Terkait ini Wakil Direktur RSUD Abepura, Petrus Benyamin Pepuho membenarkan informasi tersebut. Ia mengatakan saat itu pasien datang dengan membawa rujukan untuk operasi akan tetapi kamar operasi belum berfungsi.
“Info yang saya terima sementara bahwa pasien itu datang bawa rujukan untuk operasi karena gawat janin tapi oleh petugas Ponek/IGD menjelaskan bila kamar operasi belum berfungsi dan masih dalam masa perbaikan,” kata Benyamin.
Keputusan terakhir keluarga adalah membawa ke RS Bhayangkara. Sesampainya disana yang tersedia hanya ruang VIP, karena ruang ekonomi sudah full. Keluarga kemudian mendiskusikan karena kondisi darurat apakah bisa diterima dulu baru selesaikan tanggung jawabnya. Seorang petugas langsung minta bertemu dengan bagian keuangan RS dulu. Pihak RS. Bayangkara sampaikan untuk membayar DP lebih dulu sebesar Rp4 juta dari total Rp8 juta.
Disaat yang sama keluarga menyampaikan untuk pasien segera ditangani lebih dulu karena masih pendarahan dan nafas masih tersengal-sengal. Dikatakan dalam situasi ini sempat terjadi adu mulut hingga satu persatu petugas pergi. Dalam deraian air mata yang tak mampu tertahankan, antara kembali ke kampung atau harus menuju ke RSUD Dok ll. Ia khawatir jangan sampai di RSUD Dok II kembali ditolak.
Semua keluarga kemudian memutuskan menuju ke RSUD Dok ll dan sekira pukul 03.00 WIT dini hari pasien kemudian dilarikan ke RSUD Dok II dan dalam perjalanan pasien terlihat sudah mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Pihak keluarga bercerita bahwa hanya sekitar 3 menit selepas RS. Bayangkara, tepatnya di jalan keluar di Entrop. Pasien telah menghembuskan nafas terakhir.
Melihat kondisi pasien tak bernyawa, suaminya berteriak untuk Kembali ke RS, Bhayangkara. Sopir akhirnya memutar balik mobil menuju RS. Bayangkara. Pihak keluarga meminta dicek dan memastikan apakah pasien masih hidup atau sudah meninggal. Ketiga suster Yowari dan keluarga mengangkat jenasah ke ruangan ICU untuk memacu jantungnya, ternyata memang sudah meninggal.
Dengan kesal keluarga kembali ke RS.Yowari. “Keluarga tidak menerima cara kerja dari RS. Yowari yang mana dokternya tidak kunjung tiba ternyata di luar Jayapura, kekesalan terhadapan RS. Dian Harapan dan RS. Abepura serta RS. Bayangkara yang sangat tidak menempatkan keselamatan pasien di atas segalanya,” cecar Fredy.
Kepada Cenderawasih Pos, melalui pesan WhatsApp, ia menjelaskan Irene merupakan anak kandung dari sepupunya, dan suami korban adalah putra dari saudari kandungnya. “Saya memberi sambutan saat pemakaman dan jujur, ini peristiwa yang sangat miris. Di tengah kota, rumah sakit pemerintah dengan fasilitas lengkap, tetapi rujukan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain semuanya mengalami kebuntuan,” pungkasnya.