Friday, November 22, 2024
31.7 C
Jayapura

Pendapatan Turun Drastis, Bayar Kos Saja Susah Terpaksa Tidur di “Hotel Suzuki”

Keluh Kesah Sopir Angkutan Umum di Tengah Menjamurnya Angkutan Online

Seperti halnya di kota-kota besar lainnya, angkutan umum di Kota Jayapura kini juga mengalami krisis. Masyarakat makin minim untuk menggunakan angkutan umum, sebab saat ini sudah banyak angkutan online yang jauh lebih praktis dan efektif mengantar sampati tempat tujuan. Lantas bagaimanan nasib para sopir angkot, yang tidak bisa mengikuti alur menganti mobil tua menjadi angkutan oline?

Laporan : Elfira_Jayapura

Terminal yang dulunya ramai dengan masyarakat yang mencari angkutan, dan teriakan kondektur atau sopir yang mencari penumpang, kini sudah jarang terlihat. Terminal, terliht mulai sepi, bahkan sebagian angkutan enggan masuk antri penumpang di terminal dan memilih mencari terminal bayangan untuk mencari penumpang.

     “Itu lihat angkot kami (mobil angkutan umum-red), sudah dua jam parkir tanpa penumpang” ucap Adnan (53), membuka percakapan dengan Cenderawasih Pos,  saat cuaca di Kota Jayapura cerah, Selasa (25/6) sore.

Baca Juga :  Frans Pekey Apresiasi  Aspirasi Masyarakat

    Adnan adalah seorang sopir angkutan umum sejak 1993 silam, saat ini ia mengemudi trayek B4 dengan jalur Entrop-APO. Saat Cenderawasih Pos menyambaginya, ayah lima anak itu sedang duduk menunggu penumpang.

   Ia tak sendiri, melainkan bersama rekan lainnya sesama sopir angkutan umum juga. Saat percakapan di tempat duduk bertuliskan Sub Terminal Taman Mesran Kota Jayapura, di Jalan Koti. Satu sopir lainnya berbisik soal sepinya penumpang.

   Adnan sendiri narik angkot sejak pukul 04:00 WIT. Namun hingga pukul 16:00 WIT, pendapatannya baru Rp 80 ribu. “Ini pendapatan saya narik sejak pukul 04:00 hingga pukul 4 sore baru segini,” ucapnya sembari memperlihatkan uang di tangannya berjumlah Rp 80 ribu.

   Pendapatannya saat ini tak sebanding dengan dulu awal ia menjadi sopir angkot, sehari bisa mengumpulkan 400 ribu hingga 500 ribu. Dengan waktu kerja pukul 04:00 WIT hingga 23:00 WIT.

Baca Juga :  Pemasangan Alat RAS, Kualitas Air Untuk Kolam Budidaya Tetap Terjaga

  “Pendapatan segitu bisa membiayai anak anak sekolah dan mencukupi kebutuhan keluarga,” ucapnya, sembari menghisap  sebatang  rokok di tangan kanannya.

   Namun, Adnan mengaku kini pendapatannya menurun drastis sejak adanya angkutan online seperti Maxim dan Grab. “100 ribu dalam sehari, belum juga setor ke pemilik mobil,” sembari menghela nafas, sedang di lain sudut, sopir lainnya sedang memperbaiki kendaraannya.

   Ayah lima anak itu tak melarang kehadiran taksi online di kota ini, hanya saja ia meminta pemerintah harus membatasinya. Ia sadar betul bahwa taksi online mempermudah masyarakat, namun jika tidak dibatasi maka perlahan mematikan mata pencaharian mereka.

   “Pemerintah seakan melumpuhkan penghasilan saya untuk membiayai anak anak yang sedang sekolah dan kuliah, sementara tujuan pemerintah adalah memberantas buta huruf, namun justru mencekik kami seperti ini,” tuturnya

Keluh Kesah Sopir Angkutan Umum di Tengah Menjamurnya Angkutan Online

Seperti halnya di kota-kota besar lainnya, angkutan umum di Kota Jayapura kini juga mengalami krisis. Masyarakat makin minim untuk menggunakan angkutan umum, sebab saat ini sudah banyak angkutan online yang jauh lebih praktis dan efektif mengantar sampati tempat tujuan. Lantas bagaimanan nasib para sopir angkot, yang tidak bisa mengikuti alur menganti mobil tua menjadi angkutan oline?

Laporan : Elfira_Jayapura

Terminal yang dulunya ramai dengan masyarakat yang mencari angkutan, dan teriakan kondektur atau sopir yang mencari penumpang, kini sudah jarang terlihat. Terminal, terliht mulai sepi, bahkan sebagian angkutan enggan masuk antri penumpang di terminal dan memilih mencari terminal bayangan untuk mencari penumpang.

     “Itu lihat angkot kami (mobil angkutan umum-red), sudah dua jam parkir tanpa penumpang” ucap Adnan (53), membuka percakapan dengan Cenderawasih Pos,  saat cuaca di Kota Jayapura cerah, Selasa (25/6) sore.

Baca Juga :  JBR Tanpa Massa, BMD Ibadah, ABR Gunakan Open Kap dan Pekei Berikrar di Teluk

    Adnan adalah seorang sopir angkutan umum sejak 1993 silam, saat ini ia mengemudi trayek B4 dengan jalur Entrop-APO. Saat Cenderawasih Pos menyambaginya, ayah lima anak itu sedang duduk menunggu penumpang.

   Ia tak sendiri, melainkan bersama rekan lainnya sesama sopir angkutan umum juga. Saat percakapan di tempat duduk bertuliskan Sub Terminal Taman Mesran Kota Jayapura, di Jalan Koti. Satu sopir lainnya berbisik soal sepinya penumpang.

   Adnan sendiri narik angkot sejak pukul 04:00 WIT. Namun hingga pukul 16:00 WIT, pendapatannya baru Rp 80 ribu. “Ini pendapatan saya narik sejak pukul 04:00 hingga pukul 4 sore baru segini,” ucapnya sembari memperlihatkan uang di tangannya berjumlah Rp 80 ribu.

   Pendapatannya saat ini tak sebanding dengan dulu awal ia menjadi sopir angkot, sehari bisa mengumpulkan 400 ribu hingga 500 ribu. Dengan waktu kerja pukul 04:00 WIT hingga 23:00 WIT.

Baca Juga :  Sudah Ada Lima Aduan yang Masuk, Rata-rata Soal Pasien Tak Punya Surat Rujukan

  “Pendapatan segitu bisa membiayai anak anak sekolah dan mencukupi kebutuhan keluarga,” ucapnya, sembari menghisap  sebatang  rokok di tangan kanannya.

   Namun, Adnan mengaku kini pendapatannya menurun drastis sejak adanya angkutan online seperti Maxim dan Grab. “100 ribu dalam sehari, belum juga setor ke pemilik mobil,” sembari menghela nafas, sedang di lain sudut, sopir lainnya sedang memperbaiki kendaraannya.

   Ayah lima anak itu tak melarang kehadiran taksi online di kota ini, hanya saja ia meminta pemerintah harus membatasinya. Ia sadar betul bahwa taksi online mempermudah masyarakat, namun jika tidak dibatasi maka perlahan mematikan mata pencaharian mereka.

   “Pemerintah seakan melumpuhkan penghasilan saya untuk membiayai anak anak yang sedang sekolah dan kuliah, sementara tujuan pemerintah adalah memberantas buta huruf, namun justru mencekik kami seperti ini,” tuturnya

Berita Terbaru

Artikel Lainnya