Saturday, May 11, 2024
26.7 C
Jayapura

Harus Mampu Terjemahkan MRP dan Berkomitmen Perjuangkan Hak-hak Dasar OAP

  Sebab menurutnya ketika alasan tidak dilantiknya dua anggota MRP tersebut hanya karena keduanya bagian dari anggota MRP periode lalu yang menolak UU Otsus, merupakan alasan yang tidak masuk diakal.

  Sebab langkah Beny Sweny dan Orpa Nery menolak UU Otsus  sudah sangat tepat, karena keduanya bagian dari Anggota MRP dimana MRP ini dibentuk untuk merepresentasikan keberadaan orang Papua dalam mengawal dan mengontrol penyelenggaraan UU Otsus baik jilid 1 maupun jilid II.

  “Itukan aspirasi yang diteruskan ke pemerintah pusat sebagai pengambil  keputusan dan kebijakan tertinggi, yang menjadi ciri-ciri negara kesatuan, Jadi, kenapa harus takut terhadap lembaga kultur daerah sekelas MRP,” tandas Thomas, Kamis (9/11).

Baca Juga :  Rem Truk Blong, 18 Orang Meninggal Dunia

  Diapun mengatakan apa yang dilakukan oleh Beny Sweny dan Orpa Nery hanyalah aspirasi rakyat Papua atas kekecewaan mereka karena selama 20 tahun UU Otsus dibentuk, belum memberikan kepuasan, terutama mewujudkan tiga tujuan dasar dari UU Otsus, yaitu proteksi, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap orang asli Papua.

  “Setiap kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh MRP, DPRP, dan Gubernur yang berdimensi kemanusiaan bentuk  keberpihakan mereka terhadap orang asli Papua, lantas kenapa selalu ada resistensi dan penolakan dari pemerintah pusat,” tanya Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR)

  Thomas menganggap langkah Mendagri tidak melantik kedua Anggota MRP terpili tersebut sebagai bentuk melek hukum dan bentuk pembungkaman terhadap hak rakyat Papua.

Baca Juga :  Papua Tengah Sepakat Ibu Kotanya Nabire

  Pasalnya upaya penolakan dan permohonan judicial review terhadap UU Otsus ke MK dari kedua anggota MRP terpilih tersebut merupakan sesuatu konstitusional, dimana setiap warga negara, termasuk MRP memiliki legal standing dan berhak untuk melakukan berbagai ikhtiar hukum. Termasuk upaya mengajukan gugatan ke MK terkait UU Otsus Papua, demi mencari terwujudnya keadilan dan kepastian hukum.

  “Cara itu bukan peradilan jalanan, itu merupakan cara paling bermartabat dan berwibawa yang wajib dihormati dan didukung oleh semua pihak, termasuk Kemendagri. Apalagi MRP adalah lembaga kultur orang Papua, tentu setiap keputusan dan perjuangan mereka bentuk representasi orang Papua melalui lembaga MRP, bukan bersifat oknum,” tuturnya.

  Sebab menurutnya ketika alasan tidak dilantiknya dua anggota MRP tersebut hanya karena keduanya bagian dari anggota MRP periode lalu yang menolak UU Otsus, merupakan alasan yang tidak masuk diakal.

  Sebab langkah Beny Sweny dan Orpa Nery menolak UU Otsus  sudah sangat tepat, karena keduanya bagian dari Anggota MRP dimana MRP ini dibentuk untuk merepresentasikan keberadaan orang Papua dalam mengawal dan mengontrol penyelenggaraan UU Otsus baik jilid 1 maupun jilid II.

  “Itukan aspirasi yang diteruskan ke pemerintah pusat sebagai pengambil  keputusan dan kebijakan tertinggi, yang menjadi ciri-ciri negara kesatuan, Jadi, kenapa harus takut terhadap lembaga kultur daerah sekelas MRP,” tandas Thomas, Kamis (9/11).

Baca Juga :  Wapres Berkantor di Papua Diharapkan Dapat Tingkatkan Perekonomian

  Diapun mengatakan apa yang dilakukan oleh Beny Sweny dan Orpa Nery hanyalah aspirasi rakyat Papua atas kekecewaan mereka karena selama 20 tahun UU Otsus dibentuk, belum memberikan kepuasan, terutama mewujudkan tiga tujuan dasar dari UU Otsus, yaitu proteksi, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap orang asli Papua.

  “Setiap kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh MRP, DPRP, dan Gubernur yang berdimensi kemanusiaan bentuk  keberpihakan mereka terhadap orang asli Papua, lantas kenapa selalu ada resistensi dan penolakan dari pemerintah pusat,” tanya Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR)

  Thomas menganggap langkah Mendagri tidak melantik kedua Anggota MRP terpili tersebut sebagai bentuk melek hukum dan bentuk pembungkaman terhadap hak rakyat Papua.

Baca Juga :  Papua Tengah Sepakat Ibu Kotanya Nabire

  Pasalnya upaya penolakan dan permohonan judicial review terhadap UU Otsus ke MK dari kedua anggota MRP terpilih tersebut merupakan sesuatu konstitusional, dimana setiap warga negara, termasuk MRP memiliki legal standing dan berhak untuk melakukan berbagai ikhtiar hukum. Termasuk upaya mengajukan gugatan ke MK terkait UU Otsus Papua, demi mencari terwujudnya keadilan dan kepastian hukum.

  “Cara itu bukan peradilan jalanan, itu merupakan cara paling bermartabat dan berwibawa yang wajib dihormati dan didukung oleh semua pihak, termasuk Kemendagri. Apalagi MRP adalah lembaga kultur orang Papua, tentu setiap keputusan dan perjuangan mereka bentuk representasi orang Papua melalui lembaga MRP, bukan bersifat oknum,” tuturnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya