan mereka. Kehidupan yang ada di Kota Wamena juga cukup keras, sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktunya beraktifitas di jalan. Akan tetapi yang menjadi ancaman adalah pergaulan dari anak -anak ini, dimana dari yang tadinya tak pernah menghirup lem aibon, setelah sampai di Kota Wamena bisa terjerumus untuk menghisap lem,  dan pergaulan negative lainnya.

Baca Juga :  Lestarikan Budaya Papua, Bupati Puncak Sponsori Grup Akustik Konak Papua

  “Kita membina anak -anak yang boleh dibilang dari dalam dan Luar jayawijaya atau dari Kampung lalu datang ke kota Wamena, sehingga jumlah pasti dari anak -anak ini tidak bisa diperkirakan atau tidak pasti tetapi 50-an lebih dari anak -anak tiap minggunya bisa dilayani dan ada anak yang aktif namun tiap minggu kami terima anak -anak baru yang datang,”jelas Indra Sianturi salah satu Pengurus yayasan Giat Cerita Kasih Wamena Selasa (2/11) kemarin

  Pergaulan yang sangat bebas di Wamena ini menjadi ancaman bagi anak -anak ini sehingga mereka harus dirangkul untuk dibina mereka baik melalui Ilmu Pengetahuan , maupun dengan ibadah guna menumbuhkan iman dan tidak terjerumus dalam kegiatan yang sifatnya negatif. untuk mengumpulkan anak -anak ini biasanya dari yayasan Giat Cerita Kasih menggunakan sistem jemput bola di beberapa tempat yang menjadi tempat kumpul mereka.

Baca Juga :  Tikam Istri Hingga Tewas, Suami Lari ke Hutan

  “Saat ini kita masih fokus menjemput bola di pasar Potikelek Wamena karena kebetulan dari awal kita sudah pelayanan kepada anak -anak disana. Biasanya tiap sabtu kita kumpulkan mereka dan beberapa mahasiswa yang punya besik keguruan mereka membantu kita untuk mengajarkan baca tulis untuk anak-anak yang kita bina,”beber Indra

Kendala dalam mengumpulkan anak -anak ini, memang agak sulit sehingga harus dilakukan pendekatan ekstra. Sebab mereka ini terlalu lama hidup di jalan  sehingga dalam pembinaan juga tidak bisa sesuai dengan apa yang diajarkan dari modul -modul yang pernah didapatkan, atau boleh dikatakan dalam pembinaan anak -anak di Papua khususnya di Wamena tidak ada metode atau modul yang bisa diterapkan.

  “Mungkin untuk saat ini mereka hanya pembinaan dasar dulu yang bisa kita lakukan,  agar anak -anak ini juga bisa mengecap pendidikan sekaligus menjauhkan mereka dari pergaulan yang nantinya bisa merusak hidup mereka sendiri,”tutup Indra Sianturi. (*/tri)

Anak-anak terlantar yang dikumpulkan oleh Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena saat mendapatkan pembinaan. (foto: Denny/Cepos) 

Upaya Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena Membina Anak Jalanan 

Yayasan Giat Cerita Kasih Wamena, salah satu lembaga swadaya masyarakat yang peduli anak jalanan di Wamena.  Lantas bagaimana upayanya dalam membina anak terlantar yang berkeliaran di jalanan di seputar Kota Wamena?

Laporan: Denny Tonjauw – Wamena

Pertambahan anak -anak terlantar atau yang dikenal dengan anak Jalanan di Jayawijaya,  khususnya  Kota wamena saat ini tidak bisa dihindari.  Apalagi dengan adanya pandemi Covid -19 yang merebak ke seluruh penjuru dunia,  juga mendorong  anak -anak baik dari kampung -kampung yang ada di Jayawijaya sendiri maupun dari kabupaten pemekaran di wilayah Lapago untuk mengadu nasibnya di Kota Wamena.

  Hanya saja, sesampainya di Wamena tidak seperti harapan mereka. Kehidupan yang ada di Kota Wamena juga cukup keras, sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktunya beraktifitas di jalan. Akan tetapi yang menjadi ancaman adalah pergaulan dari anak -anak ini, dimana dari yang tadinya tak pernah menghirup lem aibon, setelah sampai di Kota Wamena bisa terjerumus untuk menghisap lem,  dan pergaulan negative lainnya.

Baca Juga :  Tak ada Izin dari Polisi, ULMWP Ancam Tetap Demo

  “Kita membina anak -anak yang boleh dibilang dari dalam dan Luar jayawijaya atau dari Kampung lalu datang ke kota Wamena, sehingga jumlah pasti dari anak -anak ini tidak bisa diperkirakan atau tidak pasti tetapi 50-an lebih dari anak -anak tiap minggunya bisa dilayani dan ada anak yang aktif namun tiap minggu kami terima anak -anak baru yang datang,”jelas Indra Sianturi salah satu Pengurus yayasan Giat Cerita Kasih Wamena Selasa (2/11) kemarin

  Pergaulan yang sangat bebas di Wamena ini menjadi ancaman bagi anak -anak ini sehingga mereka harus dirangkul untuk dibina mereka baik melalui Ilmu Pengetahuan , maupun dengan ibadah guna menumbuhkan iman dan tidak terjerumus dalam kegiatan yang sifatnya negatif. untuk mengumpulkan anak -anak ini biasanya dari yayasan Giat Cerita Kasih menggunakan sistem jemput bola di beberapa tempat yang menjadi tempat kumpul mereka.

Baca Juga :  Lestarikan Budaya Papua, Bupati Puncak Sponsori Grup Akustik Konak Papua

  “Saat ini kita masih fokus menjemput bola di pasar Potikelek Wamena karena kebetulan dari awal kita sudah pelayanan kepada anak -anak disana. Biasanya tiap sabtu kita kumpulkan mereka dan beberapa mahasiswa yang punya besik keguruan mereka membantu kita untuk mengajarkan baca tulis untuk anak-anak yang kita bina,”beber Indra

Kendala dalam mengumpulkan anak -anak ini, memang agak sulit sehingga harus dilakukan pendekatan ekstra. Sebab mereka ini terlalu lama hidup di jalan  sehingga dalam pembinaan juga tidak bisa sesuai dengan apa yang diajarkan dari modul -modul yang pernah didapatkan, atau boleh dikatakan dalam pembinaan anak -anak di Papua khususnya di Wamena tidak ada metode atau modul yang bisa diterapkan.

  “Mungkin untuk saat ini mereka hanya pembinaan dasar dulu yang bisa kita lakukan,  agar anak -anak ini juga bisa mengecap pendidikan sekaligus menjauhkan mereka dari pergaulan yang nantinya bisa merusak hidup mereka sendiri,”tutup Indra Sianturi. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya