Wednesday, April 24, 2024
31.7 C
Jayapura

Penolakan RS Terhadap Pasien Kritis Berpotensi Melanggar HAM

Plh Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin

JAYAPURA- Kematian Hanafi Retob, pasca mendapatkan penolakan dari lima rumah sakit di Kota Jayapura mendapat perhatian dari Komisi Nasioanal Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua.

Plh Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin menyampaikan, dugaan kuat ada potensi pelanggaran HAM terkait dengan penolakan rumah sakit terhadap pasien yang saat itu sedang kritis. Hal ini dalam hubungan tanggung jawab negara yang semestinya dilakukan tetapi tidak dilakukan.

Untuk melihat potensi pelanggaran HAM, Komnas HAM akan mengujinya dengan Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini untuk melihat usnur-unsurnya dalam potensi pelanggaran HAM-nya dibagian mana. Namun yang pasti, dengan melihat tipelogi kasus tersebut dimana diduga ada pengabaian sesuatu yang menjadi kewajiban negara. Dalam hal ini pihak rumah sakit sehingga menyebabkan hak hidup warga negara terabaikan hingga meninggal dunia.

“Dugaan penolakan pihak rumah sakit  kepada pasien yang berujung meninggal dunia berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM. Sebab, apa yang menjadi kewajibannya dan yang menjadi tugasnya tidak dilakukan. Apalagi pasien dalam posisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan,” ucap Melchior saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (29/6).

Baca Juga :  Musda Demokrat, RHP dan LE Siap Bertarung di Pusat

Terkait dengan kasus ini lanjut Melchior, tim yang dibentuk sedang bekerja. Bahkan, dari lima rumah sakit yang disinyalir melakukan penolakan terhadap pasien Hanafi beberapa diantaranya sudah didatangi oleh Komnas HAM. Selain itu, Komnas juga mendatangi keluarga korban.

Menurut Melki, kedatangan mereka ke rumah sakit untuk mengumpulkan informasi yang valid dan akurat sesuai dengan apa yang terjadi. Pihaknya menyayangkan hal ini. Pasalnya, pada tanggal 22 April 2020, Komnas HAM secara institusi sudah mengirim surat kepada Gubernur Provinsi Papua yang berisi 13 rekomendasi terhadap  penanganan Covid-19 di Papua.

Adapun poin kedua dari rekomnendasi itu adalah Komnas meminta perhatian pemerintah daerah terhadap pasien Covid-19 dan pasien non Covid. Karena fokus pemerintah terhadap penanganan pasien Covid maka dimungkinkan akan ada kemungkinan terjadi kondisi seperti ini.

Baca Juga :  Kontak Senjata, Anak Buah Sabinus Waker Tewas

“Dalam rekomendasi itu,  kita sudah  mengingatkan kalau ini terjadi dan rupanya benar terjadi seperti  apa yang diberitakan. Adanya dugaan kelalaian dan pengabaian terhadap pasien yang kritis dimana saat itu membutuhkan pertolongan,” ungkapnya.

Sementara itu, Frits Ramandey yang tergabung dalam tim mengaku sudah mendatangi beberapa rumah sakit dan pihak rumah sakit telah mengaku ada kelalaian di sana dan telah menyampaikan permohonan maaf.

“Beberapa dari lima rumah sakit ini telah menyampaikan permohonan maaf karena mereka lalai. Mereka tidak melakukan koordinasi setelah pasien itu datang kepada rumah sakit yang dituju. Mereka juga mengaku tidak berkoordinasi dan tidak memberi rujukan,” ucapnya.

Sebagai tindak lanjut dari kelalaian itu lanjut Frits, RSUD Jayapura melalui komite medik akan melakukan sidang etik kepada para petugas dan dokter yang saat itu bertugas.(fia/nat)

Plh Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin

JAYAPURA- Kematian Hanafi Retob, pasca mendapatkan penolakan dari lima rumah sakit di Kota Jayapura mendapat perhatian dari Komisi Nasioanal Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua.

Plh Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Melchior Weruin menyampaikan, dugaan kuat ada potensi pelanggaran HAM terkait dengan penolakan rumah sakit terhadap pasien yang saat itu sedang kritis. Hal ini dalam hubungan tanggung jawab negara yang semestinya dilakukan tetapi tidak dilakukan.

Untuk melihat potensi pelanggaran HAM, Komnas HAM akan mengujinya dengan Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini untuk melihat usnur-unsurnya dalam potensi pelanggaran HAM-nya dibagian mana. Namun yang pasti, dengan melihat tipelogi kasus tersebut dimana diduga ada pengabaian sesuatu yang menjadi kewajiban negara. Dalam hal ini pihak rumah sakit sehingga menyebabkan hak hidup warga negara terabaikan hingga meninggal dunia.

“Dugaan penolakan pihak rumah sakit  kepada pasien yang berujung meninggal dunia berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM. Sebab, apa yang menjadi kewajibannya dan yang menjadi tugasnya tidak dilakukan. Apalagi pasien dalam posisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan,” ucap Melchior saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (29/6).

Baca Juga :  Korban Banjir Bandang Akan Direlokasi

Terkait dengan kasus ini lanjut Melchior, tim yang dibentuk sedang bekerja. Bahkan, dari lima rumah sakit yang disinyalir melakukan penolakan terhadap pasien Hanafi beberapa diantaranya sudah didatangi oleh Komnas HAM. Selain itu, Komnas juga mendatangi keluarga korban.

Menurut Melki, kedatangan mereka ke rumah sakit untuk mengumpulkan informasi yang valid dan akurat sesuai dengan apa yang terjadi. Pihaknya menyayangkan hal ini. Pasalnya, pada tanggal 22 April 2020, Komnas HAM secara institusi sudah mengirim surat kepada Gubernur Provinsi Papua yang berisi 13 rekomendasi terhadap  penanganan Covid-19 di Papua.

Adapun poin kedua dari rekomnendasi itu adalah Komnas meminta perhatian pemerintah daerah terhadap pasien Covid-19 dan pasien non Covid. Karena fokus pemerintah terhadap penanganan pasien Covid maka dimungkinkan akan ada kemungkinan terjadi kondisi seperti ini.

Baca Juga :  Persipura Gagal Datangkan Pemain Anyar

“Dalam rekomendasi itu,  kita sudah  mengingatkan kalau ini terjadi dan rupanya benar terjadi seperti  apa yang diberitakan. Adanya dugaan kelalaian dan pengabaian terhadap pasien yang kritis dimana saat itu membutuhkan pertolongan,” ungkapnya.

Sementara itu, Frits Ramandey yang tergabung dalam tim mengaku sudah mendatangi beberapa rumah sakit dan pihak rumah sakit telah mengaku ada kelalaian di sana dan telah menyampaikan permohonan maaf.

“Beberapa dari lima rumah sakit ini telah menyampaikan permohonan maaf karena mereka lalai. Mereka tidak melakukan koordinasi setelah pasien itu datang kepada rumah sakit yang dituju. Mereka juga mengaku tidak berkoordinasi dan tidak memberi rujukan,” ucapnya.

Sebagai tindak lanjut dari kelalaian itu lanjut Frits, RSUD Jayapura melalui komite medik akan melakukan sidang etik kepada para petugas dan dokter yang saat itu bertugas.(fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya