Diapun mengatakan selain pengawasan dan sosialisasi, pemerintah juga wajib memperhatikan budaya dari masyarakat setempat. Misalnya Orang Papua sebagian pedagang di berbagai pasar khususnya OAP memilih berjualan lesehan dibandingkan di atas tenda ataupun di dalam lapak.
Hal ini terjadi bukan karena faktor kesengajaan, tapi karena pengaruh budaya atau kebiasaan. Oleh sebab itu penting sebelum membangun pasar, pemerintah wajib membuat sebuah desain yang sifatnya menyatu dengan budaya lokal. Hal ini penting karena menyangkut kebiasaan masyarakat setempat. Hal lain membangun pasar harus mempertimbangkan nilai jual dari pasar tersebut.
Misalnya pasar otonom, pengunjung dominan datang di sore hari, dibandingkan pagi maupun siang hari. Oleh sebab itu langkah tepatnya pasar itu dibuka mulai sore atau malam hari misalnya.
Demikian juga pasar lainnya, pemerintah wajib mengatur mana yang bisa dibuka 1 x 24 Jam, mana yang hanya diperuntukan pagi hari, maupun malam hari. Semuanya harus diatur, sehingga tidak ada lagi pedagang yang mengeluh tentang omzet.
“Karena kalau kita paksakan mereka jualan pagi, sementara pengunjung senangnya malam hari, maka sama saja pedagang akan jualan di malam hari, kondisi inilah yang terjadi di Papua sampai saat ini pemernjtah tidak perhatokan masalah masalah seperti itu,” katanya.
Oleh sebabnya itu diharapkan bagi Calon Kepala Daerah khusunya Calon Walikota Jayapura, menjadikan masalah penataan pasar ini sebagai program kerja mereka ketika terpilih. Sehingga masalah serupa yang terjadi saat ini tidak lagi terjadi ditahun tahun yang akan datang.
“Jangan blusukan di Pasar hanya mau cari suara, tapi tanya pedagang apa keluhan mereka, lalu sinkronkan dengan aturan yang ada, dan kadikan itu sebagai temuan untuk dimasukan kedalam program kerja nantinya,” imbuhnya. (*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos