Menengok Pemakaman Pantai Holtekamp yang Terancam Hilang Akibat Abrasi Pantai
Masyarakat adat kampung holtekam terpaksa memindahkan semua kuburan leluhur mereka yang ada di sekitar pesisir pantai Holtekam. Kegiatan ini sudah berlangsung selama tiga hari belakangan ini, dan ditargetkan akhir minggu ini semuanya harus sudah selesai dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru.
Laporan: Robert Mboik-Jayapura
Hampir dua pekan belakangan ini cuaca di Kota Jayapura dan sekitarnya seringkali tidak menentu. Kadang hujan, kadang mendung, kadang mendung disertai angin kencang. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap gelombang pasang air laut di sekitar kawasan Pantai Holtekamp, yang menyebabkan abrasi yang cukup parah di beberapa titik.
Salah satu lokasi yang terparah terjadi di daerah Pantai Holtekamp, dimana tempat pemakaman umum milik warga Kampung Holtekam yang sudah ada sejak tahun 1940-an, sebagianya rusak dan hanyut terbawa abrasi air laut, sehingga tidak bisa ditemukan kembali. Warga Kampung setempat kemudian bekerja sama menyelamatkan makam pendahulu mereka yang tersisa.
“Ya ini sebenarnya makam leluhur kami, karena sudah berada di sini sejak tahun 1940-an,” ujar Abraham, Kepala Kampung Holtekam, Kamis (25/1).
Dia juga tidak mengetahui secara pasti berapa banyak jumlah kuburan masyarakat yang ada di daerah itu. Karena minimnya tanda yang tersisa untuk mengidentifikasi makam yang ada. Namun untuk makam yang masih memiliki tanda seperti lingkaran batu, atau yang terbuat dari beton ataupun yang masih menyisakan kayu salib, sudah lebih dulu digali dan dipindahkan ke tempat pemakaman yang baru.
Sebelumnya di tahun 2023 mereka sudah memindahkan sebanyak 14 makam, kemudian di tahun 2024 dalam kurun waktu 3 hari belakangan ini, hari pertama ada lima makam, hari kedua sembilan makam, hari ketiga juga 9 makam.
Warga dan pemerintah Kampung telah sepakat semua makam yang ada di daerah pesisir pantai itu harus segera mungkin dipindahkan ke pemakaman baru yang ada di belakang kantor Kampung Holtekam.
“Saya belum bisa pastikan berapa banyak makam di situ, karena sudah banyak tanda-tanda yang hilang. Sehingga kita harus gunakan alat berat mini untuk menggali, kalau ketemu baru kita angkat. Karena ada yang tidak ada salibnya karena sudah terlalu lama,” ujarnya.
Mengenai prosesi pemindahan makam, warga tidak lagi menggelar ritual khusus, baik saat penggalian maupun ritual untuk makam yang sudah rusak atau hilang akibat terkikis abrasi. Masyarakat hanya berdoa sesuai dengan ajaran agama Kristen. Mereka meyakini bahwa kejadian saat ini adalah kejadian alam dan semua atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Untuk tulang belulang yang berhasil ditemukan kemudian diangkat dan dicuci menggunakan air bersih lalu dibungkus kain kafan baru dan dimasukkan kembali ke dalam peti jenazah ukuran yang paling kecil.
“Makam yang rusak akibat abrasi ada sekitar 8 sampai 9 makam. Tidak hanya rusak tetapi tulang belulangnya pun tidak lagi ditemukan,” katanya.
Ke depan Apabila semua prosesi pemindahan makam ini sudah selesai dilakukan maka tempat itu kemungkinan besar dikembalikan ke pemiliknya dan selanjutnya bisa saja dikelola untuk daerah pariwisata. (*/tri)
Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos