Thursday, March 28, 2024
31.7 C
Jayapura

Diselamatkan OAP, Disembunyikan di Kandang Babi 4 Jam

Kisah Keluarga Siti Nurjana yang Lolos dari Maut Saat Kerusuhan Wamena

Siti Nurjana dan keluarganya saat ditemui Cenderawasih Pos di Posko penampungan sementara di Rindam XVII/Cenderawasih,  Kamis (3/10). (FOTO : Robert Mboik/Cepos)

Peristiwa kerusuhan yang terjadi di Wamena, 23 September lalu masih meninggalkan sejumlah kisah yang tidak mudah dilupakan oleh sebagian orang yang mengalaminya. Salah satunya keluarga Siti Nurjana. Berikut kisahnya.

Laporan Robert Mboik, Sentani

Siti Nurjana dan keluarganya merupakan salah satu dari ribuan warga yang mengungsi keluar dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya pasca kerusuhan yang pecah, Senin (23/9) lalu. 

Pasca kerusuhan tersebut, Siti Nurjana bersama suami dan anaknya, memilih meninggalkan Wamena. 

Kamis (3/10) kemarin, Nurjana bersama suami dan anaknya masih berada di Posko Pengungsian di Rindam XVII/Cenderawasih di Sentani, Kabupaten Jayapura. 

Saat ditemui Cenderawasih Pos di pengungsian, Nurjana mengaku masih belum percaya jika ia masih diberikan kesempatan untuk hidup.  Bahkan dirinya masih trauma dan belum mampu menghilangkan rasa takutnya pasca kejadian itu. 

Ketika aksi massa pecah dan berakhir rusuh, Nurjana bersama keluarganya sedang berada di dapur. Sehari-hari, Nurjana berjualan nasi dan membuka warung kopi, sementara suaminya bekerja sebagai tukang ojek. 

Dari hasil pernikahan dengan suaminya, ia dikaruniai seorang anak laki laki  yang saat ini baru menginjak usia dua tahun.

Dia mengisahkan, kejadian itu terjadi sangat cepat sehingga tak ada satupun orang yang mengetahui kalau ada rencana aksi yang melibatkan ribuan warga lokal di Wamena. 

Seperti biasa sejak pagi Nurjana sudah menyiapkan jualannya di dapur tempat ia bersama keluarganya tinggal. Namun pagi itu tidak seperti biasanya. Suasana di luar rumahnya tiba-tiba sangat ramai  dan sesaat kemudian di beberapa bagian sisi rumahnya terlihat nyala api yang besar yang disulut warga. 

Baca Juga :  Hari Otsus Harusnya Jadi Hari Perenungan Bagi Masyarakat Papua.

Ia menggambarkan saat aksi berlangsung, massa yang datang sangat banyak dan semuanya terlihat  sangat marah. 

Tak hanya tempat tinggal dan tempat usahanya yang dibakar, Nurjana bersama suami dan anak semata wayangnya juga nyaris kehilangan nyawa.

“Saat itu, saya sedang memasak untuk persiapan jualan. Belum sempat saya selesaikan pekerjaan, ada keributan dan suara teriakan di luar warung,” ungkapnya. 

Sesaat kemudian, warga menurut Nurjana sudah mengepung rumah dan mulai membakar rumah dari berbagai arah. 

Dalam situasi yang panik dan massa di luar makin tak terkendali, Nurjana bersam suami dan anaknya tidak mempunyai kesempatan untuk mencari perlindungan. Pasalnya sekelompok orang datang  melakukan aksi anarkis dengan brutal, keji dan membabibuta. 

Dalam kondisi rumah sudah  terbakar,  massa  berusaha merangsek masuk rumah untuk menghabisi  siapapun yang ada di dalam rumah.

Saat itu, Nurjana bersama suaminya hanya bisa pasrah dan menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Ia bersama suami tidak melakukan perlawanan atau bahkan menghindar.

 “Saya dihajar pakai balok di kepala bagian belakang sampai luka besar. Ditendang dan dipukul. Saya tidak berdaya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. 

Para pelaku menurut Nurjana juga menganiaya suaminya dan bahkan hendak menghabisi anaknya yang masih berumur dua tahun. “Saat mereka hendak membunuh anak kami, suami saya hanya bilang kasihan itu anak saya, dia masih kecil. Kemudian segerombolan orang ini pergi meninggalkan kami,” jelasnya.

Akibat penganiayaan yang dialaminya, perempuan yang kini berusia kepala tiga ini sempat pusing dan pingsan. Namun sebelum api menjalar seisi rumah, dengan sisa tenaga yang ada, Nurjana bersama keluarganya berusaha keluar rumah agar tidak  ikut terpanggang. 

Baca Juga :  Perusahaan dan Tenaga Kerja Harus Jeli Lihat Permenaker JHT

Setelah berhasil lolos dari kebrutalan massa dan kepungan api, Nurjana bersama keluarganya diselamatkan oleh warga Orang Asli Papua (OAP) yang tinggal di belakang rumahnya.

Tetangga yang biasa dipanggil Mama oleh Nurjana dan keluarganya, langsung menolong mereka. Nurjana beserta keluarganya kemudian diminta bersembunyi di kandang babi milik tetangganya itu. Kurang lebih selama empat jam mereka bertahan menyelamatkan diri di dalam kandang babi  sampai bantuan anggota Polri tiba.

“Kami mau pulang, saya tidak mau kembali lagi. Saya takut. Kami berharap segera dipulangkan. Itu saja,” ujarnya pilu.

Nurjana yang berasal dari Pati, Provinsi Jawa Tengah mengakui aksi anarkis yang terjadi di Wamena, Senin (23/9) lalu, telah meninggalkan luka bagi keluarganya. Harta benda yang sudah dikumpulkan sang suami bertahun-tahun lamanya hilang dalam sekejap dilahap api.

Tak ada satupun harta benda yang bisa diselamatkan dalam peristiwa itu. Termasuk sepeda motor yang selama ini menjadi sandaran hidup mereka juga ludes dibakar. Semua perabot dalam rumah juga habis terbakar.

“Kami semua hanya luput dengan pakaian di badan dan handphone masih terselamatkan,” ucapnya dengan mata yang berlinang air mata. 

Kejadian yang Nurjana alami di Wamena, membuat keluarganya  trauma berat. Ia bahkan bersumpah tidak lagi kembali ke Wamena dan berharap segera dipulangkan ke kampung halamannya di Pati. 

Niat untuk mengubah hidup sirna sudah, namun apalah daya semua kehendak Tuhan. Namun Nurjana dan keluarga kecilnya  masih bersyukur karena Tuhan masih menolongnya dalam kondisi sulit itu.

“Saya baru 20 hari di sini ikut suami yang ngojek di Wamena. Tuhan masih memberi kami hidup,” tutupnya. ***

Kisah Keluarga Siti Nurjana yang Lolos dari Maut Saat Kerusuhan Wamena

Siti Nurjana dan keluarganya saat ditemui Cenderawasih Pos di Posko penampungan sementara di Rindam XVII/Cenderawasih,  Kamis (3/10). (FOTO : Robert Mboik/Cepos)

Peristiwa kerusuhan yang terjadi di Wamena, 23 September lalu masih meninggalkan sejumlah kisah yang tidak mudah dilupakan oleh sebagian orang yang mengalaminya. Salah satunya keluarga Siti Nurjana. Berikut kisahnya.

Laporan Robert Mboik, Sentani

Siti Nurjana dan keluarganya merupakan salah satu dari ribuan warga yang mengungsi keluar dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya pasca kerusuhan yang pecah, Senin (23/9) lalu. 

Pasca kerusuhan tersebut, Siti Nurjana bersama suami dan anaknya, memilih meninggalkan Wamena. 

Kamis (3/10) kemarin, Nurjana bersama suami dan anaknya masih berada di Posko Pengungsian di Rindam XVII/Cenderawasih di Sentani, Kabupaten Jayapura. 

Saat ditemui Cenderawasih Pos di pengungsian, Nurjana mengaku masih belum percaya jika ia masih diberikan kesempatan untuk hidup.  Bahkan dirinya masih trauma dan belum mampu menghilangkan rasa takutnya pasca kejadian itu. 

Ketika aksi massa pecah dan berakhir rusuh, Nurjana bersama keluarganya sedang berada di dapur. Sehari-hari, Nurjana berjualan nasi dan membuka warung kopi, sementara suaminya bekerja sebagai tukang ojek. 

Dari hasil pernikahan dengan suaminya, ia dikaruniai seorang anak laki laki  yang saat ini baru menginjak usia dua tahun.

Dia mengisahkan, kejadian itu terjadi sangat cepat sehingga tak ada satupun orang yang mengetahui kalau ada rencana aksi yang melibatkan ribuan warga lokal di Wamena. 

Seperti biasa sejak pagi Nurjana sudah menyiapkan jualannya di dapur tempat ia bersama keluarganya tinggal. Namun pagi itu tidak seperti biasanya. Suasana di luar rumahnya tiba-tiba sangat ramai  dan sesaat kemudian di beberapa bagian sisi rumahnya terlihat nyala api yang besar yang disulut warga. 

Baca Juga :  Sentra Gakkumdu Tangani Empat Perkara Dugaan Pelanggaran Pemilu

Ia menggambarkan saat aksi berlangsung, massa yang datang sangat banyak dan semuanya terlihat  sangat marah. 

Tak hanya tempat tinggal dan tempat usahanya yang dibakar, Nurjana bersama suami dan anak semata wayangnya juga nyaris kehilangan nyawa.

“Saat itu, saya sedang memasak untuk persiapan jualan. Belum sempat saya selesaikan pekerjaan, ada keributan dan suara teriakan di luar warung,” ungkapnya. 

Sesaat kemudian, warga menurut Nurjana sudah mengepung rumah dan mulai membakar rumah dari berbagai arah. 

Dalam situasi yang panik dan massa di luar makin tak terkendali, Nurjana bersam suami dan anaknya tidak mempunyai kesempatan untuk mencari perlindungan. Pasalnya sekelompok orang datang  melakukan aksi anarkis dengan brutal, keji dan membabibuta. 

Dalam kondisi rumah sudah  terbakar,  massa  berusaha merangsek masuk rumah untuk menghabisi  siapapun yang ada di dalam rumah.

Saat itu, Nurjana bersama suaminya hanya bisa pasrah dan menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Ia bersama suami tidak melakukan perlawanan atau bahkan menghindar.

 “Saya dihajar pakai balok di kepala bagian belakang sampai luka besar. Ditendang dan dipukul. Saya tidak berdaya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. 

Para pelaku menurut Nurjana juga menganiaya suaminya dan bahkan hendak menghabisi anaknya yang masih berumur dua tahun. “Saat mereka hendak membunuh anak kami, suami saya hanya bilang kasihan itu anak saya, dia masih kecil. Kemudian segerombolan orang ini pergi meninggalkan kami,” jelasnya.

Akibat penganiayaan yang dialaminya, perempuan yang kini berusia kepala tiga ini sempat pusing dan pingsan. Namun sebelum api menjalar seisi rumah, dengan sisa tenaga yang ada, Nurjana bersama keluarganya berusaha keluar rumah agar tidak  ikut terpanggang. 

Baca Juga :  BLT Sembako di Papua dan Papua Barat sudah Disalurkan

Setelah berhasil lolos dari kebrutalan massa dan kepungan api, Nurjana bersama keluarganya diselamatkan oleh warga Orang Asli Papua (OAP) yang tinggal di belakang rumahnya.

Tetangga yang biasa dipanggil Mama oleh Nurjana dan keluarganya, langsung menolong mereka. Nurjana beserta keluarganya kemudian diminta bersembunyi di kandang babi milik tetangganya itu. Kurang lebih selama empat jam mereka bertahan menyelamatkan diri di dalam kandang babi  sampai bantuan anggota Polri tiba.

“Kami mau pulang, saya tidak mau kembali lagi. Saya takut. Kami berharap segera dipulangkan. Itu saja,” ujarnya pilu.

Nurjana yang berasal dari Pati, Provinsi Jawa Tengah mengakui aksi anarkis yang terjadi di Wamena, Senin (23/9) lalu, telah meninggalkan luka bagi keluarganya. Harta benda yang sudah dikumpulkan sang suami bertahun-tahun lamanya hilang dalam sekejap dilahap api.

Tak ada satupun harta benda yang bisa diselamatkan dalam peristiwa itu. Termasuk sepeda motor yang selama ini menjadi sandaran hidup mereka juga ludes dibakar. Semua perabot dalam rumah juga habis terbakar.

“Kami semua hanya luput dengan pakaian di badan dan handphone masih terselamatkan,” ucapnya dengan mata yang berlinang air mata. 

Kejadian yang Nurjana alami di Wamena, membuat keluarganya  trauma berat. Ia bahkan bersumpah tidak lagi kembali ke Wamena dan berharap segera dipulangkan ke kampung halamannya di Pati. 

Niat untuk mengubah hidup sirna sudah, namun apalah daya semua kehendak Tuhan. Namun Nurjana dan keluarga kecilnya  masih bersyukur karena Tuhan masih menolongnya dalam kondisi sulit itu.

“Saya baru 20 hari di sini ikut suami yang ngojek di Wamena. Tuhan masih memberi kami hidup,” tutupnya. ***

Berita Terbaru

Artikel Lainnya