Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Susi Air Berharap KST Bebaskan Philip Tanpa Syarat

JAYAPURA-Sejak peristiwa pembakaran pesawat Susi Air PK-BVY di Lapangan Terbang (Lapter), Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, awal bulan lalu, sudah 22 hari Kelompok Separatis Teroris (KST) menyandera Philip Mark Mehrtens. Rabu (1/3) Susi Pudjiastuti sebagai pendiri Susi Air menyampaikan harapannya agar pilot berkewarganegaraan Selandia Baru itu segera dibebaskan tanpa syarat.

Susi mengungkapkan bahwa dirinya kenal betul dengan Philip dan keluarga. Khususnya istri Philip yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat. ”Philip saya ingat, karena sebelum dia resign dari Susi Air 2015, adalah salah satu pilot terbaik Susi Air,” imbuhnya. Setelah pandemi Covid-19 melanda, Philip kembali ke Susi Air. Mulai 2020 dia terbang di Papua. Oleh Susi Air, dia dipercaya menjadi captain pilot untuk penerbangan dengan pesawat Pilatus Porter.

Mantan menteri kelautan dan perikanan itu memastikan, Philip merupakan pilot andal. Selain Pilatus Porter, dia mampu menerbangkan beberapa jenis pesawat lain. Sebagai captain pilot, Philip memiliki jam terbang tinggi. Dia paham medan, tantangan alam, dan kondisi bandara-bandara di Papua. Termasuk Lapter Paro. Saat terbang ke distrik tersebut, Susi tegas menyatakan tidak ada peringatan. ”Pagi itu tidak ada alert apapun,” imbuhnya.

Paro merupakan salah satu distrik di Papua Pegunungan yang masuk dalam kontrak antara Susi Air dengan pemerintah. Daerah tersebut harus diterbangi oleh Susi Air lantaran ada dalam daftar penerbangan perintis. ”Rute perintis itu adalah rute yang ditentukan oleh pemerintah untuk diterbangi dan 65 persen disubsidi pemerintah,” jelas dia. Karena itu, tiket penerbangan perintis sangat terjangkau untuk masyarakat Papua. Hanya Rp 250 ribu.

Baca Juga :  Perketat Pengawasan Penyelundupan Senpi dan Amunisi

Berdasar data dari Susi Air, kontrak tersebut mereka peroleh setelah enam tahun terbang di Papua sejak 2006 lalu. Pada 2012, mereka mendapat kepercayaan tersebut lantaran maskapai lain sudah tidak terbang di sana. ”Jadi, kami dapat amanah dengan kontrak pemerintah, menerbangi rute perintis,” imbuhnya. Lantaran disubsidi oleh pemerintah, penerbangan perintis di Papua sangat penting bagi masyarakat di sana.

Sebelum peristiwa penyanderaan Philip, secara keseluruhan rata-rata penerbangan Susi Air di Papua berkisar pada angka 70 – 120 penerbangan per hari. Pasca peristiwa itu, penerbangan Susi Air di Papua turun cukup signifikan. Khusus penerbangan Pilatus Porter, 70 persen diantaranya untuk sementara berhenti terbang. Itu sama dengan 25 penerbangan dari total 30 – 40 penerbangan Pilatus Porter setiap harinya.

Dalam sekali terbang, Pilatus Porter bisa membawa tujuh sampai sembilan penumpang atau 900 kilogram muatan. Dengan berkurangnya penerbangan pesawat tersebut, bukan hanya mobilitas masyarakat yang terganggu, suplai kebutuhan untuk masyarakat pun terhambat. Sebab, pesawat Pilatus Porter hanya terbang ke daerah yang tidak bisa didarati pesawat caravan. ”Jadi, kalau Pilatus Porter tidak terbang. Hanya bisa digantikan dengan helikopter,” bebernya.

Untuk itu, Susi menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat di Papua. Sebab, banyak penerbangan Susi Air yang kini harus berhenti. Selain alasan keamanan, armada yang berkurang lantaran satu pesawat mereka dibakar KST, dia menyatakan bahwa pilot-pilot Susi Air di Papua juga mengalami trauma. ”Confident diantara pilot-pilot kami tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah pegunungan (Papua),” imbuhnya.

Baca Juga :  Kali I Daerah Rawan, Kita Tidak Memiliki Pos Keamanan di Daerah Tersebut

Apalagi setelah 22 hari, keberadaan Philip masih belum diketahui. ”Kami tetap berharap dan berdoa pilot kami Capt Philip bisa dibebaskan, tanpa syarat kalau bisa,” kata Susi. Dia menyatakan, terkait upaya pencarian, pihaknya menyerahkan secara penuh kepada otoritas setempat. Baik pemerintah daerah maupun aparat keamanan. ”Saya dengan pemerintah daerah terus melakukan soft approach, TNI – Polri juga melakukan persiapan-persiapan untuk penjemputan,”  tambah dia.

Diakui oleh Susi, peristiwa yang dialami oleh Philip sangat mengejutkan bagi dirinya. Dia sama sekali tidak ingin hal buruk menimpa pilot Susi Air. Usai menyampaikan keterangan kepada awak media kemarin, dia tampak berkaca-kaca dan berusaha menyeka air mata. “Sebagai pribadi (bagi saya) memperjuangkan kemerdekaan dengan mengambil kemerdekaan orang lain itu bukan cara yang bijak tentunya,” ujarnya.

Penasihat hukum Susi Air, Donal Fariz menyampaikan bahwa pihaknya sudah mendapat informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Nduga mengutus orang yang bisa berkomunikasi dengan KST. Namun, informasi detail terkait komunikasi tersebut belum diterima oleh Susi Air. ”Satu hal yang pasti, kelompok penyandera tidak mencoba atau tidak melakukan komunikasi apapun kepada perusahaan. Jadi zero komunikasi saat ini antara kelompok penyandera dengan kami,” tegasnya. (ade/wen/(syn/)

JAYAPURA-Sejak peristiwa pembakaran pesawat Susi Air PK-BVY di Lapangan Terbang (Lapter), Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, awal bulan lalu, sudah 22 hari Kelompok Separatis Teroris (KST) menyandera Philip Mark Mehrtens. Rabu (1/3) Susi Pudjiastuti sebagai pendiri Susi Air menyampaikan harapannya agar pilot berkewarganegaraan Selandia Baru itu segera dibebaskan tanpa syarat.

Susi mengungkapkan bahwa dirinya kenal betul dengan Philip dan keluarga. Khususnya istri Philip yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat. ”Philip saya ingat, karena sebelum dia resign dari Susi Air 2015, adalah salah satu pilot terbaik Susi Air,” imbuhnya. Setelah pandemi Covid-19 melanda, Philip kembali ke Susi Air. Mulai 2020 dia terbang di Papua. Oleh Susi Air, dia dipercaya menjadi captain pilot untuk penerbangan dengan pesawat Pilatus Porter.

Mantan menteri kelautan dan perikanan itu memastikan, Philip merupakan pilot andal. Selain Pilatus Porter, dia mampu menerbangkan beberapa jenis pesawat lain. Sebagai captain pilot, Philip memiliki jam terbang tinggi. Dia paham medan, tantangan alam, dan kondisi bandara-bandara di Papua. Termasuk Lapter Paro. Saat terbang ke distrik tersebut, Susi tegas menyatakan tidak ada peringatan. ”Pagi itu tidak ada alert apapun,” imbuhnya.

Paro merupakan salah satu distrik di Papua Pegunungan yang masuk dalam kontrak antara Susi Air dengan pemerintah. Daerah tersebut harus diterbangi oleh Susi Air lantaran ada dalam daftar penerbangan perintis. ”Rute perintis itu adalah rute yang ditentukan oleh pemerintah untuk diterbangi dan 65 persen disubsidi pemerintah,” jelas dia. Karena itu, tiket penerbangan perintis sangat terjangkau untuk masyarakat Papua. Hanya Rp 250 ribu.

Baca Juga :  Berpotensi Dibawa ke Pelanggaran HAM Berat

Berdasar data dari Susi Air, kontrak tersebut mereka peroleh setelah enam tahun terbang di Papua sejak 2006 lalu. Pada 2012, mereka mendapat kepercayaan tersebut lantaran maskapai lain sudah tidak terbang di sana. ”Jadi, kami dapat amanah dengan kontrak pemerintah, menerbangi rute perintis,” imbuhnya. Lantaran disubsidi oleh pemerintah, penerbangan perintis di Papua sangat penting bagi masyarakat di sana.

Sebelum peristiwa penyanderaan Philip, secara keseluruhan rata-rata penerbangan Susi Air di Papua berkisar pada angka 70 – 120 penerbangan per hari. Pasca peristiwa itu, penerbangan Susi Air di Papua turun cukup signifikan. Khusus penerbangan Pilatus Porter, 70 persen diantaranya untuk sementara berhenti terbang. Itu sama dengan 25 penerbangan dari total 30 – 40 penerbangan Pilatus Porter setiap harinya.

Dalam sekali terbang, Pilatus Porter bisa membawa tujuh sampai sembilan penumpang atau 900 kilogram muatan. Dengan berkurangnya penerbangan pesawat tersebut, bukan hanya mobilitas masyarakat yang terganggu, suplai kebutuhan untuk masyarakat pun terhambat. Sebab, pesawat Pilatus Porter hanya terbang ke daerah yang tidak bisa didarati pesawat caravan. ”Jadi, kalau Pilatus Porter tidak terbang. Hanya bisa digantikan dengan helikopter,” bebernya.

Untuk itu, Susi menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat di Papua. Sebab, banyak penerbangan Susi Air yang kini harus berhenti. Selain alasan keamanan, armada yang berkurang lantaran satu pesawat mereka dibakar KST, dia menyatakan bahwa pilot-pilot Susi Air di Papua juga mengalami trauma. ”Confident diantara pilot-pilot kami tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah pegunungan (Papua),” imbuhnya.

Baca Juga :  Layani Masyarakat dengan Baik!

Apalagi setelah 22 hari, keberadaan Philip masih belum diketahui. ”Kami tetap berharap dan berdoa pilot kami Capt Philip bisa dibebaskan, tanpa syarat kalau bisa,” kata Susi. Dia menyatakan, terkait upaya pencarian, pihaknya menyerahkan secara penuh kepada otoritas setempat. Baik pemerintah daerah maupun aparat keamanan. ”Saya dengan pemerintah daerah terus melakukan soft approach, TNI – Polri juga melakukan persiapan-persiapan untuk penjemputan,”  tambah dia.

Diakui oleh Susi, peristiwa yang dialami oleh Philip sangat mengejutkan bagi dirinya. Dia sama sekali tidak ingin hal buruk menimpa pilot Susi Air. Usai menyampaikan keterangan kepada awak media kemarin, dia tampak berkaca-kaca dan berusaha menyeka air mata. “Sebagai pribadi (bagi saya) memperjuangkan kemerdekaan dengan mengambil kemerdekaan orang lain itu bukan cara yang bijak tentunya,” ujarnya.

Penasihat hukum Susi Air, Donal Fariz menyampaikan bahwa pihaknya sudah mendapat informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Nduga mengutus orang yang bisa berkomunikasi dengan KST. Namun, informasi detail terkait komunikasi tersebut belum diterima oleh Susi Air. ”Satu hal yang pasti, kelompok penyandera tidak mencoba atau tidak melakukan komunikasi apapun kepada perusahaan. Jadi zero komunikasi saat ini antara kelompok penyandera dengan kami,” tegasnya. (ade/wen/(syn/)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya