Wednesday, May 21, 2025
22.7 C
Jayapura

Pemerintah Pusat Berkontribusi Memelihara Kekerasan Bersenjata

JAYAPURA – Eskalasi kekerasan yang terus meningkat di Papua diprediksi akan terus memakan korban jiwa baik warga sipil maupun aparat keamanan. Ini dikatakan tak lepas karena aktor utama sumber kekerasan berdarah ini belum sadar dan tidak melakukan evaluasi atas kebijakannya yang diambil.

Sumber utama kakerasan berdarah yang dimaksud adalah negara atau pemerintah pusat. Mereka dikatakan secara tidak langsung telah membiayai OPM dengan program dana desa atau dana kampung.

“Saya sudah lakukan riset bahwa sejak tahun 2021, atau sejak perubahan kedua UU Otsus Papua, dana desa yang masuk ke Papua, setiap tahun 330 – 337 juta US dolar atau sekitar Rp 5,4 – Rp 5,5 triliun rupiah,” jelas salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung memaparkan hasil penelitiannya saat menghubungi Cenderawasih Pos, Minggu (18/5).

Baca Juga :  KKB Berulah, Bakar Camp dan Tewaskan Seorang Pekerja Tambang

Ia menyampaikan bahwa belum ada mekanisme kontrol dan pengawasan yang jelas dan ketat terhadap pengelolaan dana desa membuat dana desa untuk Papua akhirnya menjadi dana revolusioner yang juga digunakan untuk perjuangan Papua merdeka.

“Saya menyebut dana desa di Papua dana revolusioner karena sudah digunakan OPM untuk membeli senjata dan amunisi dari anggota TNI dan Polri,” bebernya.

Selain itu uang ini juga digunakan untuk membeli senjata dari luar negeri, terutama dari pasar senjata di Mindanao, Philipina Selatan.

“Senjata otomatis pelontar granat yang sekarang ada di tangan kelompok egianus kogoya di Nduga, dan juga di kelompok taplo di Pegunungan Bintang, itu berasal dari Mindanao. Saya punya data tersebut dan ada tertulis dalam disertasi doktoral saya,” tambah Marinus Yaung.

Baca Juga :  BPKP: Baru 4 Pemda di Papua Gunakan Aplikasi FMIS

JAYAPURA – Eskalasi kekerasan yang terus meningkat di Papua diprediksi akan terus memakan korban jiwa baik warga sipil maupun aparat keamanan. Ini dikatakan tak lepas karena aktor utama sumber kekerasan berdarah ini belum sadar dan tidak melakukan evaluasi atas kebijakannya yang diambil.

Sumber utama kakerasan berdarah yang dimaksud adalah negara atau pemerintah pusat. Mereka dikatakan secara tidak langsung telah membiayai OPM dengan program dana desa atau dana kampung.

“Saya sudah lakukan riset bahwa sejak tahun 2021, atau sejak perubahan kedua UU Otsus Papua, dana desa yang masuk ke Papua, setiap tahun 330 – 337 juta US dolar atau sekitar Rp 5,4 – Rp 5,5 triliun rupiah,” jelas salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung memaparkan hasil penelitiannya saat menghubungi Cenderawasih Pos, Minggu (18/5).

Baca Juga :  Polisi Masih Gelap Tujuan Penembakan di Puncak Jaya

Ia menyampaikan bahwa belum ada mekanisme kontrol dan pengawasan yang jelas dan ketat terhadap pengelolaan dana desa membuat dana desa untuk Papua akhirnya menjadi dana revolusioner yang juga digunakan untuk perjuangan Papua merdeka.

“Saya menyebut dana desa di Papua dana revolusioner karena sudah digunakan OPM untuk membeli senjata dan amunisi dari anggota TNI dan Polri,” bebernya.

Selain itu uang ini juga digunakan untuk membeli senjata dari luar negeri, terutama dari pasar senjata di Mindanao, Philipina Selatan.

“Senjata otomatis pelontar granat yang sekarang ada di tangan kelompok egianus kogoya di Nduga, dan juga di kelompok taplo di Pegunungan Bintang, itu berasal dari Mindanao. Saya punya data tersebut dan ada tertulis dalam disertasi doktoral saya,” tambah Marinus Yaung.

Baca Juga :  Dies Natalis ke-30, FEB Uncen Harus Berintegritas dan Berdaya Saing

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/