Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Balai Adat Simbol Kebangkitan Masyarakat Adat

SENTANI-Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE,. M,Si mengatakan, balai adat merupakan simbol kebangkitan masyarakat adat, sebagaimana Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) ke-9, yang sedang dirayakan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura,  bersama masyarakat adat nusantara, tepatnya pada tanggal 24 Oktober 2022,  sekaligus perhelatan Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Wilayah Adat Tabi.

“Kita punya jati diri, kita punya harga diri dan kita punya nama baik yang dilambangkan dengan Kebesaran Balai Adat,” ujar sang pelopor masyarakat adat kabupaten Jayapura ini, di sela peresmian Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari yang berlangsung di Kampung Mamei,  Distrik Kemtuk,  Jumat (28/10) yang ditandai dengan pengguntingan pita papan nama serta makan bersama menu bakar batu di balai adat yang baru diresmikan itu.

Balai adat, lanjut Bupati Mathius adalah tempat dimana masyarakat adat gunakan untuk mengambil keputusan-keputusan besar dan penting, mengenai masa depan masyarakat adat yang melekat dengan tanah, hutan dan sumber daya alamnya.

Balai adat merupakan simbol persatuan dan kebersamaan terjaga sebagai masyarakat adat. Simbol untuk bagaimana masyarakat adat bersatu membangun kampungnya. Simbol bagaimana masyarakat adat bersatu memikirkan masa depan anak-anak sebagai generasi penerus,  di tengah derasnya arus globalisasi yang seakan-akan  mengancam kehidupan dan eksistensi masyarakat adat.

Baca Juga :  Ketua DPR Belum Usulkan Secara Resmi Penjabat Bupati Jayapura

Bupati juga mengajak masyarakat adat senantiasa tetap menjaga hutan, tanah dan tidak boleh dialihkan ke orang lain, karena hutan dan tanah adalah sumber kehidupan dan masa depan anak cucu.

“Pembangunan apapun itu dibicarakan dan disepakati dengan masyarakat adat di balai adat yang ada di kampung. Kalau fasilitas umum seperti sekolah, Puskesmas dan lainnya dibangun itu juga milik kita, karena itu untuk masa depan anak-anak kita yang harus kita jaga dan rawat bersama. Jangan kemudian hari dipersoalkan lagi dengan cara-cara pemalangan, padahal itu untuk anak-anak kita. Tanah dan hutan kita ini untuk masa depan anak-anak kita. Kita minta tolong pemerintah bangun dan kita pun harus menjaga dan merawat supaya anak-anak terus tumbuh menatap masa depan mereka,”jelasnya.

Di Balai adat juga Bupati Mathius menyerukan agar masyarakat adat terus membicarakan hal-hal untuk kepentingan dan masa depan masyarakat adat, termasuk menerim tamu yang datang dapat dibicarakan di balai adat sekaligus mengambil keputusan bersama semua komponen adat terkait.

“Kita tidak bisa lagi kerja sendiri-sendiri, kita harus bersatu. Di balai adat ini juga tidak boleh sepi, kalau anak-anak mau belajar mengenai kebudayaan, bahasa, ukiran-ukiran, sistim dan struktur adatnya seperti apa, belajar di sini. Dengan demikian gerakan kebangkitan masyarakat adat itu nampak,” pintanya.

Baca Juga :  Tolak Pembangunan di Atas Tanah Adat Kampung Phuijo

Sementara itu, Kepala Kampung Mamei, Nimrot Samon mengatakan keberadaan Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari merupakan bagian dari upaya untuk melestarikan budaya dan adat istiadat masyarakat adat setempat.

“Menghadapi perkembangan zaman sekarang ini, jati diri masyarakat adat memang harus terus diperkuat, karena gereja saja tidak cukup tetapi kekuatan masyarakat adat menjadi fondasi kokoh untuk kemajuan anak cucu kita kedepan,”ujarnya.

Kepala Kampung Mamei juga mengapresiasi pesan-pesan sang pelopor kebangkitan adat di Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw yang menegaskan bahwa balai adat itu menjadi titik kumpul masyarakat adat untuk menentukan masa depan kampung dan anak cucu.

“Sebagai masyarakat adat kami apresiasi bapak bupati yang terus menerus memberi pencerahan kepada masyarakat adat bahwa balai adat ini sebagai titik dimana kita dapat mengarahkan generasi anak cucu, pemuda untuk menatap masa depan yang cerah tanpa kehilangan jati diri kita,”ujarnya.(roy/ary)

SENTANI-Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE,. M,Si mengatakan, balai adat merupakan simbol kebangkitan masyarakat adat, sebagaimana Kebangkitan Masyarakat Adat (KMA) ke-9, yang sedang dirayakan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura,  bersama masyarakat adat nusantara, tepatnya pada tanggal 24 Oktober 2022,  sekaligus perhelatan Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Wilayah Adat Tabi.

“Kita punya jati diri, kita punya harga diri dan kita punya nama baik yang dilambangkan dengan Kebesaran Balai Adat,” ujar sang pelopor masyarakat adat kabupaten Jayapura ini, di sela peresmian Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari yang berlangsung di Kampung Mamei,  Distrik Kemtuk,  Jumat (28/10) yang ditandai dengan pengguntingan pita papan nama serta makan bersama menu bakar batu di balai adat yang baru diresmikan itu.

Balai adat, lanjut Bupati Mathius adalah tempat dimana masyarakat adat gunakan untuk mengambil keputusan-keputusan besar dan penting, mengenai masa depan masyarakat adat yang melekat dengan tanah, hutan dan sumber daya alamnya.

Balai adat merupakan simbol persatuan dan kebersamaan terjaga sebagai masyarakat adat. Simbol untuk bagaimana masyarakat adat bersatu membangun kampungnya. Simbol bagaimana masyarakat adat bersatu memikirkan masa depan anak-anak sebagai generasi penerus,  di tengah derasnya arus globalisasi yang seakan-akan  mengancam kehidupan dan eksistensi masyarakat adat.

Baca Juga :  Satu PDP Meninggal Dunia

Bupati juga mengajak masyarakat adat senantiasa tetap menjaga hutan, tanah dan tidak boleh dialihkan ke orang lain, karena hutan dan tanah adalah sumber kehidupan dan masa depan anak cucu.

“Pembangunan apapun itu dibicarakan dan disepakati dengan masyarakat adat di balai adat yang ada di kampung. Kalau fasilitas umum seperti sekolah, Puskesmas dan lainnya dibangun itu juga milik kita, karena itu untuk masa depan anak-anak kita yang harus kita jaga dan rawat bersama. Jangan kemudian hari dipersoalkan lagi dengan cara-cara pemalangan, padahal itu untuk anak-anak kita. Tanah dan hutan kita ini untuk masa depan anak-anak kita. Kita minta tolong pemerintah bangun dan kita pun harus menjaga dan merawat supaya anak-anak terus tumbuh menatap masa depan mereka,”jelasnya.

Di Balai adat juga Bupati Mathius menyerukan agar masyarakat adat terus membicarakan hal-hal untuk kepentingan dan masa depan masyarakat adat, termasuk menerim tamu yang datang dapat dibicarakan di balai adat sekaligus mengambil keputusan bersama semua komponen adat terkait.

“Kita tidak bisa lagi kerja sendiri-sendiri, kita harus bersatu. Di balai adat ini juga tidak boleh sepi, kalau anak-anak mau belajar mengenai kebudayaan, bahasa, ukiran-ukiran, sistim dan struktur adatnya seperti apa, belajar di sini. Dengan demikian gerakan kebangkitan masyarakat adat itu nampak,” pintanya.

Baca Juga :  Polisi Fasilitasi Pertemuan 2 Kelompok Bertikai

Sementara itu, Kepala Kampung Mamei, Nimrot Samon mengatakan keberadaan Saliyap atau Balai Adat Kampung Meikari merupakan bagian dari upaya untuk melestarikan budaya dan adat istiadat masyarakat adat setempat.

“Menghadapi perkembangan zaman sekarang ini, jati diri masyarakat adat memang harus terus diperkuat, karena gereja saja tidak cukup tetapi kekuatan masyarakat adat menjadi fondasi kokoh untuk kemajuan anak cucu kita kedepan,”ujarnya.

Kepala Kampung Mamei juga mengapresiasi pesan-pesan sang pelopor kebangkitan adat di Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw yang menegaskan bahwa balai adat itu menjadi titik kumpul masyarakat adat untuk menentukan masa depan kampung dan anak cucu.

“Sebagai masyarakat adat kami apresiasi bapak bupati yang terus menerus memberi pencerahan kepada masyarakat adat bahwa balai adat ini sebagai titik dimana kita dapat mengarahkan generasi anak cucu, pemuda untuk menatap masa depan yang cerah tanpa kehilangan jati diri kita,”ujarnya.(roy/ary)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya