Dirjen Kesbangpol Kemendagri bahkan di Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai satu-satu Lembaga yang mewadahi Komunal Kolegial di Provinsi Papua tentu dapat memberikan dukungan atas terbentuknya keanggotaan DPRK Kabupaten dan DPR Kota yang berasal dari Unsur Masyarakat Adat (Sementara di DPR Papua suda ada perwakilan masyarakat adat sebanyak 14 kursi, yang dilakukan melalui proses seleks terbatas).
Sesuai dengan putusan MK No 161/2009 berlaku hanya sampai tahun 2019. Sementara pengangkatan anggota DPR Papua setelah tahun 2019 tidak memiliki dasar hukum. Unsur masyarakat adat diperlukan sebagai representasi dari sifat Komunal Kolegial, yang akan membawa aspirasi dan kepentingan masyarakat adat yang dalam sebuah fraksi yang utuh, bukan keanggotaannya disebar di sejumlah fraksi yarg berasal dari partai politik atau gabungan partai politik.
Sementara, sifat kolektif kolektif kolegi merupakan cerminan dari representasi partai politik dan atau gabungan parlemen. Terkait dengan pembentukan dan pengangkatan anggota DPR Papua dan DPR Kabupaten/Kota yang berasal dari unsur masyarakat adat menjadi aspirasi penting untuk segera dibahas dan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden peraturan perundangan lainnya yang relevan dengan isu dimaksud.
Atas usulan itu lahirlah pasal 6A UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang UU Otsus. Pertama, sesuai dengan putusan MK No 161/2009 berlaku hanya sampai dengan 2019, sementara pengangkatan anggota DPR Papua setelah tahun 2019 tidak memiliki lagi payung hukum atau terjadi kekosongan hukum sebagai dasar pengangkatan, untuk itu disepakati perlu disusunnya Draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang terkait dengan usulan pembentukan dan pengangkatan anggota DPR-Papua dan DPR-Kabupaten/Kota yang berasal dari unsur masyarakat adat dengan proses seleksi terbatas, untuk disampaikan kepada Presiden RI melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementrian Dalam Negeri sebagai unsur Pemerintah Pusat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan UU No 21/2001.