Friday, April 26, 2024
25.7 C
Jayapura

Enam Truk Pengangkut Tanah Timbunan Ditangkap 

Sopir Mengaku Tak Sanggup Bayar Denda

MERAUKE–Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke menangkap 6 truk yang mengangkut tanah timbunan dan langsung digelandang ke Kantor Satpol PP, Senin  (5/6). Namun keenam truk tersebut, sudah dilepas namun STNK ditahan oleh Satpol PP sebagai jaminan.

   Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke, Fransiskus Kamijay, S.STP, kepada wartawan mengungkapkan, keenam truk tersebut ditangkap karena  tidak menutup bak saat mengangkut tanah timbunan dan menyalahi Perda Kabupaten Merauke No 6 Tahun 2017 dan Pergub No 143 Tahun 2022. 

‘’Kita kenakan sanksi sebesar Rp 7,5 juta, ini merupakan denda tertinggi sesuai dengan Pergub No 143 Tahun 2022,’’ kata Frans Kamijay.   

Menurut  Frans Kamijay, pemberian sanksi terberat tersebut agar ada efek jerah. Sebab, di Merauke saat ini, lingkungan hidup sudah tidak bagus karena terjadi penggalian di mana-mana dan para sopir mengangkut  tanah timbunan atau pasir tidak memiliki izin.

‘’Kalaupun  memiliki izin, tidak sesuai dengan titik atau lokasi yang diberikan sehingga kita melakukan penertiban,’’ tandasnya.

Baca Juga :  Polres Lidik Pelaku Jambret

Menurutnnya, mereka yang  diamankan tersebut melakukan penggalian di belakang stadion Katalpal, Jalan Cikombong dan melakukan penimbunan di Jalan Tujuh Wali-Wali. ‘’Saat kita cek, izinya tidak sesuai dan mereka juga tidak menggunakan tarpal,’’ tandasnya.

  Secara terpisah, Syamsul, salah satu dari sopir tersebut mengharapkan pemeirntah daerah ketika ada aturan baru agar disosialisasikan kepada masyarakat. ‘’Kami kaget karena disuruh bayar Rp 7,5 juta. Kami tidak sanggup bayar. Dari mana ambil uang sebesar itu, sementara yang kami dapatkan sekali angkut hanya Rp 80.000, belum lagi hitung BBM,’’ kata Syamsul. 

Selama ini, denda maksimal yang diberikan  kepada para pelanggar Perda maksimal Rp 1,2 juta.  Syamsul membantah jika mobil mereka saat mengangkut tanah timbunan tersebut tidak menggunakan penutup tarpal.

‘’Kami gunakan penutup tarpal. Dan mereka dari Satpol PP tangkap saat kita sedang menurunkan muatan. Tentu saat muatan diturunkan, tarpalnya  kita lipat. Jadi tidak betul kalau kami tidak menutup muatan,’’terangnya.

Baca Juga :  Pemkab Bangun 25 Unit Rumah Bantuan bagi Masyarakat

    Soal lokasi, Syamsul mengatakan bahwa yang punya  kegiatan sudah mengantongi izin dari Provinsi Papua Selatan, di mana lokasinya berada di  tempat penggalian tersebut.

‘’Kami ini jasanya digunakan untuk melakukan pengangkutan. Tapi, yang punya  lokasi sudah memiliki izin dari Provinsi Papua Selatan, bahkan  petugasnya sudah datang meninjau tempat dan menyatakan sudah sesuai,’’jelasnya.

Syamsul juga mempertanyakan ada perbedaan perlakuan antara perusahaaan besar dan pekerjaan pemerintah yang menggunakan jasa angkut dengan pihaknya tersebut. Kenapa ketika perusahaan besar dan pekerjaan pemerintah yang menggunakan jasa angkut tidak menaati peraturan seperti yang diterapkan kepada sopir  angkutan umum yang hanya mendapatkan penghasilan tidak seberapa. Kenapa  mereka tidak didenda.

“Kami ini yang hanya masyarakat kecil bila lalai dalam aturan kami dipaksa harus membayar denda yang di luar nalar, padahal penghasilan kami yang didapat selama kami mengikuti penimbunan tidak  sampai separuh dari denda yang dipaksa kami harus bayar,’’ tambahnya. (ulo/tho)   

Sopir Mengaku Tak Sanggup Bayar Denda

MERAUKE–Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke menangkap 6 truk yang mengangkut tanah timbunan dan langsung digelandang ke Kantor Satpol PP, Senin  (5/6). Namun keenam truk tersebut, sudah dilepas namun STNK ditahan oleh Satpol PP sebagai jaminan.

   Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Merauke, Fransiskus Kamijay, S.STP, kepada wartawan mengungkapkan, keenam truk tersebut ditangkap karena  tidak menutup bak saat mengangkut tanah timbunan dan menyalahi Perda Kabupaten Merauke No 6 Tahun 2017 dan Pergub No 143 Tahun 2022. 

‘’Kita kenakan sanksi sebesar Rp 7,5 juta, ini merupakan denda tertinggi sesuai dengan Pergub No 143 Tahun 2022,’’ kata Frans Kamijay.   

Menurut  Frans Kamijay, pemberian sanksi terberat tersebut agar ada efek jerah. Sebab, di Merauke saat ini, lingkungan hidup sudah tidak bagus karena terjadi penggalian di mana-mana dan para sopir mengangkut  tanah timbunan atau pasir tidak memiliki izin.

‘’Kalaupun  memiliki izin, tidak sesuai dengan titik atau lokasi yang diberikan sehingga kita melakukan penertiban,’’ tandasnya.

Baca Juga :  Pemkab Bangun 25 Unit Rumah Bantuan bagi Masyarakat

Menurutnnya, mereka yang  diamankan tersebut melakukan penggalian di belakang stadion Katalpal, Jalan Cikombong dan melakukan penimbunan di Jalan Tujuh Wali-Wali. ‘’Saat kita cek, izinya tidak sesuai dan mereka juga tidak menggunakan tarpal,’’ tandasnya.

  Secara terpisah, Syamsul, salah satu dari sopir tersebut mengharapkan pemeirntah daerah ketika ada aturan baru agar disosialisasikan kepada masyarakat. ‘’Kami kaget karena disuruh bayar Rp 7,5 juta. Kami tidak sanggup bayar. Dari mana ambil uang sebesar itu, sementara yang kami dapatkan sekali angkut hanya Rp 80.000, belum lagi hitung BBM,’’ kata Syamsul. 

Selama ini, denda maksimal yang diberikan  kepada para pelanggar Perda maksimal Rp 1,2 juta.  Syamsul membantah jika mobil mereka saat mengangkut tanah timbunan tersebut tidak menggunakan penutup tarpal.

‘’Kami gunakan penutup tarpal. Dan mereka dari Satpol PP tangkap saat kita sedang menurunkan muatan. Tentu saat muatan diturunkan, tarpalnya  kita lipat. Jadi tidak betul kalau kami tidak menutup muatan,’’terangnya.

Baca Juga :  Tahun Ini, Kejari Tingkatkan Pencengahan Korupsi

    Soal lokasi, Syamsul mengatakan bahwa yang punya  kegiatan sudah mengantongi izin dari Provinsi Papua Selatan, di mana lokasinya berada di  tempat penggalian tersebut.

‘’Kami ini jasanya digunakan untuk melakukan pengangkutan. Tapi, yang punya  lokasi sudah memiliki izin dari Provinsi Papua Selatan, bahkan  petugasnya sudah datang meninjau tempat dan menyatakan sudah sesuai,’’jelasnya.

Syamsul juga mempertanyakan ada perbedaan perlakuan antara perusahaaan besar dan pekerjaan pemerintah yang menggunakan jasa angkut dengan pihaknya tersebut. Kenapa ketika perusahaan besar dan pekerjaan pemerintah yang menggunakan jasa angkut tidak menaati peraturan seperti yang diterapkan kepada sopir  angkutan umum yang hanya mendapatkan penghasilan tidak seberapa. Kenapa  mereka tidak didenda.

“Kami ini yang hanya masyarakat kecil bila lalai dalam aturan kami dipaksa harus membayar denda yang di luar nalar, padahal penghasilan kami yang didapat selama kami mengikuti penimbunan tidak  sampai separuh dari denda yang dipaksa kami harus bayar,’’ tambahnya. (ulo/tho)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya