Gus Dur dianggap pantas karena menjadi pemimpin yang dengan ketulusan dan keberanian mengembalikan nama “Papua”. Sebuah nama yang menghidupkan kembali jati diri dan harga diri kami, Orang Asli Papua. Gus Dur bukan sekadar tokoh nasional. Ia adalah bapak demokrasi bagi rakyat Papua, yang membuka ruang dialog, menyuburkan nilai kemanusiaan, dan memperkuat eksistensi adat sebagai bagian sah dari bangsa ini.
Patung Gus Dur bukan sekadar sosok, ia adalah pesan yang hidup bahwa bangsa ini menghargai keberagaman dan menghormati akar budaya. Yang kedua patung Brigjen TNI (Purn.) Acub Zaenal yang merupakan Gubernur Irian Jaya ke-5 sekaligus mantan Panglima Kodam XVII/Tjenderawasih ke-5. Acub disebut sebagai sosok yang meletakkan pondasi awal infrastruktur pemerintahan dan menata wajah Kota Jayapura – Port Numbay sebagai pusat peradaban administratif di timur Indonesia.
“Beliau adalah sosok yang tidak hanya membangun dengan tangan kekuasaan, tapi juga dengan hati kebangsaan. Patung Acub Zaenal adalah pengakuan sejarah atas peran konstruktif militer dalam pembangunan Papua yang damai dan terstruktur,” pintanya. Lalu ia berharap Port Numbay perlu dihidupkan sebagai ruang dialog nusantara, tempat bangsa belajar dari kearifan timur, dan tempat seluruh elemen Papua bertemu dalam semangat kebhinekaan dan Pancasilais.
“Bangun Papua dengan penghormatan, bukan paksaan. Dengan dialog, bukan konflik. Dengan cinta, bukan sekadar kuasa,” imbuhnya. LMA juga menyinggung soal sumber daya alam. “Hentikan eksploitasi sumber daya alam yang merusak ekosistem dan mengancam keberlangsungan hidup manusia, flora, dan fauna di atas tanah ini. Kita butuh pembangunan, tapi bukan dengan menghancurkan rumah kita sendiri,” tegasnya.
Lalu yang berikut adalah menghentikan konflik dan kekerasan bersenjata seperti yang terus terjadi di Intan Jaya, Wamena, dan wilayah pegunungan lainnya. “Kita bicara soal menambah populasi Orang Asli Papua, tetapi di sisi lain kita membiarkan nyawa hilang tiap hari,” singgungnya.