Disinggung soal jenis narkoba yang berpotensi beredar di Jayapura, perwira yang juga pernah menjabat di Direskrim Umum Polda Papua ini menyampaikan bahwa dulu pihaknya pernah menangani kasus tembakau Gorila namun disinyalir masuknya lewat Australia, PNG, Jayapura dan diungkap di Timika.
Selain itu potensi penggunaan pil atau obat – obatan terlarang seperti dextro juga masih memungkinkan. “Untuk pil ini beberapa kali kami temukan namun untuk jenis ekstrasi masih sangat jarang,” sambung Irene. Iapun berharap dengan tim yang sudah ada saat ini bisa semakin solid dengan kerja dan semangat baru yang diusung.
Terkait upaya yang bisa dilakukan untuk menekan angka peredaran narkoba di Jayapura, kata Irene agenda sosialisasi, penyuluhan di tingkat RT RW juga perlu dilakukan. “Kami juga meyakini jika sosialisasi terkait bahaya narkoba ini disampaikan di gereja gereja dengan melibatkan hamba Tuhan atau pendeta itu lebih efektif karena kami melihat anak – anak muda ini lebih mendengar dan mau mendengar jika pendeta yang berbicara jadi peran gereja sangat memberi dampak,” imbuhnya.
Sementara disinggung soal keluarga dimana Irene merupakan sosok seorang ibu dengan dua anak, ia mengatakan bahwa sang suami dan anak – anak selalu mensuport kerja – kerja penyidikan yang dilakukan. Akan tetapi ada yang menarik dimana ternyata kedua anaknya menolak untuk menjadi polisi.
“Capek kata mereka sebab mereka sudah melihat kerja saya selama ini. Saya berangkat kerja saat mereka masih tidur dan saya pulang juga mereka sudah tidur. Mereka kadang protes tapi saya katakan bahwa itulah tanggungjawab yang harus dijalankan,” pungkas Irene. “Kami juga berharap masyarakat bisa ikut mendukung upaya yang dilakukan aparat kepolisian untuk menekan angka peredaran karena ini menyangkut masa depan generasi bangsa juga,” tutupnya. (*/tri)
Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos