Tuesday, July 8, 2025
22.1 C
Jayapura

Bukan Hanya Permintaan Maaf, Tapi Pengakuan dan Proses Hukum

“Keberadaan Kogabwilhan di wilayah Papua perlu dievaluasi, sebab jika Kogbawilhannya pangkat bintang 3 sementara Pangdam pangkat bintang 2. Begitu Kogabwilhan mengatakan  hoax otomatis Pangdam juga menyampaikan hal serupa. Karena itu Kogabwilhannya harus dievaluasi kalau bisa ditarik kembali,” ucapnya.

Menurut Frits, secara hirarki Kogabwilhan hadir dalam wilayah perang. Sementara Papua sendiri bukan wilayah darurat perang.

“Kenapa harus ada Kogabwilhan di Papua, padahal kita ini bukan wilayah perang atau daerah konflik. Melainkan daerah rawan konflik, sehingga muncul sporadis dimana mana yang mengundang tindakan TNI-Polri,” bebernya.

Atas beberapa kasus yang pelakunya melibatkan TNI, Komnas HAM menilai ada yang harus dibenahi. “Saya rasa TNI  harus mengubah kurikulum pendidikan mereka, supaya tidak salah dalam banyak bertindak,” kata Frits.

Baca Juga :  Mesin ATM Dibobol, Rp 4 Juta Digasak

Terkait kasus penyiksaan ini, Frits mengaku Komnas HAM membentuk tim. Dimana tim ini akan dikirim ke Yonif 300 Raider/Brawijaya dan ke Puncak. “Tim akan saya kirim ke Cianjur untuk melakukan pemeriksaan kepada 13 orang anggota TNI, sementara di Puncak saya sendiri yang pimpin,” kata Frits.

Sementara itu, untuk jangka panjang Komnas HAM akan membuka ulang proses dialog kemanusiaan yang tahun lalu berhenti di Jenewa.

Sementara itu, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua menyebutkan bahwa penyiksaan itu tidak hanya merupakan tindakan di luar hukum, melainkankan juga melanggar hukum internasional.

“Melanggar larangan hukum internasional, konstitusi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy yang tergabung dalam koalisi, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (23/4).

Baca Juga :  Danlantamal Pastikan Netralitas TNI AL Dalam Pilkada 2024

Dalam rilis tersebut, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua menilai penyiksaan itu sangat mengkhawatirkan, karena aparat militer bukan hanya telah melakukan tindakan di luar hukum, tapi melanggar larangan hukum internasional, konstitusi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Sebagai aparat keamanan, sudah seharusnya para anggota TNI itu menghormati hukum yang berlaku. Peristiwa ini pun semakin menambah daftar aksi kekerasan aparat terhadap warga sipil di Tanah Papua,” tegasnya.

“Keberadaan Kogabwilhan di wilayah Papua perlu dievaluasi, sebab jika Kogbawilhannya pangkat bintang 3 sementara Pangdam pangkat bintang 2. Begitu Kogabwilhan mengatakan  hoax otomatis Pangdam juga menyampaikan hal serupa. Karena itu Kogabwilhannya harus dievaluasi kalau bisa ditarik kembali,” ucapnya.

Menurut Frits, secara hirarki Kogabwilhan hadir dalam wilayah perang. Sementara Papua sendiri bukan wilayah darurat perang.

“Kenapa harus ada Kogabwilhan di Papua, padahal kita ini bukan wilayah perang atau daerah konflik. Melainkan daerah rawan konflik, sehingga muncul sporadis dimana mana yang mengundang tindakan TNI-Polri,” bebernya.

Atas beberapa kasus yang pelakunya melibatkan TNI, Komnas HAM menilai ada yang harus dibenahi. “Saya rasa TNI  harus mengubah kurikulum pendidikan mereka, supaya tidak salah dalam banyak bertindak,” kata Frits.

Baca Juga :  Poin Perdana

Terkait kasus penyiksaan ini, Frits mengaku Komnas HAM membentuk tim. Dimana tim ini akan dikirim ke Yonif 300 Raider/Brawijaya dan ke Puncak. “Tim akan saya kirim ke Cianjur untuk melakukan pemeriksaan kepada 13 orang anggota TNI, sementara di Puncak saya sendiri yang pimpin,” kata Frits.

Sementara itu, untuk jangka panjang Komnas HAM akan membuka ulang proses dialog kemanusiaan yang tahun lalu berhenti di Jenewa.

Sementara itu, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua menyebutkan bahwa penyiksaan itu tidak hanya merupakan tindakan di luar hukum, melainkankan juga melanggar hukum internasional.

“Melanggar larangan hukum internasional, konstitusi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy yang tergabung dalam koalisi, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (23/4).

Baca Juga :  Tiga Prajurit TNI Diperiksa dalam Kasus Penjualan Senjata Api ke KKB

Dalam rilis tersebut, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua menilai penyiksaan itu sangat mengkhawatirkan, karena aparat militer bukan hanya telah melakukan tindakan di luar hukum, tapi melanggar larangan hukum internasional, konstitusi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Sebagai aparat keamanan, sudah seharusnya para anggota TNI itu menghormati hukum yang berlaku. Peristiwa ini pun semakin menambah daftar aksi kekerasan aparat terhadap warga sipil di Tanah Papua,” tegasnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya