“Semua kami lakukan. Kami tidak menutup mata terhadap persoalan ini karena tindakan BKSDA sudah melanggar hukum adat kita orang Papua,” tegas Ohee. Menurutnya, MRP kini menunggu tindak lanjut dari pemerintah daerah atas rekomendasi masyarakat adat yang telah disampaikan bersama pihak MRP beberapa waktu lalu. Ia menekankan bahwa seluruh langkah itu merupakan bentuk tanggung jawab moral MRP dalam menjaga harkat dan martabat lembaga adat di Papua.
Lebih lanjut, Ohee menambahkan, apabila ada kelompok masyarakat atau mahasiswa yang ingin berdialog langsung dengan MRP, mereka dapat mengirimkan perwakilan untuk menyerahkan aspirasi secara resmi di kantor MRP. Nantinya, lembaga tersebut akan menelaah isi tuntutan dan memutuskan langkah sesuai dengan kewenangan mereka.
“Kalau dari tuntutan itu ada hal yang menjadi kewenangan MRP, tentu kami tindaklanjuti. Tapi jika itu menjadi tanggung jawab DPRP atau pemerintah daerah, kami tidak bisa menjawabnya karena di luar tupoksi kami,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Max Ohee juga mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Ia menegaskan bahwa MRP dan pemerintah daerah saat ini tengah berupaya agar persoalan pemusnahan mahkota Cenderawasih dapat diselesaikan dengan cara-cara yang bijak tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
“Kami sudah menyerahkan sepuluh tuntutan masyarakat adat kepada Gubernur Papua. Kami juga mendapat informasi bahwa Kementerian Kehutanan akan datang ke Jayapura untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius. Karena itu, kami harap masyarakat dapat menahan diri dan mempercayakan prosesnya kepada pemerintah daerah,” pungkas Ohee.
Sementara Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Fredrickus W. A. Maclarimboen, menegaskan bahwa secara umum pelaksanaan penyampaian aspirasi oleh kelompok Mahasiswa dari Universitas Cenderawasih terkait pembakaran Mahkota Cenderawasih di Jayapura, berjalan lancar dan tertib.
“Semua kami lakukan. Kami tidak menutup mata terhadap persoalan ini karena tindakan BKSDA sudah melanggar hukum adat kita orang Papua,” tegas Ohee. Menurutnya, MRP kini menunggu tindak lanjut dari pemerintah daerah atas rekomendasi masyarakat adat yang telah disampaikan bersama pihak MRP beberapa waktu lalu. Ia menekankan bahwa seluruh langkah itu merupakan bentuk tanggung jawab moral MRP dalam menjaga harkat dan martabat lembaga adat di Papua.
Lebih lanjut, Ohee menambahkan, apabila ada kelompok masyarakat atau mahasiswa yang ingin berdialog langsung dengan MRP, mereka dapat mengirimkan perwakilan untuk menyerahkan aspirasi secara resmi di kantor MRP. Nantinya, lembaga tersebut akan menelaah isi tuntutan dan memutuskan langkah sesuai dengan kewenangan mereka.
“Kalau dari tuntutan itu ada hal yang menjadi kewenangan MRP, tentu kami tindaklanjuti. Tapi jika itu menjadi tanggung jawab DPRP atau pemerintah daerah, kami tidak bisa menjawabnya karena di luar tupoksi kami,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Max Ohee juga mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Ia menegaskan bahwa MRP dan pemerintah daerah saat ini tengah berupaya agar persoalan pemusnahan mahkota Cenderawasih dapat diselesaikan dengan cara-cara yang bijak tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
“Kami sudah menyerahkan sepuluh tuntutan masyarakat adat kepada Gubernur Papua. Kami juga mendapat informasi bahwa Kementerian Kehutanan akan datang ke Jayapura untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius. Karena itu, kami harap masyarakat dapat menahan diri dan mempercayakan prosesnya kepada pemerintah daerah,” pungkas Ohee.
Sementara Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Fredrickus W. A. Maclarimboen, menegaskan bahwa secara umum pelaksanaan penyampaian aspirasi oleh kelompok Mahasiswa dari Universitas Cenderawasih terkait pembakaran Mahkota Cenderawasih di Jayapura, berjalan lancar dan tertib.