Dorince pun meminta Pemerintah Provinsi Papua untuk memberikan perhatian serius dengan menaikkan alokasi anggaran bagi MRP. Menurutnya, peran MRP sangat penting bagi keberlangsungan masyarakat asli Papua sehingga seluruh penunjang kerja, termasuk fasilitas sarana dan prasarana, harus dipenuhi.
“Mungkin anggaran memang terbatas, sehingga sarpras untuk DK saja tidak bisa dipenuhi. Karena itu kami berharap Pemprov Papua bisa memperhatikan persoalan ini. Bila perlu dalam APBD perubahan nanti, anggaran MRP dinaikkan,” tandasnya.
Selain persoalan fasilitas, Dorince juga menyoroti belum ditetapkannya dokumen Tata Beracara DK MRP melalui sidang pleno. Padahal, tata beracara tersebut menjadi dasar hukum bagi DK dalam menjalankan fungsi pengawasan, terutama terkait penegakan kode etik anggota MRP.
“Sudah dua tahun kami tidak bisa bekerja karena dokumen tata beracara ini belum diplenokan. Kalau ini sudah diputuskan, maka kami bisa mengeksekusi setiap permasalahan yang berkaitan dengan tata krama anggota MRP,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ada dua produk hukum yang menjadi acuan utama DK dalam bekerja, yakni Tata Beracara dan Kode Etik. Namun hingga kini, tata beracara belum ditetapkan dalam pleno, sehingga proses penegakan kode etik belum dapat berjalan maksimal.
“Kami bisa adakan sidang kode etik bagi anggota MRP yang bermasalah, jika dokumen tata beracara ini sudah diplenokan. Kami harap dalam minggu-minggu ke depan pleno bisa segera dilakukan,” harap Dorince. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos