Friday, November 22, 2024
31.7 C
Jayapura

Penyidikan Dinilai Tidak Prosedural, BNNP Dipraperadilankan

JAYAPURATersangka tindak pidana Narkotika berinisial IG, melalui kuasa hukumnya, mengajukan Permohoman Praperadilan (Prapid) terhadap Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Papua (Termohon) di Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (2/4) lalu.

  Anthon Raharusun selaku Kuasa Hukum Tersangka (Pemohon) mengatakan Prapid itu diajukan karena tindakan BNN Papua (Termohon) dalam melakukan Penangkapan, Penahanan dan Penetapan  Tersangka terhadap IG terkait Perkara Dugaan Tindak Pidana Narkotika, dilakukan secara sewenang-wenang tanpa berdasarkan hukum atau tanpa adanya bukti permulaan   yang cukup, yakni  minimal dua alat bukti yang sah.

   Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, Penetapan Tersangka dan SPDP termasuk dalam pranata Objek Praperadilan. Hal ini dimaksudkan agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana wajib memperhatikan hak-hak Tersangka, sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum  yang dijamin dalam Konstitusi dan peraturan perundang-undangan;

   Oleh karenanya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi 130/PUU XIII/2015130 aquo secara imperatif mewajibkan penyidik dalam hal ini Termohon untuk memberitahukan dan menyerahkan SPDP kepada Pemohon waktu paling lambat 7 (tujuh) hari, setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan sebagai konsekuensi hukum dimulainya penyidikan dan ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon.

Baca Juga :  Tebang Satu Pohon Sama Seperti Melepas Satu Puzzle

   “Tetapi dalam kasus tersebut Termohon tidak memberitahukan dan menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon  sampai dengan Praperadilan ini diajukan ke Pengadilan,” kata Anthon di PN Jayapura Kamis (4/4).

    Adapun kasus tersebut bermula, pada tanggal 20 Januari 2024, pukul 21.30 WIT,   BNN Papua melakukan penggeledahan  di Rumah Kontrakan IG (Pemohon red) di Jalan Poros RT/RW 002/014, Kelurahan Entrop, Jayapura Selatan, Kota Jayapura.

   Pada saat penggeledahan itu, IG sedang bertugas di Polres Nduga, yang ada di rumah hanyalah istri dan anaknya berumur 10 bulan. Sebelum proses penggeledahan itu, anggota BNN berjumlah 7 orang, tidak menunjukkan atau memperlihatkan Surat Tugas atau menunjukkan Surat Izin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri Jayapura.

   Tetapi mereka datang dan melakukan secara sewenang-wenang dengan masuk ke dalam rumah Pemohon. Kemudian Saat penggeledahan di dalam rumah anggota BNN ini tidak menemukan apapun.

   Namun tiba tiba salah satu anggota BNN yang berada di luar rumah menunjukan kurang lebih 2 (Dua) gram Sabu-Sabu, “Anggota BNN Papua ini mengaku jika sabu sabu itu ditemukan pada ventilasi jendela di luar rumah Pemohon,” beber Anhton.

Baca Juga :  Sayangi Nakes dan Dokter, Patuhi Prokes!

Lebih lanjut setelah penggeledahan itu selesai, anggota BNN Papua ini membawa secara paksa Isteri Pemohon ke Kantor BNN Papua dengan tujuan untuk diinterogasi atau diperiksa.

   Parahnya sesampai di Kantor BNN Papua, Istri Pemohon ini diancam, dimana BNN Papua tersebut mengancam Istri dari Pemohon untuk mengakui bahwa sabu sabu itu milik Pemohon (Suaminya). Dan karena Istri Pemohon tidak mengakui itu, Anggota BNN pun menahan paksa Isteri dan anaknya yang masih berumur 10 bulan di ruangan/aula BNNP Papua selama 10 (Sepuluh) hari.

  Penahanan itupun kata dia dilakukan  tanpa adanya Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan atau tanpa adanya kejelasan tentang keterlibatan Isteri Pemohon.

   “Anehnya Isteri Pemohon tidak dijadikan sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindakan Pidana ini. Padahal, sesuai ketentuan Pasal 75 huruf g juncto Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009, menyatakan “Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang, menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap dan Prekursor Narkotika,” ujarnya.

JAYAPURATersangka tindak pidana Narkotika berinisial IG, melalui kuasa hukumnya, mengajukan Permohoman Praperadilan (Prapid) terhadap Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Papua (Termohon) di Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (2/4) lalu.

  Anthon Raharusun selaku Kuasa Hukum Tersangka (Pemohon) mengatakan Prapid itu diajukan karena tindakan BNN Papua (Termohon) dalam melakukan Penangkapan, Penahanan dan Penetapan  Tersangka terhadap IG terkait Perkara Dugaan Tindak Pidana Narkotika, dilakukan secara sewenang-wenang tanpa berdasarkan hukum atau tanpa adanya bukti permulaan   yang cukup, yakni  minimal dua alat bukti yang sah.

   Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, Penetapan Tersangka dan SPDP termasuk dalam pranata Objek Praperadilan. Hal ini dimaksudkan agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana wajib memperhatikan hak-hak Tersangka, sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum  yang dijamin dalam Konstitusi dan peraturan perundang-undangan;

   Oleh karenanya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi 130/PUU XIII/2015130 aquo secara imperatif mewajibkan penyidik dalam hal ini Termohon untuk memberitahukan dan menyerahkan SPDP kepada Pemohon waktu paling lambat 7 (tujuh) hari, setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan sebagai konsekuensi hukum dimulainya penyidikan dan ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon.

Baca Juga :  Pimpin Apel di Brimob, Kapolres Pesan Ini

   “Tetapi dalam kasus tersebut Termohon tidak memberitahukan dan menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon  sampai dengan Praperadilan ini diajukan ke Pengadilan,” kata Anthon di PN Jayapura Kamis (4/4).

    Adapun kasus tersebut bermula, pada tanggal 20 Januari 2024, pukul 21.30 WIT,   BNN Papua melakukan penggeledahan  di Rumah Kontrakan IG (Pemohon red) di Jalan Poros RT/RW 002/014, Kelurahan Entrop, Jayapura Selatan, Kota Jayapura.

   Pada saat penggeledahan itu, IG sedang bertugas di Polres Nduga, yang ada di rumah hanyalah istri dan anaknya berumur 10 bulan. Sebelum proses penggeledahan itu, anggota BNN berjumlah 7 orang, tidak menunjukkan atau memperlihatkan Surat Tugas atau menunjukkan Surat Izin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri Jayapura.

   Tetapi mereka datang dan melakukan secara sewenang-wenang dengan masuk ke dalam rumah Pemohon. Kemudian Saat penggeledahan di dalam rumah anggota BNN ini tidak menemukan apapun.

   Namun tiba tiba salah satu anggota BNN yang berada di luar rumah menunjukan kurang lebih 2 (Dua) gram Sabu-Sabu, “Anggota BNN Papua ini mengaku jika sabu sabu itu ditemukan pada ventilasi jendela di luar rumah Pemohon,” beber Anhton.

Baca Juga :  Semua DPRD Terpilih Kota Jayapura Sudah Lapor LHKPN

Lebih lanjut setelah penggeledahan itu selesai, anggota BNN Papua ini membawa secara paksa Isteri Pemohon ke Kantor BNN Papua dengan tujuan untuk diinterogasi atau diperiksa.

   Parahnya sesampai di Kantor BNN Papua, Istri Pemohon ini diancam, dimana BNN Papua tersebut mengancam Istri dari Pemohon untuk mengakui bahwa sabu sabu itu milik Pemohon (Suaminya). Dan karena Istri Pemohon tidak mengakui itu, Anggota BNN pun menahan paksa Isteri dan anaknya yang masih berumur 10 bulan di ruangan/aula BNNP Papua selama 10 (Sepuluh) hari.

  Penahanan itupun kata dia dilakukan  tanpa adanya Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan atau tanpa adanya kejelasan tentang keterlibatan Isteri Pemohon.

   “Anehnya Isteri Pemohon tidak dijadikan sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindakan Pidana ini. Padahal, sesuai ketentuan Pasal 75 huruf g juncto Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009, menyatakan “Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang, menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap dan Prekursor Narkotika,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya