Thursday, May 9, 2024
24.7 C
Jayapura

Penyalahgunaan Listrik Masih Marak, Rawan Jadi Pemicu Kebakaran

Membedah Persoalan Maraknya Kebakaran di Kota Jayapura (Bagian 2-Habis)

Tak ada yang menginginkan musibah, namun yang bisa dilakukan adalah mencegah ataupun meminimalisir. Publik perlu memahami bahwa Jayapura termasuk kota yang paling sering terjadi kebakaran.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Harta yang dikumpulkan bertahun – tahun untuk membeli barang, membangun rumah maupun kendaraan bisa saja ludes hanya hitungan menit. Persoalan kebakaran di Jayapura masih menjadi momok yang patut diwaspadai apalagi kota ini menjadi daerah yang angka kebakarannya cukup tinggi.

   Jika sebelumnya menurut Manager PLN (Persero) UP3 Jayapura, Yohanis Soedarmono satu penyebab kebakaran adalah penyambungan aliran listrik secara ilegal atau yang diistilahkan sebagai spanyol alias separoh nyolong, maka hal lain yang biasa menjadi factor adalah menyambungkan listrik kepada tetangga.

   Ini menjadi dilema, mengingat beban yang digunakan tetangga belum tentu diketahui. Peralatan apa saja yang digunakan dan apakah kabel dan property kelistrikan lainnya sudah sesuai standart atau belum ini juga yang menjadi persoalan klasik.

  “Ini kami sering temui di lapangan dimana ada satu kepala keluarga yang punya listrik, namun tidak ada meteran. Mereka mendapat listrik dari tetangganya dan ini juga berbahaya,” kata Soedarmono.

  “Kita hanya tahu setiap bulan ada urunan membayar listrik sementara kita tidak mengetahui  kualitas kabel dan beban di rumah sambungan tetangga. Jika terbakar maka bisa saja merembet ke semua disekitarnya,” tambahnya.

   Selain itu kata Soedarmono terkadang aliran listrik muncul karena factor non teknis semisal gesekan pohon atau kabel yang tersangkut layang – layang. Ini juga menjadi dilema bagi PLN, sebab ketika ada pohon yang berpotensi menimbulkan gesekan akan ditebang, terkadang masyarakat menolak dengan berbagai alasan.

Baca Juga :  Jadi Moment Bagi Orang Tua Mengenalkan Pahlawan Sejati Bagi Anak-anak

   “Ada yang pohonnya lagi berbuah atau pohonnya sedang berbunga dan sedikit lagi berbuah akhirnya petugas dilarang menebang, padahal jika terjadi gesekan maka bisa menimbulkan api,” tambahnya.

   Lainnya adalah kebanyakan limit diletakkan di sudut – sudut ruangan yang sulit dijangkau dan lucunya  ada juga yang megganjal limit agar tidak turun padahal ini berbahaya. “Limit itu sengaja disetel untuk turun atau putus, jadi jangan diganjal,” singgung Soedarmono. Itu belum lagi ada yang biasa berubah besaran amper dengan tujuan bisa menampung daya lebih besar padahal ini sama sekali tidak direkomendasikan oleh PLN.

Jadi temuannya biasa di luar 6 amper tapi di dalam 7 hingga 10 amper. Perubahan ini sendiri kata Soedarmono biasa dilakukan oleh oknum PLN atas permintaan pemilik rumah. “Ini sudah kami tindaklanjuti dan memang kadang ada oknum petugas PLN yang nakal membantu  merubah,” bebernya.

   PLN sendiri bukan tinggal diam, melainkan tetap mengambil tindakan. Disini Soedarmono mengatakan jika dilakukan pengecekan di lapangan,  terkadang sehari pihaknya bisa mendapati 5 rumah yang melakukan penyalahgunaan listrik.

  Bahkan tahun kemarin, 200 titik terpaksa diputus karena bandel. Ia juga menyinggung bahwa masih banyak warga yang menggunakan kabel yang non Standart Nasional Indonesia (SNI), yang isinya masih berserat.

  Ini kata Soedarmono tidak direkomendasikan lagi, sebab kabel berserat tidak  bertahan lama untuk menahan panas. Yang direkomendasikan adalah kabel yang berisi satu atau dua kawat tembaga. Meski lebih mahal namun lebih aman.

Baca Juga :  Damkar Definitif, Upaya Penanganan Kebakaran Diharapkan Maksimal

   Lalu disinggung soal penanganan jika terjadi konsleting listrik kata manager PLN, pertama yang harus dilakukan adalah jangan panic kemudian melihat kondisi dan turunkan limit yang di dalam maupun di luar. Disini diingatkan bahwa harusnya posisi limit ini mudah dijangkau agar memudahkan.

  “Lalu colokan menumpuk juga berbahaya. Ini sering sekali ditemukan dimana satu terminal berisi banyak colokan  padahal semakin banyak colokan maka akan semakin panas,   apalagi  jika menggunakan kabel berserat,” imbuhnya.

  Disinggung soal jika terjadi arus pendek dan muncul kebakaran apakah PLN bisa ikut bertanggungjawab dan memberi kompensasi? Kata Soedarmono pihaknya akan melihat penyebabnya apakah terjadi akibat kesalahan di meteran luar atau sebaliknya. “Sebab tanggungjawab kami hanya sampai meteran luar, sedangkan instalasi di dalam rumah itu sudah bukan tanggungjawab kami,”  tutupnya.

  Sementara  Kabid Damkar Kota Jayapura, Margaretha Veronita Kirana menyampaikan bahwa hingga kini angka kebakaran di Kota Jayapura masih terbilang tinggi. Data terakhir per tanggal 19 Nov 2022  berjumlah 66 kasus  yang terdiri dari 15 kasus kebakaran lahan dan 51 kasus kebakaran fasilitas umum, ruko, rumah dan gedung lainnya. Parahnya lagi dalam 2 minggu terakhir terjadi kenaikan angka kasus kebakaran 3 hingga 7 kasus.

   Untungnya hingga akhir tahun 2022 tidak terdapat korban meninggal dunia selain 1 korban luka bakar dengan kejadian di Perumnas II – Waena. “Kota Jayapura ini termasuk kota yang sering terjadi kebakaran bahkan mengalahkan kota besar seperti Jakarta dari angka keseringannya jadi public juga harus mewaspadai,” kata Kirana. (*/tri)

Membedah Persoalan Maraknya Kebakaran di Kota Jayapura (Bagian 2-Habis)

Tak ada yang menginginkan musibah, namun yang bisa dilakukan adalah mencegah ataupun meminimalisir. Publik perlu memahami bahwa Jayapura termasuk kota yang paling sering terjadi kebakaran.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Harta yang dikumpulkan bertahun – tahun untuk membeli barang, membangun rumah maupun kendaraan bisa saja ludes hanya hitungan menit. Persoalan kebakaran di Jayapura masih menjadi momok yang patut diwaspadai apalagi kota ini menjadi daerah yang angka kebakarannya cukup tinggi.

   Jika sebelumnya menurut Manager PLN (Persero) UP3 Jayapura, Yohanis Soedarmono satu penyebab kebakaran adalah penyambungan aliran listrik secara ilegal atau yang diistilahkan sebagai spanyol alias separoh nyolong, maka hal lain yang biasa menjadi factor adalah menyambungkan listrik kepada tetangga.

   Ini menjadi dilema, mengingat beban yang digunakan tetangga belum tentu diketahui. Peralatan apa saja yang digunakan dan apakah kabel dan property kelistrikan lainnya sudah sesuai standart atau belum ini juga yang menjadi persoalan klasik.

  “Ini kami sering temui di lapangan dimana ada satu kepala keluarga yang punya listrik, namun tidak ada meteran. Mereka mendapat listrik dari tetangganya dan ini juga berbahaya,” kata Soedarmono.

  “Kita hanya tahu setiap bulan ada urunan membayar listrik sementara kita tidak mengetahui  kualitas kabel dan beban di rumah sambungan tetangga. Jika terbakar maka bisa saja merembet ke semua disekitarnya,” tambahnya.

   Selain itu kata Soedarmono terkadang aliran listrik muncul karena factor non teknis semisal gesekan pohon atau kabel yang tersangkut layang – layang. Ini juga menjadi dilema bagi PLN, sebab ketika ada pohon yang berpotensi menimbulkan gesekan akan ditebang, terkadang masyarakat menolak dengan berbagai alasan.

Baca Juga :  Papua masih Tergantung Daerah Produsen, Rawan Terpapar Risiko Tekanan Harga

   “Ada yang pohonnya lagi berbuah atau pohonnya sedang berbunga dan sedikit lagi berbuah akhirnya petugas dilarang menebang, padahal jika terjadi gesekan maka bisa menimbulkan api,” tambahnya.

   Lainnya adalah kebanyakan limit diletakkan di sudut – sudut ruangan yang sulit dijangkau dan lucunya  ada juga yang megganjal limit agar tidak turun padahal ini berbahaya. “Limit itu sengaja disetel untuk turun atau putus, jadi jangan diganjal,” singgung Soedarmono. Itu belum lagi ada yang biasa berubah besaran amper dengan tujuan bisa menampung daya lebih besar padahal ini sama sekali tidak direkomendasikan oleh PLN.

Jadi temuannya biasa di luar 6 amper tapi di dalam 7 hingga 10 amper. Perubahan ini sendiri kata Soedarmono biasa dilakukan oleh oknum PLN atas permintaan pemilik rumah. “Ini sudah kami tindaklanjuti dan memang kadang ada oknum petugas PLN yang nakal membantu  merubah,” bebernya.

   PLN sendiri bukan tinggal diam, melainkan tetap mengambil tindakan. Disini Soedarmono mengatakan jika dilakukan pengecekan di lapangan,  terkadang sehari pihaknya bisa mendapati 5 rumah yang melakukan penyalahgunaan listrik.

  Bahkan tahun kemarin, 200 titik terpaksa diputus karena bandel. Ia juga menyinggung bahwa masih banyak warga yang menggunakan kabel yang non Standart Nasional Indonesia (SNI), yang isinya masih berserat.

  Ini kata Soedarmono tidak direkomendasikan lagi, sebab kabel berserat tidak  bertahan lama untuk menahan panas. Yang direkomendasikan adalah kabel yang berisi satu atau dua kawat tembaga. Meski lebih mahal namun lebih aman.

Baca Juga :  Sibuk Layani Pasien, Tak Sempat Hadiri Penerimaan Penghargaan

   Lalu disinggung soal penanganan jika terjadi konsleting listrik kata manager PLN, pertama yang harus dilakukan adalah jangan panic kemudian melihat kondisi dan turunkan limit yang di dalam maupun di luar. Disini diingatkan bahwa harusnya posisi limit ini mudah dijangkau agar memudahkan.

  “Lalu colokan menumpuk juga berbahaya. Ini sering sekali ditemukan dimana satu terminal berisi banyak colokan  padahal semakin banyak colokan maka akan semakin panas,   apalagi  jika menggunakan kabel berserat,” imbuhnya.

  Disinggung soal jika terjadi arus pendek dan muncul kebakaran apakah PLN bisa ikut bertanggungjawab dan memberi kompensasi? Kata Soedarmono pihaknya akan melihat penyebabnya apakah terjadi akibat kesalahan di meteran luar atau sebaliknya. “Sebab tanggungjawab kami hanya sampai meteran luar, sedangkan instalasi di dalam rumah itu sudah bukan tanggungjawab kami,”  tutupnya.

  Sementara  Kabid Damkar Kota Jayapura, Margaretha Veronita Kirana menyampaikan bahwa hingga kini angka kebakaran di Kota Jayapura masih terbilang tinggi. Data terakhir per tanggal 19 Nov 2022  berjumlah 66 kasus  yang terdiri dari 15 kasus kebakaran lahan dan 51 kasus kebakaran fasilitas umum, ruko, rumah dan gedung lainnya. Parahnya lagi dalam 2 minggu terakhir terjadi kenaikan angka kasus kebakaran 3 hingga 7 kasus.

   Untungnya hingga akhir tahun 2022 tidak terdapat korban meninggal dunia selain 1 korban luka bakar dengan kejadian di Perumnas II – Waena. “Kota Jayapura ini termasuk kota yang sering terjadi kebakaran bahkan mengalahkan kota besar seperti Jakarta dari angka keseringannya jadi public juga harus mewaspadai,” kata Kirana. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya