Friday, October 18, 2024
28.7 C
Jayapura

Pemerintah Didesak Batalkan Proses Pengangkatan DPRK

JAYAPURA – Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tanah Papua mendesak pemerintah membatalkan seluruh proses pengangkatan Dewan Perwakilan Daerah (DPR) baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh tanah Papua. Hal itu ditegaskan oleh Sekretaris Jendral LMA Tanah Papua, Paskalis Netep didampingi anggota LMA di Hotel Grand Abepura, Rabu (9/10).

Adanya tuntutan ini, karena melihat fenomena politik saat ini, dimana LMA tanah Papua sebagai pencetus lahirnya Pasal 6A UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) sama sekali tidak diakomodir sebagai bagian dari panitia seleksi ataupun tim pengangkatan DPRP dan DPRK.

Padahal DPRP dan DPRK dibentuk berdasarkan pasal 6A UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang UU Otsus. Didalam pasal itu jelas mengatur bahwa seluruh tahapan pengangkatan DPRP dan DPRK harus mengacu pada rekomendasi LMA, tapi juga LMA yang berwenang menetapkan anggota DPRP dan DPRK. “Ironisnya justru pemerintah daerah yang mengambil alih kewenangam itu,” kata Paskalis.

Baca Juga :  17 Orang Saksi Diperiksa, Dua Anggota TNI Dirujuk

Dikatakan Pasal 6A UU Otsus dibentuk berdasarkan hasil ide dan gagasan LMA bersama tim analisis Universitas Cendrawasih. Itu dibentuk sejak tahun 2019 lalu. Pemebentukan Pasal 6A UU Otsus ini didasari dengan berbagai fenomena politik di Papua. Dimana representasi OAP menduduki kursi legislatif melalui proses pemiluhan umum sangat minim. Seperti tahun 2019 rata-rata OAP yang terpilih sebagai legislatif diberbagai Kabupaten/Kota di tanah Papua hanya 3-5 orang.

Padahal UU Otsus jilid 1 sudah sangat jelas mengatur tentang kekhususan atau afirmasi OAP didalam Pemilu legislatif. Akan tetapi yang terjadi justru sebagian besar kursi legislatif ini diduduki oleh non OAP. Atas perosalan itulah sehingga pada tahun 2019 LMA mengajukan usulan dengan membawa hasil ide dan gagasan mereka ke pemerintah pusat. Tujuannya untuk mengatur secara jelas tentang kursi pengangkatan DPRP maupun DPRK di tanah Papua. Dengan berbagai lika liku, akhirnya gagasan itu diterima oleh pemerintah pusat sehingga lahirlah Pasal 6A UU Otsus jilid II.

Baca Juga :  Jadi Tersangka, Kapolresta Tegaskan Proses!

“Kami yang pergi ke Jakarta, semuanya pakai uang pribadi sampai pasal ini ditetapkan kami berupaya berjuang sendiri. Tapi begitu jadi orang lain yang menikmati,” tandasnya. Diapun mengatakan tuntutan itu dilayangkan bukan karena adanya intervensi dari pihak manapun. Namun hanya ingin menyuarakan hak mereka sebagai pencetus lahirnya pasal 6A UU Otsus Jilid II. “UU ini milik kami, tidak ada pihak lain yang boleh mengaku tentang pasal 6A UU Otsus, karena pasal ini sudah ditetapkan dalam hak cipta,” tegasnya.

Oleh sebab itu pihaknya mendesak pemerintah untuk segera membatalkan proses pengangkatan DPRP dan DPRK di seluruh tanah Papua. Karena pengangkatan DPRP dan DPRK di tanah Papua tidak berdasarkan printah Pasal 6A UU Otsus Jilid II. Dimana yang berwenang bekerja mengurus pengangkatan anggota DPRP dan DPRK hanya LMA bukan pemerintah daerah.

JAYAPURA – Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tanah Papua mendesak pemerintah membatalkan seluruh proses pengangkatan Dewan Perwakilan Daerah (DPR) baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh tanah Papua. Hal itu ditegaskan oleh Sekretaris Jendral LMA Tanah Papua, Paskalis Netep didampingi anggota LMA di Hotel Grand Abepura, Rabu (9/10).

Adanya tuntutan ini, karena melihat fenomena politik saat ini, dimana LMA tanah Papua sebagai pencetus lahirnya Pasal 6A UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) sama sekali tidak diakomodir sebagai bagian dari panitia seleksi ataupun tim pengangkatan DPRP dan DPRK.

Padahal DPRP dan DPRK dibentuk berdasarkan pasal 6A UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang UU Otsus. Didalam pasal itu jelas mengatur bahwa seluruh tahapan pengangkatan DPRP dan DPRK harus mengacu pada rekomendasi LMA, tapi juga LMA yang berwenang menetapkan anggota DPRP dan DPRK. “Ironisnya justru pemerintah daerah yang mengambil alih kewenangam itu,” kata Paskalis.

Baca Juga :  17 Orang Saksi Diperiksa, Dua Anggota TNI Dirujuk

Dikatakan Pasal 6A UU Otsus dibentuk berdasarkan hasil ide dan gagasan LMA bersama tim analisis Universitas Cendrawasih. Itu dibentuk sejak tahun 2019 lalu. Pemebentukan Pasal 6A UU Otsus ini didasari dengan berbagai fenomena politik di Papua. Dimana representasi OAP menduduki kursi legislatif melalui proses pemiluhan umum sangat minim. Seperti tahun 2019 rata-rata OAP yang terpilih sebagai legislatif diberbagai Kabupaten/Kota di tanah Papua hanya 3-5 orang.

Padahal UU Otsus jilid 1 sudah sangat jelas mengatur tentang kekhususan atau afirmasi OAP didalam Pemilu legislatif. Akan tetapi yang terjadi justru sebagian besar kursi legislatif ini diduduki oleh non OAP. Atas perosalan itulah sehingga pada tahun 2019 LMA mengajukan usulan dengan membawa hasil ide dan gagasan mereka ke pemerintah pusat. Tujuannya untuk mengatur secara jelas tentang kursi pengangkatan DPRP maupun DPRK di tanah Papua. Dengan berbagai lika liku, akhirnya gagasan itu diterima oleh pemerintah pusat sehingga lahirlah Pasal 6A UU Otsus jilid II.

Baca Juga :  Dialog Damai yang Digagas Komnas HAM RI Dipertanyakan

“Kami yang pergi ke Jakarta, semuanya pakai uang pribadi sampai pasal ini ditetapkan kami berupaya berjuang sendiri. Tapi begitu jadi orang lain yang menikmati,” tandasnya. Diapun mengatakan tuntutan itu dilayangkan bukan karena adanya intervensi dari pihak manapun. Namun hanya ingin menyuarakan hak mereka sebagai pencetus lahirnya pasal 6A UU Otsus Jilid II. “UU ini milik kami, tidak ada pihak lain yang boleh mengaku tentang pasal 6A UU Otsus, karena pasal ini sudah ditetapkan dalam hak cipta,” tegasnya.

Oleh sebab itu pihaknya mendesak pemerintah untuk segera membatalkan proses pengangkatan DPRP dan DPRK di seluruh tanah Papua. Karena pengangkatan DPRP dan DPRK di tanah Papua tidak berdasarkan printah Pasal 6A UU Otsus Jilid II. Dimana yang berwenang bekerja mengurus pengangkatan anggota DPRP dan DPRK hanya LMA bukan pemerintah daerah.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya