Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Pesanan Spesial dengan Bakul, Centong Nasi, dan Tampah

Kisah Soto Mie Pak Sabar, Jakarta, yang Jadi Langganan Presiden B.J. Habibie (11)

Jangan meremehkan Soto Mie Pak Sabar yang berstatus warung kaki lima. Lidah Presiden Ketiga RI Bacharuddin Jusuf (B.J.) Habibie saja cocok dan ketagihan setiap Soto Mie Pak Sabar bertandang ke kediamannya.

AGAS PUTRA HARTANTO, Jakarta

GEROBAK hijau dengan bentangan terpal sekitar 2 meter di seberang kompleks Griya Mandiri Pancoran itu sangat sederhana. Soto Mie Nasi Bogor. Demikian identitas yang tertulis pada kaca gerobak.

Sang pemilik warung, Sobari atau yang dikenal dengan nama Pak Sabar, berjualan soto mi sejak era 80-an. Dia tidak langsung menempati lokasi jualan saat ini di Jalan Rasamala, Menteng Dalam, Tebet. Di awal usahanya, Sobari memikul dan berkeliling di area Jakarta Timur. ”Tapi, kadang mangkal di sekitar Koramil Jatinegara,” kata Sobari.

Baru pada 1998, Sobari harus pindah tempat lokasi jualan lantaran digusur. Menantunya meminta Sobari berdagang di kawasan Menteng Dalam. Di tempat baru itulah, Sobari mendapat banyak pelanggan dari kalangan pekerja di kawasan Tebet. Mulai karyawan perusahaan, pegawai negeri sipil, Polri, hingga TNI. Tak disangka, salah seorang pelanggan pria asal Cinangneng, Bogor, itu ternyata salah seorang ajudan Habibie yang hobi menyantap soto mi racikannya. ”Namanya Pak Mul,” ujar Sobari.

Dari situ, Sobari memperoleh pesanan soto mi untuk Habibie. Sobari berkisah, sekali dirinya mendapat pesanan dari Presiden Habibie, satu gerobak diboyong ke kediaman presiden kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, tersebut. ”Pukul 3 sore saya sudah sampai di rumah Pak Habibie,” ungkap Sobari.

Sobari masih mengingat jelas ekspresi dan komentar sang presiden ketika bersantap soto mi racikannya saat itu. ”Wah, boleh juga ini soto mi,” ujar Sobari menirukan kata-kata Presiden Habibie berdekade yang lalu.

Baca Juga :  Hadirkan Kemegahan Budaya Papua, Diharapkan Bisa Digelar Tiap Tahun

Pujian itu jelas membuatnya bangga. Cuma ada satu hal yang disesalinya hingga sekarang terkait dengan soto minya yang menjadi favorit Presiden Habibie. ”Saya enggak berfoto sama beliau,” tutur Sobari.

Nah, apa yang membuat Soto Mie Pak Sabar ini demikian disukai Presiden Habibie? Menurut Sobari, simpel saja. ”Saya berani bumbu. Jadi, masakannya sedap,” jelas Sobari saat dikunjungi Jawa Pos Minggu (20/3). ”Menurut saya, kunci usaha kuliner terletak pada konsistensi rasa,” tambahnya.

Isian Soto Mie Pak Sabar ini kurang lebih sama dengan penjual soto mi lain di Jakarta ataupun Bogor. Yakni, mi telur kuning, bihun, risol, kentang, kikil, daging, irisan kol, tomat, dan seledri. Isian itu lalu diberi sedikit garam, kecap asin, dan kecap manis. Semua isian tersebut lantas disiram dengan kuah kuning rempah kaldu sapi yang gurih.

Dalam menyajikan soto mi kepada Presiden Habibie di kediamannya, Sobari mengungkapkan bahwa ada permintaan khusus dari sang presiden. ”Pak Habibie selalu meminta nasi hangat di dalam bakul anyaman bambu, bukan diambil dari termos (nasi). Terus, centong nasi dari kayu atau batok dan tampah dari bambu,” kenang Sobari.

Gara-gara permintaan khusus orang nomor satu di negeri ini, mau tak mau Sobari membeli dulu semua peralatan itu sebelum memenuhi undangan di kediaman Presiden Habibie. ”Setiap beliau pulang dari Jerman dan menjamu tamu-tamu pejabat, pasti saya disuruh ke sana. Setidaknya tiga bulan sekali,” terang Sobari.

Asal usul soto mi memang sering diperdebatkan. Entah itu kuliner asli Jakarta atau dari Bogor. Namun, di buku 100 Mak Nyus Jakarta karya Bondan Winarno, Lidia Tanod, dan Harry Nazarudin disebutkan, secara rasa soto mi lebih dekat pada Sunda ketimbang Betawi. ”Orang Betawi lebih suka masakan creamy dan gurih. Orang Sunda lebih suka bening dan asam,” tulis almarhum Bondan Winarno di buku tersebut.

Baca Juga :  Nyaris Setengah Abad Berselang, Syarat Perekrutan Sama seperti Generasi Pertama

Nah, Sobari bisa menjual 200 mangkuk soto mi dalam sehari. Lapaknya buka setiap hari pukul 07.00 sampai 14.00. ”Jika menerima pesanan hajatan, pasti tutup,” kata pria 50 tahun tersebut.

Kini Sobari dihadapkan dengan banyak kendala. Pandemi Covid-19 membuatnya sulit mengatur keuangan. Sebab, harga bahan-bahan pokok di pasar terus naik.

Sobari masih menjual soto mi Rp 23 ribu per mangkuk dengan nasi. Lalu, jika tanpa nasi, harga soto mi mencapai Rp 18 ribu. ”Bersyukur masih bisa bertahan jualan. Hanya, porsinya dikurangi sedikit,” ungkap Sobari.

Jawa Pos pernah mendapati Sobari tidak berjualan saat mengunjungi lapak di Jalan Rasamala pada 14 Maret lalu. Dia menyatakan tidak mampu berdagang lima hari karena harga daging di pasar mahal. ”Mau jualan nggak nutup modal,” ujarnya.

Salah seorang pelanggan Soto Mie Pak Sabar, Nanang Sukarna, menyatakan hal senada. Hampir setiap hari dia menyantap soto mi saat waktu makan siang. ”Saya penggemar soto mi. Soto mi di Jakarta banyak, tapi saya selalu makan di sini,” ucap Nanang.

Menurut Nanang, rasa kuah Soto Mie Pak Sabar berbeda dengan kebanyakan penjual lainnya. Rasa gurih kaldunya kuat dan tidak sekadar asin. Dengan harga jual Rp 20 ribuan, cita rasa yang disajikan di atas rata-rata. ”Mendekati restoran bintang lima lah,” puji Nanang. (*/c14/dra/JPG)

Kisah Soto Mie Pak Sabar, Jakarta, yang Jadi Langganan Presiden B.J. Habibie (11)

Jangan meremehkan Soto Mie Pak Sabar yang berstatus warung kaki lima. Lidah Presiden Ketiga RI Bacharuddin Jusuf (B.J.) Habibie saja cocok dan ketagihan setiap Soto Mie Pak Sabar bertandang ke kediamannya.

AGAS PUTRA HARTANTO, Jakarta

GEROBAK hijau dengan bentangan terpal sekitar 2 meter di seberang kompleks Griya Mandiri Pancoran itu sangat sederhana. Soto Mie Nasi Bogor. Demikian identitas yang tertulis pada kaca gerobak.

Sang pemilik warung, Sobari atau yang dikenal dengan nama Pak Sabar, berjualan soto mi sejak era 80-an. Dia tidak langsung menempati lokasi jualan saat ini di Jalan Rasamala, Menteng Dalam, Tebet. Di awal usahanya, Sobari memikul dan berkeliling di area Jakarta Timur. ”Tapi, kadang mangkal di sekitar Koramil Jatinegara,” kata Sobari.

Baru pada 1998, Sobari harus pindah tempat lokasi jualan lantaran digusur. Menantunya meminta Sobari berdagang di kawasan Menteng Dalam. Di tempat baru itulah, Sobari mendapat banyak pelanggan dari kalangan pekerja di kawasan Tebet. Mulai karyawan perusahaan, pegawai negeri sipil, Polri, hingga TNI. Tak disangka, salah seorang pelanggan pria asal Cinangneng, Bogor, itu ternyata salah seorang ajudan Habibie yang hobi menyantap soto mi racikannya. ”Namanya Pak Mul,” ujar Sobari.

Dari situ, Sobari memperoleh pesanan soto mi untuk Habibie. Sobari berkisah, sekali dirinya mendapat pesanan dari Presiden Habibie, satu gerobak diboyong ke kediaman presiden kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, tersebut. ”Pukul 3 sore saya sudah sampai di rumah Pak Habibie,” ungkap Sobari.

Sobari masih mengingat jelas ekspresi dan komentar sang presiden ketika bersantap soto mi racikannya saat itu. ”Wah, boleh juga ini soto mi,” ujar Sobari menirukan kata-kata Presiden Habibie berdekade yang lalu.

Baca Juga :  MUI Diharap Lebih Intens Sosialisasikan di Masjid-Masjid

Pujian itu jelas membuatnya bangga. Cuma ada satu hal yang disesalinya hingga sekarang terkait dengan soto minya yang menjadi favorit Presiden Habibie. ”Saya enggak berfoto sama beliau,” tutur Sobari.

Nah, apa yang membuat Soto Mie Pak Sabar ini demikian disukai Presiden Habibie? Menurut Sobari, simpel saja. ”Saya berani bumbu. Jadi, masakannya sedap,” jelas Sobari saat dikunjungi Jawa Pos Minggu (20/3). ”Menurut saya, kunci usaha kuliner terletak pada konsistensi rasa,” tambahnya.

Isian Soto Mie Pak Sabar ini kurang lebih sama dengan penjual soto mi lain di Jakarta ataupun Bogor. Yakni, mi telur kuning, bihun, risol, kentang, kikil, daging, irisan kol, tomat, dan seledri. Isian itu lalu diberi sedikit garam, kecap asin, dan kecap manis. Semua isian tersebut lantas disiram dengan kuah kuning rempah kaldu sapi yang gurih.

Dalam menyajikan soto mi kepada Presiden Habibie di kediamannya, Sobari mengungkapkan bahwa ada permintaan khusus dari sang presiden. ”Pak Habibie selalu meminta nasi hangat di dalam bakul anyaman bambu, bukan diambil dari termos (nasi). Terus, centong nasi dari kayu atau batok dan tampah dari bambu,” kenang Sobari.

Gara-gara permintaan khusus orang nomor satu di negeri ini, mau tak mau Sobari membeli dulu semua peralatan itu sebelum memenuhi undangan di kediaman Presiden Habibie. ”Setiap beliau pulang dari Jerman dan menjamu tamu-tamu pejabat, pasti saya disuruh ke sana. Setidaknya tiga bulan sekali,” terang Sobari.

Asal usul soto mi memang sering diperdebatkan. Entah itu kuliner asli Jakarta atau dari Bogor. Namun, di buku 100 Mak Nyus Jakarta karya Bondan Winarno, Lidia Tanod, dan Harry Nazarudin disebutkan, secara rasa soto mi lebih dekat pada Sunda ketimbang Betawi. ”Orang Betawi lebih suka masakan creamy dan gurih. Orang Sunda lebih suka bening dan asam,” tulis almarhum Bondan Winarno di buku tersebut.

Baca Juga :  Pak MK Sering Pamer Kemampuan Berbahasa Jawa

Nah, Sobari bisa menjual 200 mangkuk soto mi dalam sehari. Lapaknya buka setiap hari pukul 07.00 sampai 14.00. ”Jika menerima pesanan hajatan, pasti tutup,” kata pria 50 tahun tersebut.

Kini Sobari dihadapkan dengan banyak kendala. Pandemi Covid-19 membuatnya sulit mengatur keuangan. Sebab, harga bahan-bahan pokok di pasar terus naik.

Sobari masih menjual soto mi Rp 23 ribu per mangkuk dengan nasi. Lalu, jika tanpa nasi, harga soto mi mencapai Rp 18 ribu. ”Bersyukur masih bisa bertahan jualan. Hanya, porsinya dikurangi sedikit,” ungkap Sobari.

Jawa Pos pernah mendapati Sobari tidak berjualan saat mengunjungi lapak di Jalan Rasamala pada 14 Maret lalu. Dia menyatakan tidak mampu berdagang lima hari karena harga daging di pasar mahal. ”Mau jualan nggak nutup modal,” ujarnya.

Salah seorang pelanggan Soto Mie Pak Sabar, Nanang Sukarna, menyatakan hal senada. Hampir setiap hari dia menyantap soto mi saat waktu makan siang. ”Saya penggemar soto mi. Soto mi di Jakarta banyak, tapi saya selalu makan di sini,” ucap Nanang.

Menurut Nanang, rasa kuah Soto Mie Pak Sabar berbeda dengan kebanyakan penjual lainnya. Rasa gurih kaldunya kuat dan tidak sekadar asin. Dengan harga jual Rp 20 ribuan, cita rasa yang disajikan di atas rata-rata. ”Mendekati restoran bintang lima lah,” puji Nanang. (*/c14/dra/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya