Saturday, April 20, 2024
26.7 C
Jayapura

Tahun 2019, 672 Rumah Tangga Bubar

*572 Rumah Tangga Divonis Cerai di Pengadilan Agama Kota Jayapura, 100 Lainnya di PN Jayapura

JAYAPURA-Sepanjang tahun 2019, sebanyak 672 rumah tangga terpaksa bubar lantaran kasus perceraian. 

Dari jumlah tersebut 572 kasus cerai divonis di Pengadilan Agama Kota Jayapura dan 100 kasus cerai lainnya di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura.

Dari data tersebut, angka perceraian di Kota Jayapura pada tahun 2019 dipastikan berada di atas 572 kasus. Hal ini berdasarkan kasus cerai yang ditangani Pengadilan Agama Jayapura sebanyak 572 kasus dan sisanya 100 kasus yang divonis PN Jayapura, lebih dominan kasus cerai di Kota Jayapura. 

Bila dibandingkan data tahun 2018, angka perceraian di tahun 2019 mengalami peningkatan. 

Pengadilan Agama  Kota Jayapura yang dikonfirmasi melalui Panitera Muda Hukum, Waani, SH., menyebutkan, tahun 2019 lalu Pengadilan Agama Kota Jayapura menerima gugatan cerai sebanyak 620 kasus. Dari jumlah tersebut, 572 perkara yang sudah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Agama Kota Jayapura.

“Jika dibandingkan tahun 2018, kasus cerai pada tahun 2019 meningkat. Sebab tahun 2018 lalu, kasus yang kami tangani tidak sampai 600,” jelas Waani kepada Cenderawasih Pos, Selasa (14/1).  

Dari 620 gugatan cerai yang diajukan ke Pengadilan Agama Kota Jayapura, menurut Waani alasan perceraian bermacam-macam. Namun yang paling banyak yaitu adanya ketidakcocokan dalam rumah tangga yang menyebabkan sering terjadi cekcok dan pertengkaran antara pasangan suami istri (Pasutri). Alasan lain  yaitu adanya pihak ketiga baik itu WIL (wanita idaman lain) maupun PIL (pria idaman lain). “Penyebab lainnya yaitu masalah ekonomi,” tambahnya. 

Baca Juga :  Mendagri Ingatkan Jangan Alergi dengan Investor 

Dikatakan, , sebelum dilakukan proses persidangan perceraian, Pengadilan Agama Kota Jayapura terlebih dahulu melakukan mediasi antara kedua belah pihak. Dalam mediasi tersebut, Pasutri yang mengajukan gugatan cerai, diberikan wejangan untuk tetap mempertahankan rumah tangga jangan ada perceraian.

  Namun upaya ini menurut Waani terkadang membuahkan hasil. Pasalnya tidak sedikit, Pasutri yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama sudah putus asa dan memilih cerai sebagai jalan keluarnya.

 “Kebanyakan yang datang mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama Kota Jayapura dari pihak istri. Untuk sisa perkara perceraian yang di tahun 2018 untuk diselesaikan tahun 2019 memang ada 81 perkara. Sementara tahun 2019 ada 48 perkara dan akan diselesaikan tahun ini,” tandasnya. 

Ditambahkan, untuk putusan perkara prosesnya lebih dari 5 bulan, pihaknya tetap melaporkan kepada  Pengadilan Tinggi Agama, dengan memberitahukan alasannya. Sementara jika tidak ada kendala proses mengurus perceraian bisa lebih cepat kurang dari 3 bulan.

 Di tempat terpisah Ketua Pengadilan Negeri Jayapura Kelas I A, Khamim Tohari, SH., M.Hum., mengatakan, kasus perceraian dari data yang masuk tahun 2019 ada 132 kasus dan yang sudah diputus 100. Sisanya 32 kasus menurut Tohari diselesaikan tahun ini. 

 Dominan faktor perceraian dikarenakan tidak ada faktor kecocokan dalam rumah tangga, adanya pertengkaran terus menerus akibat adanya satu pasangan sangat egois tidak mau diajak hidup berumah tangga. Alasan lainnya yaitu akibat sudah nyaman bekerja untuk istri akhirnya tidak mau mengurus suami dan anak.

Baca Juga :  Menjadi Preseden Buruk  di Dunia Kesehatan

“Sementara untuk suami sudah sukses pingin nikah lagi, akhirnya terjadi  pertengkaran terus menerus. Kondisi ini menyebabkan salah satu pasangan tidak kuat minta cerai. Untuk faktor kedua akibat adanya  pihak ketiga baik dari suami atau istri maupun faktor ekonomi,” tuturnya.

 “Kasus perceraian ini kasusnya meningkat jika dibanding tahun 2018, karena tahun 2018 tidak sampai 132 sekitar 120 kasus perceraian,” sambungnya.

   Menurutnya, dalam kasus perceraian yang ditangani PN Jayapura,  diharapkan kedua belah pihak bisa saling berdamai. Upaya ini dilakukan dengan cara mediasi, tapi terkadang tidak ada jalan keluar, hingga akhirnya sampai pada putusan cerai  di Pengadilan Negeri Jayapura.

 Diakuinya,  untuk kasus perceraian yang ditangani PN Jayapura masih dominan di Kota Jayapura. “Ada juga Kabupaten Keerom dan Kabupaten Jayapura,” tambahnya.

Menurutnya, dalam penyelesaian perkara perdata baik itu kasus perceraian maksimum itu 5 bulan harus bisa selesai. Namun untuk perceraian tidak sampai 5 bulan, apalagi jika pihak-pihak yang berperkara bisa hadir, maka dipastikan cepat selesai. 

“Tapi jika salah satu tidak hadir bisa lama. Karena adanya pemanggilan jika alamatnya tidak diketahui pasti repot,” tuturnya.

 Sedangkan, kalau lebih dari 5 bulan perkara ini belum selesai, maka pihaknya harus membuat laporan pertanggungjawaban ke Pengadilan Tinggi Jayapura yang disertai dengan alasannya.(dil/nat)

*572 Rumah Tangga Divonis Cerai di Pengadilan Agama Kota Jayapura, 100 Lainnya di PN Jayapura

JAYAPURA-Sepanjang tahun 2019, sebanyak 672 rumah tangga terpaksa bubar lantaran kasus perceraian. 

Dari jumlah tersebut 572 kasus cerai divonis di Pengadilan Agama Kota Jayapura dan 100 kasus cerai lainnya di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura.

Dari data tersebut, angka perceraian di Kota Jayapura pada tahun 2019 dipastikan berada di atas 572 kasus. Hal ini berdasarkan kasus cerai yang ditangani Pengadilan Agama Jayapura sebanyak 572 kasus dan sisanya 100 kasus yang divonis PN Jayapura, lebih dominan kasus cerai di Kota Jayapura. 

Bila dibandingkan data tahun 2018, angka perceraian di tahun 2019 mengalami peningkatan. 

Pengadilan Agama  Kota Jayapura yang dikonfirmasi melalui Panitera Muda Hukum, Waani, SH., menyebutkan, tahun 2019 lalu Pengadilan Agama Kota Jayapura menerima gugatan cerai sebanyak 620 kasus. Dari jumlah tersebut, 572 perkara yang sudah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Agama Kota Jayapura.

“Jika dibandingkan tahun 2018, kasus cerai pada tahun 2019 meningkat. Sebab tahun 2018 lalu, kasus yang kami tangani tidak sampai 600,” jelas Waani kepada Cenderawasih Pos, Selasa (14/1).  

Dari 620 gugatan cerai yang diajukan ke Pengadilan Agama Kota Jayapura, menurut Waani alasan perceraian bermacam-macam. Namun yang paling banyak yaitu adanya ketidakcocokan dalam rumah tangga yang menyebabkan sering terjadi cekcok dan pertengkaran antara pasangan suami istri (Pasutri). Alasan lain  yaitu adanya pihak ketiga baik itu WIL (wanita idaman lain) maupun PIL (pria idaman lain). “Penyebab lainnya yaitu masalah ekonomi,” tambahnya. 

Baca Juga :  *Manajer Persipura Apresiasi Dukungan Gubernur Papua

Dikatakan, , sebelum dilakukan proses persidangan perceraian, Pengadilan Agama Kota Jayapura terlebih dahulu melakukan mediasi antara kedua belah pihak. Dalam mediasi tersebut, Pasutri yang mengajukan gugatan cerai, diberikan wejangan untuk tetap mempertahankan rumah tangga jangan ada perceraian.

  Namun upaya ini menurut Waani terkadang membuahkan hasil. Pasalnya tidak sedikit, Pasutri yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama sudah putus asa dan memilih cerai sebagai jalan keluarnya.

 “Kebanyakan yang datang mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama Kota Jayapura dari pihak istri. Untuk sisa perkara perceraian yang di tahun 2018 untuk diselesaikan tahun 2019 memang ada 81 perkara. Sementara tahun 2019 ada 48 perkara dan akan diselesaikan tahun ini,” tandasnya. 

Ditambahkan, untuk putusan perkara prosesnya lebih dari 5 bulan, pihaknya tetap melaporkan kepada  Pengadilan Tinggi Agama, dengan memberitahukan alasannya. Sementara jika tidak ada kendala proses mengurus perceraian bisa lebih cepat kurang dari 3 bulan.

 Di tempat terpisah Ketua Pengadilan Negeri Jayapura Kelas I A, Khamim Tohari, SH., M.Hum., mengatakan, kasus perceraian dari data yang masuk tahun 2019 ada 132 kasus dan yang sudah diputus 100. Sisanya 32 kasus menurut Tohari diselesaikan tahun ini. 

 Dominan faktor perceraian dikarenakan tidak ada faktor kecocokan dalam rumah tangga, adanya pertengkaran terus menerus akibat adanya satu pasangan sangat egois tidak mau diajak hidup berumah tangga. Alasan lainnya yaitu akibat sudah nyaman bekerja untuk istri akhirnya tidak mau mengurus suami dan anak.

Baca Juga :  Pembebasan Sandera Kedepankan Polri-Pemkab Nduga

“Sementara untuk suami sudah sukses pingin nikah lagi, akhirnya terjadi  pertengkaran terus menerus. Kondisi ini menyebabkan salah satu pasangan tidak kuat minta cerai. Untuk faktor kedua akibat adanya  pihak ketiga baik dari suami atau istri maupun faktor ekonomi,” tuturnya.

 “Kasus perceraian ini kasusnya meningkat jika dibanding tahun 2018, karena tahun 2018 tidak sampai 132 sekitar 120 kasus perceraian,” sambungnya.

   Menurutnya, dalam kasus perceraian yang ditangani PN Jayapura,  diharapkan kedua belah pihak bisa saling berdamai. Upaya ini dilakukan dengan cara mediasi, tapi terkadang tidak ada jalan keluar, hingga akhirnya sampai pada putusan cerai  di Pengadilan Negeri Jayapura.

 Diakuinya,  untuk kasus perceraian yang ditangani PN Jayapura masih dominan di Kota Jayapura. “Ada juga Kabupaten Keerom dan Kabupaten Jayapura,” tambahnya.

Menurutnya, dalam penyelesaian perkara perdata baik itu kasus perceraian maksimum itu 5 bulan harus bisa selesai. Namun untuk perceraian tidak sampai 5 bulan, apalagi jika pihak-pihak yang berperkara bisa hadir, maka dipastikan cepat selesai. 

“Tapi jika salah satu tidak hadir bisa lama. Karena adanya pemanggilan jika alamatnya tidak diketahui pasti repot,” tuturnya.

 Sedangkan, kalau lebih dari 5 bulan perkara ini belum selesai, maka pihaknya harus membuat laporan pertanggungjawaban ke Pengadilan Tinggi Jayapura yang disertai dengan alasannya.(dil/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya