JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menegaskan baiknya Kogabwilhan di Papua dibubarkan saja. Hal ini menyusul beberapa kejadian penyiksaan terhadap warga sipil yang melibatkan satuan non organik.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menyebut satgas satgas yang ditugaskan ke Papua tidak diberikan pembekalan yang baik. Inilah yang menyebabkan kerap terjadi bentrok di lapangan.
”Sebaiknya Kogabwilhan dibubarkan saja, seluruh pasukan di wilayah Papua dikendalikan oleh Kodam XVII/Cenderawasih. Dengan begitu, pasukan mudah dikontrol,” ucap Frits dalam keterangan persnya kepada wartawan, Sabtu (23/3).
Komnas HAM meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kehadiran Kogabwilhan di Papua, hal ini seiring dengan beberapa kejadian di Papua yang melibatkan satuan non organik.
”Kita butuh kehadiran negara, kita juga butuh kehadiran Satgas satgas di wilayah rawan konflik. Namun jika kehadiran Satgas ini tidak dikendalikan langsung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih, maka kita mengalami jalan buntu,” kata Frits.
”Kita juga minta Prabowo yang nanti menjadi Presiden segera mengevaluasi keberadaan Kogabwilhan, atas nama negara,” sambungnya.
Sebagaimana kata Frits, ada beberapa catatan kasus ditangani Komnas HAM terkait dengan penyiksaan yang dilakukan anggota TNI non organik di Papua. Kasus penyiksaan di Intan Jaya, Kabupaten Keerom yang korbannya adalah pelajar, Kabuten Merauke yang korbannya adalah penyandang disabilitas, Mappi, petugas Covid di Senggi dan mutilasi di Mimika. ”Kasus itu melibatkan pasukan non organik sejak tahun 2019 hingga saat ini,” ucapnya.