Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Sempat Ketakutan Saat Memotong Tubuh Korban

Hakim Penasaran Latar Belakang Terdakwa AP yang Bisa Mengatur Perwira TNI

JAYAPURA – Setelah putusan spektakuler yakni seumur hidup  dibacakan dalam peradilan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura terhadap terhadap terdakwa HF, lanjutan sidang kasus mutilasi empat warga sipil di Timika kembali berlanjut. Kamis (26/1) kemarin empat terdakwa anggota TNI diperiksa dalam sidang. Empat terdakwa tersebut yakni Pratu RO, Pratu RP, Pratu RA dan Praka PR.

Hakim dipimpin oleh Kol Chk Rudy P didampingi dua hakim anggota yaitu Letkol Chk Selamet dan Letkol Chk Arie dengan Oditur I yakni Kol  Chk Yunus Ginting dan Oditur II Letkol Chk Frengky. Sedangkan penasehat hukum terdakwa yaitu Mayor Chk Yuda Nanggar dan Letda Sionefrat. Keempat terdakwa duduk menyerong menghadap Kol Yunus Ginting yang terus mencecar pertanyaan.

Disini terungkap jika dari enam anggota TNI yang terlibat, hanya 2 anggota yang melakukan mutilasi terhadap korban yaitu Pratu RA, Pratu RO  sedangkan yang lain ikut melakukan penganiayaan hingga korban tewas namun tidak melakukan mutilasi.

Perbuatan tak manusiawi ini sendiri nampaknya hadir karena situasi dimana para pelaku ingin menghilangkan jejak perbuatannya. Itu termasuk upaya membakar mobil korban yang dilakukan jauh dari TKP utama.

Satu terdakwa mengaku sempat bingung dan takut saat disuruh untuk mengeksekusi tubuh korban. “Saya sempat takut tapi disampaikan untuk lanjutkan saja. Saya takut karena belum pernah melakukan (mutilasi),” jelas Pratu RO dalam pengakuannya.

Disitu ia hanya memotong bagian lutut dan kepala dan saat akan dimasukkan ke karung terdakwa AP alias Jack langsung menikam beberapa kali bagian perut dengan tujuan agar jenasah  bisa tenggelam. Ia juga yang melakukan penikaman dua korban di dalam mobil hingga tewas.

Baca Juga :  10 dari 11 Daerah PEserat Pemilukada Belum Serahkan NPHD

Ketika itu pengakuan para terdakwa, ada dua korban yang masih sempat hidup namun di mobil justru dihabisi oleh Jack dengan cara menikam di bagian leher korban. Dan menariknya saat mengeksekusi korban di Logpond, ada salah satu terdakwa yakni Pratu RO yang sempat merekam aktifitas tersebut menggunakan Hp sebelum potongan tubuh korban dibuang di Kali atau Sungai Pigapu.

Disini potongan tubuh korban semua dimasukkan ke dalam 6 karung. Keempat terdakwa juga sempat dicecar oleh majelis hakim mengapa bisa menjadi satu tim padahal pekerjaan masing – masing tidak sama.

Ada yang bertugas di bagian gudang, ada bertugas sebagai staf dan ada juga ajudan. Disini majelis hakim juga berulang kali mempertanyakan siapa si Jack  sebab meski disebut sebagai warga sipil namun bisa – bisanya mengatur perwira TNI bahkan mengatur enam anggota TNI.

Hakim ketua mencurigai ada latar belakang lain dari Jack sehingga dengan leluasa ikut mengatur sebagian besar aksi ini. “Kenapa Jack bisa ikut padahal seharusnya inikan (jual beli senpi-KKB) ditangani militer yang memiliki tim khusus, bahkan komandan kalian dikendalikan oleh sipil, siapa dia (Jack)?,” tanya majelis hakim.

Dalam persidangan juga keempat terdakwa mengaku menyesal dan memahami bahwa dari perbuatan yang dilakukan justru mencoreng citra TNI.

Baca Juga :  Hakim Tipikor Batal Bacakan Vonis Lukas Enembe

“Yang kalian lakukan ini meresahkan warga masyarakat disitu. Masyarakat justru merasa tidak aman dan tidak pantas dilakukan seorang prajurit, menyalahi sumpah seorang prajurit,” cecar Kol Chk Selamet.

Hakim ketua juga sempat mengarahkan untuk keempat terdakwa meminta maaf kepada keluarga korban dan saat itu keempatnya sempat berdiri menuju pihak keluarga namun direspon oleh pihak keluarga dengan keluar dari ruang sidang.

“Saya tadi kalau memaafkan bisa saja masyarakat dan keluarga di kampung akan menganggap saya salah jadi saya tidak mau,” ujar Aptoro Lokbere di luar ruang sidang. Sementara salah satu penasehat hukum pihak korban, Gustaf Kawer SH menyampaikan bahwa dari fakta persidangan meski ada yang tidak konsisten namun unsur 340 KUHP nampaknya terungkap.

Kalau dilihat dari saksi mayor HF  dan  saksi sebelumnya diakui mulai  tanggal 19 hingga 23 Agustus 2022 terlihat ada perencanaan hingga ada kejadian mutilasi. Jadi dari mayor hingga anggota empat terdakwa ini unsur pembunuhan berencana sudah muncul kata Gustaf.

“Lalu jika menyimak dakwaan sudah memiliki korelasi  dimana dakwaan oditur primernya adalah 340 Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan  kami harapkan tuntutan jaksa maksimal sesuai dengan pasal 340 KUHP yang ancamannya hukuman mati atau seumur hidup. Dan sampai pada putusan nanti kami berharap hakim juga punya komitmen yang sama. Jika dikaitkan dengan Mayor HF kami pikir itu putusan terbaik baik keluarga korban,” tutup Gustaf.

Sidang akan kembali dilanjutkan tanggal 6 Februari dengan agenda tuntutan. (ade/wen)

Hakim Penasaran Latar Belakang Terdakwa AP yang Bisa Mengatur Perwira TNI

JAYAPURA – Setelah putusan spektakuler yakni seumur hidup  dibacakan dalam peradilan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura terhadap terhadap terdakwa HF, lanjutan sidang kasus mutilasi empat warga sipil di Timika kembali berlanjut. Kamis (26/1) kemarin empat terdakwa anggota TNI diperiksa dalam sidang. Empat terdakwa tersebut yakni Pratu RO, Pratu RP, Pratu RA dan Praka PR.

Hakim dipimpin oleh Kol Chk Rudy P didampingi dua hakim anggota yaitu Letkol Chk Selamet dan Letkol Chk Arie dengan Oditur I yakni Kol  Chk Yunus Ginting dan Oditur II Letkol Chk Frengky. Sedangkan penasehat hukum terdakwa yaitu Mayor Chk Yuda Nanggar dan Letda Sionefrat. Keempat terdakwa duduk menyerong menghadap Kol Yunus Ginting yang terus mencecar pertanyaan.

Disini terungkap jika dari enam anggota TNI yang terlibat, hanya 2 anggota yang melakukan mutilasi terhadap korban yaitu Pratu RA, Pratu RO  sedangkan yang lain ikut melakukan penganiayaan hingga korban tewas namun tidak melakukan mutilasi.

Perbuatan tak manusiawi ini sendiri nampaknya hadir karena situasi dimana para pelaku ingin menghilangkan jejak perbuatannya. Itu termasuk upaya membakar mobil korban yang dilakukan jauh dari TKP utama.

Satu terdakwa mengaku sempat bingung dan takut saat disuruh untuk mengeksekusi tubuh korban. “Saya sempat takut tapi disampaikan untuk lanjutkan saja. Saya takut karena belum pernah melakukan (mutilasi),” jelas Pratu RO dalam pengakuannya.

Disitu ia hanya memotong bagian lutut dan kepala dan saat akan dimasukkan ke karung terdakwa AP alias Jack langsung menikam beberapa kali bagian perut dengan tujuan agar jenasah  bisa tenggelam. Ia juga yang melakukan penikaman dua korban di dalam mobil hingga tewas.

Baca Juga :  27 Pasien Covid Dipindahkan ke KM Tidar

Ketika itu pengakuan para terdakwa, ada dua korban yang masih sempat hidup namun di mobil justru dihabisi oleh Jack dengan cara menikam di bagian leher korban. Dan menariknya saat mengeksekusi korban di Logpond, ada salah satu terdakwa yakni Pratu RO yang sempat merekam aktifitas tersebut menggunakan Hp sebelum potongan tubuh korban dibuang di Kali atau Sungai Pigapu.

Disini potongan tubuh korban semua dimasukkan ke dalam 6 karung. Keempat terdakwa juga sempat dicecar oleh majelis hakim mengapa bisa menjadi satu tim padahal pekerjaan masing – masing tidak sama.

Ada yang bertugas di bagian gudang, ada bertugas sebagai staf dan ada juga ajudan. Disini majelis hakim juga berulang kali mempertanyakan siapa si Jack  sebab meski disebut sebagai warga sipil namun bisa – bisanya mengatur perwira TNI bahkan mengatur enam anggota TNI.

Hakim ketua mencurigai ada latar belakang lain dari Jack sehingga dengan leluasa ikut mengatur sebagian besar aksi ini. “Kenapa Jack bisa ikut padahal seharusnya inikan (jual beli senpi-KKB) ditangani militer yang memiliki tim khusus, bahkan komandan kalian dikendalikan oleh sipil, siapa dia (Jack)?,” tanya majelis hakim.

Dalam persidangan juga keempat terdakwa mengaku menyesal dan memahami bahwa dari perbuatan yang dilakukan justru mencoreng citra TNI.

Baca Juga :  Kesal, Ayah Aniaya Anak Kandung Hingga Patah Kaki

“Yang kalian lakukan ini meresahkan warga masyarakat disitu. Masyarakat justru merasa tidak aman dan tidak pantas dilakukan seorang prajurit, menyalahi sumpah seorang prajurit,” cecar Kol Chk Selamet.

Hakim ketua juga sempat mengarahkan untuk keempat terdakwa meminta maaf kepada keluarga korban dan saat itu keempatnya sempat berdiri menuju pihak keluarga namun direspon oleh pihak keluarga dengan keluar dari ruang sidang.

“Saya tadi kalau memaafkan bisa saja masyarakat dan keluarga di kampung akan menganggap saya salah jadi saya tidak mau,” ujar Aptoro Lokbere di luar ruang sidang. Sementara salah satu penasehat hukum pihak korban, Gustaf Kawer SH menyampaikan bahwa dari fakta persidangan meski ada yang tidak konsisten namun unsur 340 KUHP nampaknya terungkap.

Kalau dilihat dari saksi mayor HF  dan  saksi sebelumnya diakui mulai  tanggal 19 hingga 23 Agustus 2022 terlihat ada perencanaan hingga ada kejadian mutilasi. Jadi dari mayor hingga anggota empat terdakwa ini unsur pembunuhan berencana sudah muncul kata Gustaf.

“Lalu jika menyimak dakwaan sudah memiliki korelasi  dimana dakwaan oditur primernya adalah 340 Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan  kami harapkan tuntutan jaksa maksimal sesuai dengan pasal 340 KUHP yang ancamannya hukuman mati atau seumur hidup. Dan sampai pada putusan nanti kami berharap hakim juga punya komitmen yang sama. Jika dikaitkan dengan Mayor HF kami pikir itu putusan terbaik baik keluarga korban,” tutup Gustaf.

Sidang akan kembali dilanjutkan tanggal 6 Februari dengan agenda tuntutan. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya