Padahal lanjut Dosen Tata Negara Fakultas Hukum Uniyap itu, secara undang-undang seperti dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001 yang kemudian dirubah menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2021.Khusus bab 7 pasal 28 itu ayat 1, jelas menyebutkan penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik.
Adapun menurutnya penduduk yang dimaksud, adalah orang asli Papua maupun migran yang atau keturunan OAP. Dapat diangkat menjadi anggota legislatif melalui kursi pengangkatan.
Kemudian pada ayat 2 kedua UU OTSUS tersebut sangat jelas menjelaskan tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan mengacu pada pasal pasal tersebut rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua harusnya dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. “Ini perintah undang-undang, jadi wajib dijalankan,” tegasnya
Lebih lanjut disampaikan oleh Alumni Uncen itu menyampaikanbahwa ayat 4 UU Otsus penjelasannya sangat jelas rekrutment partai politik wajib meminta pertimbangan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP).
Karena MRP dibentuk untuk merepresentasi suara orang asli Papua dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk hak-hak politik. Sehingga hal itu harusnya menjadi dasar perekrutmen kader partai oleh partai pengusung.
“Jika persoalanya seperti yang terjadi saat ini dimana banyak putra-putri Papua yang kemudian tidak berhasil, maka patut dipertanyakan apakah partai politiknya sudah melaksanakan perintah UU Otsus atau belum,” tandasnya.
Persoalan ini kata Alumni S2, Ketahanan Nasional UGM itu menjadi tanggungjawab MRP dan partai politik. Sebab didalam UU Otsus perintahnya sangat jelas. Partai Politik wajib membina kader-kadernya. Sehingga kader-kadernya ini betul-betul siap untuk menang tapi juga siap untuk kalah.
“Jangan cuma siap untuk menang tapi tidak siap untuk kalah itu tanggung jawab partai politik maupun kader partai politik itu sendiri,” ujarnya.