JAKARTA – Tahun 2024 hampir dipastikan akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah modern. Copernicus Climate Change Service (C3S), lembaga pemantau iklim Uni Eropa, melaporkan bahwa suhu global meningkat drastis, mencatat rekor baru yang mengkhawatirkan.
Menurut data terbaru, suhu rata-rata global selama 12 bulan terakhir meningkat hingga 1,62°C di atas suhu pra-industri (1850-1900), sebuah periode awal penggunaan bahan bakar fosil besar-besaran seperti batu bara, minyak, dan gas.Dr. Samantha Burgess, Wakil Direktur C3S, memperingatkan bahwa 2024 kemungkinan menjadi tahun pertama di mana suhu global melampaui 1,5°C di atas tingkat pra-industri—batas penting dalam Perjanjian Paris.
“Angka ini menjadi alarm bagi dunia. Ini seharusnya memacu tindakan lebih ambisius di COP29,” ujar Dr. Burgess, seperti dikutip dari The Guardian pada Kamis (21/11/2024).
Pada Oktober 2024, suhu global tercatat sebagai yang terpanas kedua setelah Oktober 2023, dengan peningkatan sebesar 1,65°C dibandingkan suhu rata-rata sebelum era industri. Dalam 16 bulan terakhir, hanya satu bulan yang mencatat suhu di bawah ambang batas 1,5°C, menegaskan bahwa pemanasan global semakin tak terkendali.
Selain itu, laporan C3S mencatat dampak signifikan pada es di Kutub Utara dan Selatan. Luas es di Kutub Utara menyusut hingga 19 persen di bawah rata-rata historis untuk bulan Oktober. Sementara itu, luas es Antarktika mencatat rekor terendah kedua, 8 persen di bawah rata-rata. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem kutub yang rapuh tetapi juga meningkatkan ancaman kenaikan permukaan laut.
Cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Banjir besar di Eropa, termasuk Spanyol, menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan desa-desa, mencerminkan dampak nyata dari pemanasan global.
Situasi ini diperburuk oleh terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, negara dengan emisi karbon terbesar secara historis. Trump sebelumnya telah menyebut isu perubahan iklim sebagai ‘hoax’ dan mengancam akan melonggarkan kebijakan pengendalian emisi. Kekhawatiran meningkat bahwa langkah ini dapat melemahkan upaya global mengatasi krisis iklim.
Laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon dioksida pada 2023 mencapai rekor tertinggi, naik lebih dari 10 persen dalam dua dekade terakhir.
Dr. Samantha Burgess, Wakil Direktur C3S, memperingatkan bahwa 2024 kemungkinan menjadi tahun pertama di mana suhu global melampaui 1,5°C di atas tingkat pra-industri—batas penting dalam Perjanjian Paris.
“Angka ini menjadi alarm bagi dunia. Ini seharusnya memacu tindakan lebih ambisius di COP29,” ujar Dr. Burgess, seperti dikutip dari The Guardian pada Kamis (21/11/2024).