Monday, May 13, 2024
25.7 C
Jayapura

Penyiksaan yang Dilakukan TNI Penuhi Unsur Pelanggaran HAM

Frits pun mengecam tindakan ini, dalam pengalaman Komnas HAM di Papua. Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi dan ditangani, Komnas sudah sering menangani kasus penganiayaan dengan motif yang hampir sama. Dimana pelaku cenderung dibawa ke markas Satgas BKO kemudian dilakukan penyiksaan.

”Dilihat dari motifnya memenuhi unsur penyiksaan, sebab dilakukan lebih dari satu orang secara berulang. Dimana korban disiksa dengan menggunakan beberapa alat, motif yang terjadi dalam kasus viral ini merupakan pmotif lama yang biasanya digunakan TNI di rezim orde baru,” kata Frits.

Komnas HAM memberikan perhatian serius pada kasus ini dan berkoordinasi dengan Komnas HAM RI untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan, termasuk meminta keterangan komandan Batlyon Satgas Yonif Raider 300/Brajawijaya. Dimana pasukan ini sudah ditarik sejak Februari lalu.

Baca Juga :  Memanas, Teror KKB di Puncak Berlanjut

Juga meminta Kapolda Papua menyampaikan keterangan kepada Komnas HAM terkait dengan identitas korban. Sebab, korban ini diketahui langsung oleh pihak Polres setempat terkait identitasnya.

”Kapolda harus mengumumkan korban ini siapa, jaringannya siapa dan berapa kali terlibat dalam kasus kasus kekerasan di wilayah Puncak. Hal ini untuk menjaga indenpendensi keberimbangan dari kejadian ini,” ujarnya.

Frits meminta dalam penanganan kasus ini, harus melibatkan pihak indenpenden untuk mengawasinya untuk mengantisipai jangan sampai seperti kejadian sebelumnya. Jika tidak ditangani dengan baik, maka silkus kekersan terus berulang akibat dendam, kebencian dan kemarahan.

”Satu satunya cara untuk menghentikan kekerasan di tanah Papua adalah dengan melakukan dialog kemanusiaan, negara harus membuka ruang itu. Sehingga baik kelompok sipil bersenjata, TPNPB, KKB mereka diberi ruang untuk duduk bicara,” tegasnya.

Baca Juga :  Rumah Sekaligus Gudang Sembako di Pertigaan Lampu Merah Pasar Lama Terbakar

Atas kasus ini, Komnas HAM Papua meminta  Panglima TNI melakukan pengawasan terhadap tim investigasi yang dibentuk. Sebab, sudah punya pengalaman dengan kasus seperti di Paniai, Keerom, Mappi, Mimika. Dimana tim investigasinya ada namun tidak berjalan maksimal, sehingga nyaris pelakunya lolos.

Frits pun mengecam tindakan ini, dalam pengalaman Komnas HAM di Papua. Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi dan ditangani, Komnas sudah sering menangani kasus penganiayaan dengan motif yang hampir sama. Dimana pelaku cenderung dibawa ke markas Satgas BKO kemudian dilakukan penyiksaan.

”Dilihat dari motifnya memenuhi unsur penyiksaan, sebab dilakukan lebih dari satu orang secara berulang. Dimana korban disiksa dengan menggunakan beberapa alat, motif yang terjadi dalam kasus viral ini merupakan pmotif lama yang biasanya digunakan TNI di rezim orde baru,” kata Frits.

Komnas HAM memberikan perhatian serius pada kasus ini dan berkoordinasi dengan Komnas HAM RI untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan, termasuk meminta keterangan komandan Batlyon Satgas Yonif Raider 300/Brajawijaya. Dimana pasukan ini sudah ditarik sejak Februari lalu.

Baca Juga :  Blusukan Berikan Pelayanan Program Keladi Sagu 

Juga meminta Kapolda Papua menyampaikan keterangan kepada Komnas HAM terkait dengan identitas korban. Sebab, korban ini diketahui langsung oleh pihak Polres setempat terkait identitasnya.

”Kapolda harus mengumumkan korban ini siapa, jaringannya siapa dan berapa kali terlibat dalam kasus kasus kekerasan di wilayah Puncak. Hal ini untuk menjaga indenpendensi keberimbangan dari kejadian ini,” ujarnya.

Frits meminta dalam penanganan kasus ini, harus melibatkan pihak indenpenden untuk mengawasinya untuk mengantisipai jangan sampai seperti kejadian sebelumnya. Jika tidak ditangani dengan baik, maka silkus kekersan terus berulang akibat dendam, kebencian dan kemarahan.

”Satu satunya cara untuk menghentikan kekerasan di tanah Papua adalah dengan melakukan dialog kemanusiaan, negara harus membuka ruang itu. Sehingga baik kelompok sipil bersenjata, TPNPB, KKB mereka diberi ruang untuk duduk bicara,” tegasnya.

Baca Juga :  Tahun Ini Tiadakan UN

Atas kasus ini, Komnas HAM Papua meminta  Panglima TNI melakukan pengawasan terhadap tim investigasi yang dibentuk. Sebab, sudah punya pengalaman dengan kasus seperti di Paniai, Keerom, Mappi, Mimika. Dimana tim investigasinya ada namun tidak berjalan maksimal, sehingga nyaris pelakunya lolos.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya