Saturday, April 27, 2024
27.7 C
Jayapura

Anak Berkebutuhan Khusus Kadang Memiliki Kemampuan Lebih

Upaya SLB Negeri Kota Jayapura Membangun Kesadaran Memberikan Hak Kaum Difabel

Terkadang para Difabel sering dianggap tidak dapat melakukan apapun. Bahkan diperlakukan tidak normal, sementara mereka memiliki potensi yang jauh lebih baik dibanding orang normal, hanya butuh dukungan dan fasilitas yang memadahi. Lantas bagaimana upaya untuk membangun kesadaran masyarakat untuk memberikan hak yang sama bagi para difabel?

Laporan: Yohana _JAYAPURA

Sebutan Difabel merupakan singkatan dari bahasa Inggris different ability people atau diferently abled people, yaitu orang-orang yang dikatagori memiliki kemampuan berbeda dengan manusia pada umumnya. Istilah lainnya ialah differently able, yang secara harfiah berarti sesuatu yang berbeda.

   Sedangkan secara terminologi, difabel adalah setiap orang yang mengalami hambatan dalam aktifitas keseharian maupun partisipasinya dalam masyarakat karena desain sarana prasarana publik yang tidak universal dan lingkungan sosial yang masih hidup dengan ideologi kenormalan.

   Seperti halnya dalam menempuh dunia pendidikan, mereka dapat menunjukkan kemampuan mereka yang lebih unggul dibandingkan kita. Hanya saja untuk mewujudkan hal tersebut butuh perlakuan yang lebih khusus. Sebab, dalam mengasah bakat yang dimiliki, mereka mungkin membutuhkan banyak waktu dan perhatian. Bukan hanya dari lingkungan sekolah tetapi juga dari lingkungan keluarga.

  Hanya saja sampai saat ini, mereka yang berkebutuhan khusus masih banyak yang tidak mendapat perhatian, baik dari lingkungan keluarga maupun masyarakat. Masih sering didapati pembatasan-pembatasan terkait kondisi mereka, tidak diberikan kesempatan yang sama, hak yang sama, baik dalam keluarga maupun saat menempuh dunia pendidikan.

Baca Juga :  Selalu Ikhlas tanpa Pamrih dan Menjunjung Tinggi Sosial Kemanusiaan

   Padahal, jika dilihat para kaum difabel ketika diberi kesempatan, mereka dapat membuktikan bahwa mereka bisa. Bahkan sama dengan kita yang normal, mereka bisa mencetak rekor yang tidak dapat dilakukan manusia normal.

  Contohnya pada saat pelaksanaan Peparnas di Papua, banyak atlet-atlet kita yang meraih prestasi. Bahkan menciptakan rekor muri, artinya kepercayaan diri mereka sangat penting didukung oleh semua pihak.

   Seperti halnya, SLB Negeri 1 Kota Jayapura, yang mana tercatat setiap tahunnya terdapat penambahan jumlah murid. Sampai dengan saat ini terdapat 190 siswa yang terdiri dari SLB TK, SD, SMP dan SMA. Dari 190 siswa tersebut terdiri dari 5 jenis kebutuhan yaitu, Tunanetra, Tunarungu Wicara, Tunagrahita, Tunadaksa dan Autis.

  Dimana setiap siswa memiliki semangat belajar yang sangat tinggi, dalam memberikan pelajaran, para guru juga dibekali dengan kreatifitas, yang mana tidak hanya mampu belajar di dalam ruangan, tetapi dapat mengajak anak praktik di luar ruangan agar anak-anak didik, tidak bosan.

   Saat ditemui diruang kerjanya, Kepala Sekolah SLB Negeri 1 Jayapura, Kamino juga mengakui bahwan pelaksanaan proses belajar di SLB masih terkendala jumlah guru yang sangat terbatas. Selain itu  juga jumlah ruangan belajar ruang praktek yang juga masih sangat kurang.

Baca Juga :  Data Akurat untuk Penyempurnaan Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan

“Sehingga kami melaksanakan model pembelajaran dengan rombongan belajar (rombel) itu masih campur satu rombongan belajar, ada tunagrahita ada autisnya ada tunagrahitanya begitu, yang penting mereka mendapatkan pelayanan walaupun belum maksimal,” lanjut Kamino.

   Meski demikian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai standar, minimal pihaknya sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan aturan pemerintah. Terkait dengan anak berkebutuhan khusus,  memang untuk di wilayah Papua ini masih sangat kurang, perhatian masyarakat perhatiannya kepada anak berkebutuhan khusus  juga masih sangat kurang.

   Dengan demikian pihaknya selalu melakukan sosialisasi baik kepada awak media, baik cetak, elektronik dan sebagainya. Sebab, menurutnya adanya komunikasi dapat membantu memberikan kesadaran kepada semua pihak tentang pentingnya perhatian dan pendidikan bagi  kaum difabel.

  “Kami sudah selalu menyampaikan bahwa anak-anak itu perlu mendapatkan pelayanan mereka punya hak yang sama,  punya hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan seperti anak-anak pada umumnya, hanya modelnya yang berbeda,” tambahnya lagi.

  Sebenarnya mereka tidak perlu dikasihani, tetapi perlu untuk diberikan fasilitas yang madahi untuk belajar, berinteraksi dan sebagainya. Diharapkan agar anak berkebutuhan khusus jangan didiamkan di rumah, jangan disembunyikan. Justru mereka harus diberikan fasilitas untuk disekolahkan karena mereka punya hak mereka punya potensi. (*/tri)

Upaya SLB Negeri Kota Jayapura Membangun Kesadaran Memberikan Hak Kaum Difabel

Terkadang para Difabel sering dianggap tidak dapat melakukan apapun. Bahkan diperlakukan tidak normal, sementara mereka memiliki potensi yang jauh lebih baik dibanding orang normal, hanya butuh dukungan dan fasilitas yang memadahi. Lantas bagaimana upaya untuk membangun kesadaran masyarakat untuk memberikan hak yang sama bagi para difabel?

Laporan: Yohana _JAYAPURA

Sebutan Difabel merupakan singkatan dari bahasa Inggris different ability people atau diferently abled people, yaitu orang-orang yang dikatagori memiliki kemampuan berbeda dengan manusia pada umumnya. Istilah lainnya ialah differently able, yang secara harfiah berarti sesuatu yang berbeda.

   Sedangkan secara terminologi, difabel adalah setiap orang yang mengalami hambatan dalam aktifitas keseharian maupun partisipasinya dalam masyarakat karena desain sarana prasarana publik yang tidak universal dan lingkungan sosial yang masih hidup dengan ideologi kenormalan.

   Seperti halnya dalam menempuh dunia pendidikan, mereka dapat menunjukkan kemampuan mereka yang lebih unggul dibandingkan kita. Hanya saja untuk mewujudkan hal tersebut butuh perlakuan yang lebih khusus. Sebab, dalam mengasah bakat yang dimiliki, mereka mungkin membutuhkan banyak waktu dan perhatian. Bukan hanya dari lingkungan sekolah tetapi juga dari lingkungan keluarga.

  Hanya saja sampai saat ini, mereka yang berkebutuhan khusus masih banyak yang tidak mendapat perhatian, baik dari lingkungan keluarga maupun masyarakat. Masih sering didapati pembatasan-pembatasan terkait kondisi mereka, tidak diberikan kesempatan yang sama, hak yang sama, baik dalam keluarga maupun saat menempuh dunia pendidikan.

Baca Juga :  Data Akurat untuk Penyempurnaan Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan

   Padahal, jika dilihat para kaum difabel ketika diberi kesempatan, mereka dapat membuktikan bahwa mereka bisa. Bahkan sama dengan kita yang normal, mereka bisa mencetak rekor yang tidak dapat dilakukan manusia normal.

  Contohnya pada saat pelaksanaan Peparnas di Papua, banyak atlet-atlet kita yang meraih prestasi. Bahkan menciptakan rekor muri, artinya kepercayaan diri mereka sangat penting didukung oleh semua pihak.

   Seperti halnya, SLB Negeri 1 Kota Jayapura, yang mana tercatat setiap tahunnya terdapat penambahan jumlah murid. Sampai dengan saat ini terdapat 190 siswa yang terdiri dari SLB TK, SD, SMP dan SMA. Dari 190 siswa tersebut terdiri dari 5 jenis kebutuhan yaitu, Tunanetra, Tunarungu Wicara, Tunagrahita, Tunadaksa dan Autis.

  Dimana setiap siswa memiliki semangat belajar yang sangat tinggi, dalam memberikan pelajaran, para guru juga dibekali dengan kreatifitas, yang mana tidak hanya mampu belajar di dalam ruangan, tetapi dapat mengajak anak praktik di luar ruangan agar anak-anak didik, tidak bosan.

   Saat ditemui diruang kerjanya, Kepala Sekolah SLB Negeri 1 Jayapura, Kamino juga mengakui bahwan pelaksanaan proses belajar di SLB masih terkendala jumlah guru yang sangat terbatas. Selain itu  juga jumlah ruangan belajar ruang praktek yang juga masih sangat kurang.

Baca Juga :  Tak Peduli Seberapa Sulit Menjadi Atlet, Jangan Menyerah untuk Belajar

“Sehingga kami melaksanakan model pembelajaran dengan rombongan belajar (rombel) itu masih campur satu rombongan belajar, ada tunagrahita ada autisnya ada tunagrahitanya begitu, yang penting mereka mendapatkan pelayanan walaupun belum maksimal,” lanjut Kamino.

   Meski demikian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai standar, minimal pihaknya sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan aturan pemerintah. Terkait dengan anak berkebutuhan khusus,  memang untuk di wilayah Papua ini masih sangat kurang, perhatian masyarakat perhatiannya kepada anak berkebutuhan khusus  juga masih sangat kurang.

   Dengan demikian pihaknya selalu melakukan sosialisasi baik kepada awak media, baik cetak, elektronik dan sebagainya. Sebab, menurutnya adanya komunikasi dapat membantu memberikan kesadaran kepada semua pihak tentang pentingnya perhatian dan pendidikan bagi  kaum difabel.

  “Kami sudah selalu menyampaikan bahwa anak-anak itu perlu mendapatkan pelayanan mereka punya hak yang sama,  punya hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan seperti anak-anak pada umumnya, hanya modelnya yang berbeda,” tambahnya lagi.

  Sebenarnya mereka tidak perlu dikasihani, tetapi perlu untuk diberikan fasilitas yang madahi untuk belajar, berinteraksi dan sebagainya. Diharapkan agar anak berkebutuhan khusus jangan didiamkan di rumah, jangan disembunyikan. Justru mereka harus diberikan fasilitas untuk disekolahkan karena mereka punya hak mereka punya potensi. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya