Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Pernah Mencicipi Semua Es Krim yang Ada di Menu

Ragusa Es Italia, Jakarta, Favorit Presiden B.J. Habibie sejak Mahasiswa (10)

Jika Surabaya punya Zangrandi, Jakarta punya Ragusa. Es krim bercita rasa khas Italia yang diolah dengan metode konvensional itu mampu bertahan selama sembilan dekade. Dulu Presiden Bacharudin Jusuf Habibie selalu punya waktu untuk menikmati kudapan manis nan dingin tersebut.

MOH. HILMI SETIAWAN, Jakarta

’’PAK Habibie, ketika liburan dan pulang ke Indonesia, mampir ke sini,’’ kata Hj Sias Mawarni saat Jawa Pos menemuinya pada Selasa (15/3) pekan lalu. Pemilik Ragusa Es Italia itu menyatakan bahwa presiden ke-3 RI tersebut sudah berlangganan saat masih menempuh pendidikan teknologi di Jerman. Tepatnya di Rheinisch-Westfalische Technische Hochschule (RWTH) Aachen University.

Menurut Sias, Habibie menyukai Ragusa karena rasanya. Enak dan khas es krim yang dijual di Eropa. Selain itu, harganya terjangkau. Dia mengungkapkan bahwa Habibie pernah mencicipi semua es krim yang ada di menu. Namun, kegemaran Habibie adalah cassata siciliana dan tutti-frutti.

Perempuan asli Jakarta itu mengelola Ragusa Es Italia bersama sang suami, Buntoro Kurniawan, sejak 1972. Sebab, Ragusa Bersaudara yang memelopori usaha tersebut kembali ke Italia. Mereka menghibahkan Ragusa Es Italia kepada Buntoro dan Sias. Ketika itu Buntoro masih tercatat sebagai pegawai Ragusa. Dia lantas melanjutkan bisnis es krim tersebut bersama Sias sampai sekarang.

Pada buku menu, ada penjelasan terperinci tentang setiap varian es krim yang tersedia di Ragusa. Mulai apa saja rasa es krimnya sampai ragam pugasannya. Sejak dulu sampai sekarang, Ragusa memiliki empat rasa es krim. Yakni, vanila, cokelat, stroberi, dan nugat. Pugasannya bisa berupa saus cokelat, kacang, dan buah kering. Ada pula pelengkap menu seperti pisang, kue bolu, dan chiffon cake.

Di dalam seporsi es krim, varian rasa dan pugasan serta pelengkapnya berbeda-beda. Jika cassata siciliana dilengkapi chiffon cake, banana split menghadirkan pisang sebagai pelengkap. Hampir semua menu diberi taburan buah kering dan kacang.

Menu favorit di kedai es krim Jalan Veteran itu adalah spaghetti ice cream. Harga per porsinya adalah Rp 40 ribu atau Rp 5.000 lebih mahal daripada cassata siciliana. Mengapa spaghetti ice cream paling laris? Sebab, bentuknya unik. Benar-benar mirip spageti. Es krim rasa vanila diletakkan ke dalam alat mirip penjepit yang berfungsi membentuk es krim menjadi mi. Mi di atas wadah berbentuk persegi itu lantas ditaburi kacang yang sudah diremuk. Mirip spageti.

Baca Juga :  Penyandang Disable Harus Diprioritaskan dan Perlu Terlibat dalam PPS

Sebelum menjadi presiden, menurut Sias, Habibie sering menikmati es krim langsung di kedainya. Namun, setelah menjadi RI-1, tokoh kelahiran Parepare itu tidak lagi menyantap es krim di tempat. Habibie mengutus ajudannya ke Ragusa untuk membelikan es krim yang sedang diinginkannya. Es krim kemudian dinikmati sang presiden di istana, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Ragusa.

Berbeda dengan es krim modern, rasa manis pada empat varian Ragusa khas. Tidak berlebihan. Aroma susunya juga begitu terasa. Teksturnya yang sangat lembut membuat es krim langsung lumer begitu masuk ke mulut. Karena itu, es krim khas Italia tersebut memang paling cocok dinikmati di kedainya langsung saat belum cair sepenuhnya.

Tentang Ragusa yang rasa susunya menonjol, Sias menyatakan bahwa memang demikianlah resep yang Ragusa Bersaudara ciptakan sejak awal. Adalah Luigi dan Vincenzo yang menggagas es krim Ragusa pada 1932. Mereka sempat menjajakan es krim dengan berkeliling kota.

Sebenarnya Luigi dan Vincenzo datang ke Indonesia bukan untuk berbisnis kuliner, khususnya es krim. Mereka pergi ke Batavia untuk kursus menjahit. Setelah menyelesaikan kursus, mereka berkunjung ke Bandung. Di sana mereka bertemu dengan seorang perempuan asal Eropa yang punya peternakan sapi. Luigi dan Vincenzo pun diberi susu sapi segar.

Susu sapi segar itulah yang menginspirasi Ragusa Bersaudara untuk membuat es krim. Dengan cara-cara tradisional yang mereka ketahui, Luigi dan Vincenzo membuat es krim dari susu sapi segar tersebut. Ternyata, ketika dibagi-bagikan, olahan susu ala Italia itu disukai banyak orang. Muncullah ide untuk berjualan.

Ragusa Bersaudara menjual es krim olahan mereka di Pasar Malam Gambir, pekan raya yang kemudian menginspirasi lahirnya Jakarta Fair. Respons masyarakat sangat bagus. Sayangnya, Pasar Malam Gambir hanya diadakan setahun sekali. Karena itulah, Ragusa Bersaudara lantas memutuskan untuk membuka kedai es krim di Citadelweg. Sekarang alamatnya menjadi Jalan Veteran I No 10.

Baca Juga :  Anggap Hutan Mangrove Jati Diri Perempuan Enggros, Jadi Ibu Sumber Kehidupan 

Buntoro baru bergabung dengan Ragusa pada 1960. Tugasnya adalah membuat adonan. Dan, Sias membantunya.

Sias menjelaskan, sekira tahun 1965, Ragusa hampir bangkrut. Sebab, terjadi banyak peristiwa berdarah yang membuat warga negara asing merasa tidak aman. Ragusa Bersaudara lantas memutuskan untuk pulang ke negara asalnya. Pada 1972, Ragusa diberikan kepada Buntoro dan Sias.

Sias menegaskan, yang Ragusa Bersaudara hibahkan kepada mereka adalah nama Ragusa. Sementara, bangunan yang menjadi kedai es krim adalah milik pemerintah. Bangunan itu berstatus cagar budaya. Setiap tahun perempuan yang sedang berjuang menuntaskan dua pendidikan doktornya di Universitas Indonesia (UI) itu membayar sewa kepada pemerintah.

Menurut Sias, Ragusa diberikan secara cuma-cuma kepada dirinya dan sang suami. ”Saat itu sempat diiklankan di koran. Namun, selama 2,5 bulan, tidak ada yang tertarik,” ujarnya. Bersamaan dengan itu, pembeli es krim di kedai sepi.

Setelah resmi menjadi pemilik sekaligus pengelola Ragusa, Sias dan Buntoro serius menjalankan bisnis. Mereka melanjutkan resep dan teknik pembuatan es krim khas Italia sebagaimana yang Ragusa Bersaudara ajarkan. Sias benar-benar menjaga cita rasa es krimnya. Bahan baku juga menjadi pertimbangan penting. Ragusa selalu menggunakan susu sapi segar.

Ketika peternakan sapi yang menjadi pemasok bahan baku es krim tutup, Ragusa sempat beralih ke susu murni cair dalam kemasan. Namun, kualitasnya tidak sama. Akibatnya, es krim tidak tahan lama. Kini Ragusa menggunakan susu murni serbuk yang diimpor dari Australia.

Berkat kegigihan Sias dan Buntoro, Ragusa bertahan sampai sekarang. Peminatnya juga selalu tumbuh. Saat ini ada 15 karyawan di Ragusa. Mereka bekerja mulai pukul 7 pagi. Aktivitas pertama mereka adalah memasak adonan es krim. Restoran mulai buka pada pukul 10 pagi dan tutup sekira pukul 9 malam.

Setiap berada di kedai es krimnya, Sias selalu menyempatkan diri untuk menyapa pelanggan. Dia juga berbincang ringan dengan mereka. Bagi dia, beramah-tamah dengan pelanggan sangatlah penting. ”Saya tidak mikirin omzet. Yang penting tetap ramah kepada pelanggan. Ngapain sombong-sombong. Nanti tidak ada yang ke sini lagi,” tandasnya. (*/c14/hep/JPG)

Ragusa Es Italia, Jakarta, Favorit Presiden B.J. Habibie sejak Mahasiswa (10)

Jika Surabaya punya Zangrandi, Jakarta punya Ragusa. Es krim bercita rasa khas Italia yang diolah dengan metode konvensional itu mampu bertahan selama sembilan dekade. Dulu Presiden Bacharudin Jusuf Habibie selalu punya waktu untuk menikmati kudapan manis nan dingin tersebut.

MOH. HILMI SETIAWAN, Jakarta

’’PAK Habibie, ketika liburan dan pulang ke Indonesia, mampir ke sini,’’ kata Hj Sias Mawarni saat Jawa Pos menemuinya pada Selasa (15/3) pekan lalu. Pemilik Ragusa Es Italia itu menyatakan bahwa presiden ke-3 RI tersebut sudah berlangganan saat masih menempuh pendidikan teknologi di Jerman. Tepatnya di Rheinisch-Westfalische Technische Hochschule (RWTH) Aachen University.

Menurut Sias, Habibie menyukai Ragusa karena rasanya. Enak dan khas es krim yang dijual di Eropa. Selain itu, harganya terjangkau. Dia mengungkapkan bahwa Habibie pernah mencicipi semua es krim yang ada di menu. Namun, kegemaran Habibie adalah cassata siciliana dan tutti-frutti.

Perempuan asli Jakarta itu mengelola Ragusa Es Italia bersama sang suami, Buntoro Kurniawan, sejak 1972. Sebab, Ragusa Bersaudara yang memelopori usaha tersebut kembali ke Italia. Mereka menghibahkan Ragusa Es Italia kepada Buntoro dan Sias. Ketika itu Buntoro masih tercatat sebagai pegawai Ragusa. Dia lantas melanjutkan bisnis es krim tersebut bersama Sias sampai sekarang.

Pada buku menu, ada penjelasan terperinci tentang setiap varian es krim yang tersedia di Ragusa. Mulai apa saja rasa es krimnya sampai ragam pugasannya. Sejak dulu sampai sekarang, Ragusa memiliki empat rasa es krim. Yakni, vanila, cokelat, stroberi, dan nugat. Pugasannya bisa berupa saus cokelat, kacang, dan buah kering. Ada pula pelengkap menu seperti pisang, kue bolu, dan chiffon cake.

Di dalam seporsi es krim, varian rasa dan pugasan serta pelengkapnya berbeda-beda. Jika cassata siciliana dilengkapi chiffon cake, banana split menghadirkan pisang sebagai pelengkap. Hampir semua menu diberi taburan buah kering dan kacang.

Menu favorit di kedai es krim Jalan Veteran itu adalah spaghetti ice cream. Harga per porsinya adalah Rp 40 ribu atau Rp 5.000 lebih mahal daripada cassata siciliana. Mengapa spaghetti ice cream paling laris? Sebab, bentuknya unik. Benar-benar mirip spageti. Es krim rasa vanila diletakkan ke dalam alat mirip penjepit yang berfungsi membentuk es krim menjadi mi. Mi di atas wadah berbentuk persegi itu lantas ditaburi kacang yang sudah diremuk. Mirip spageti.

Baca Juga :  Penyalahgunaan Listrik Masih Marak, Rawan Jadi Pemicu Kebakaran

Sebelum menjadi presiden, menurut Sias, Habibie sering menikmati es krim langsung di kedainya. Namun, setelah menjadi RI-1, tokoh kelahiran Parepare itu tidak lagi menyantap es krim di tempat. Habibie mengutus ajudannya ke Ragusa untuk membelikan es krim yang sedang diinginkannya. Es krim kemudian dinikmati sang presiden di istana, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Ragusa.

Berbeda dengan es krim modern, rasa manis pada empat varian Ragusa khas. Tidak berlebihan. Aroma susunya juga begitu terasa. Teksturnya yang sangat lembut membuat es krim langsung lumer begitu masuk ke mulut. Karena itu, es krim khas Italia tersebut memang paling cocok dinikmati di kedainya langsung saat belum cair sepenuhnya.

Tentang Ragusa yang rasa susunya menonjol, Sias menyatakan bahwa memang demikianlah resep yang Ragusa Bersaudara ciptakan sejak awal. Adalah Luigi dan Vincenzo yang menggagas es krim Ragusa pada 1932. Mereka sempat menjajakan es krim dengan berkeliling kota.

Sebenarnya Luigi dan Vincenzo datang ke Indonesia bukan untuk berbisnis kuliner, khususnya es krim. Mereka pergi ke Batavia untuk kursus menjahit. Setelah menyelesaikan kursus, mereka berkunjung ke Bandung. Di sana mereka bertemu dengan seorang perempuan asal Eropa yang punya peternakan sapi. Luigi dan Vincenzo pun diberi susu sapi segar.

Susu sapi segar itulah yang menginspirasi Ragusa Bersaudara untuk membuat es krim. Dengan cara-cara tradisional yang mereka ketahui, Luigi dan Vincenzo membuat es krim dari susu sapi segar tersebut. Ternyata, ketika dibagi-bagikan, olahan susu ala Italia itu disukai banyak orang. Muncullah ide untuk berjualan.

Ragusa Bersaudara menjual es krim olahan mereka di Pasar Malam Gambir, pekan raya yang kemudian menginspirasi lahirnya Jakarta Fair. Respons masyarakat sangat bagus. Sayangnya, Pasar Malam Gambir hanya diadakan setahun sekali. Karena itulah, Ragusa Bersaudara lantas memutuskan untuk membuka kedai es krim di Citadelweg. Sekarang alamatnya menjadi Jalan Veteran I No 10.

Baca Juga :  Sejumput Es Campur di Rotterdam dan seperti Berada di Bandung Lagi

Buntoro baru bergabung dengan Ragusa pada 1960. Tugasnya adalah membuat adonan. Dan, Sias membantunya.

Sias menjelaskan, sekira tahun 1965, Ragusa hampir bangkrut. Sebab, terjadi banyak peristiwa berdarah yang membuat warga negara asing merasa tidak aman. Ragusa Bersaudara lantas memutuskan untuk pulang ke negara asalnya. Pada 1972, Ragusa diberikan kepada Buntoro dan Sias.

Sias menegaskan, yang Ragusa Bersaudara hibahkan kepada mereka adalah nama Ragusa. Sementara, bangunan yang menjadi kedai es krim adalah milik pemerintah. Bangunan itu berstatus cagar budaya. Setiap tahun perempuan yang sedang berjuang menuntaskan dua pendidikan doktornya di Universitas Indonesia (UI) itu membayar sewa kepada pemerintah.

Menurut Sias, Ragusa diberikan secara cuma-cuma kepada dirinya dan sang suami. ”Saat itu sempat diiklankan di koran. Namun, selama 2,5 bulan, tidak ada yang tertarik,” ujarnya. Bersamaan dengan itu, pembeli es krim di kedai sepi.

Setelah resmi menjadi pemilik sekaligus pengelola Ragusa, Sias dan Buntoro serius menjalankan bisnis. Mereka melanjutkan resep dan teknik pembuatan es krim khas Italia sebagaimana yang Ragusa Bersaudara ajarkan. Sias benar-benar menjaga cita rasa es krimnya. Bahan baku juga menjadi pertimbangan penting. Ragusa selalu menggunakan susu sapi segar.

Ketika peternakan sapi yang menjadi pemasok bahan baku es krim tutup, Ragusa sempat beralih ke susu murni cair dalam kemasan. Namun, kualitasnya tidak sama. Akibatnya, es krim tidak tahan lama. Kini Ragusa menggunakan susu murni serbuk yang diimpor dari Australia.

Berkat kegigihan Sias dan Buntoro, Ragusa bertahan sampai sekarang. Peminatnya juga selalu tumbuh. Saat ini ada 15 karyawan di Ragusa. Mereka bekerja mulai pukul 7 pagi. Aktivitas pertama mereka adalah memasak adonan es krim. Restoran mulai buka pada pukul 10 pagi dan tutup sekira pukul 9 malam.

Setiap berada di kedai es krimnya, Sias selalu menyempatkan diri untuk menyapa pelanggan. Dia juga berbincang ringan dengan mereka. Bagi dia, beramah-tamah dengan pelanggan sangatlah penting. ”Saya tidak mikirin omzet. Yang penting tetap ramah kepada pelanggan. Ngapain sombong-sombong. Nanti tidak ada yang ke sini lagi,” tandasnya. (*/c14/hep/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya