JAYAPURA – Hingga kini keuangan pemerintah Provinsi Papua masih berkutat dengan anggaran yang bermasalah. DPR Papua juga ikut merasakan ini dan menganggap bahwa tidak bisa jika pemerintah Provinsi Papua menyelesaikan sendiri mengingat kebijakan diputus dari pemerintah pusat.
Bagaimana tidak, setelah Daerah Otonomi Baru (DOB) disahkan anggaran yang duluunya utuh dikelola pemerintah Papua kini langsung dipotong dan dibagikan ke provinsi DOB. Ketua DPR Papua, Jhon Banua Rouw melihat Pemprov agak kelimpungan karena diterapkan mendadak dan tanpa meminta pertimbangan dari provinsi induk. Sementara hitung – hitungan APBD telah ditetapkan sebelumnya dengan porsi yang masih normal alias belum ada pembagian anggaran.
“Ini semua kesalahan menteri keuangan, dana dibagi langsung ke provinsi baru sementara semua beban daerah masih dipikul pemerintah provinsi induk,” kata Jhony di kantor DPRP belum lama ini. Beberapa contoh konkrit dampak dari pembagian anggaran yang tannpa koordinasi ini kata Jhony adalah sector pendidikan. Banyak persoalan yang akhirnya muncul akibat ploting anggaran yang tak lagi diterima utuh melainkan sudah mengalami penurunan drastis.
Yang dulunya bisa mengelola sekitar Rp 8 triliun lebih kini hanya mengelola sekitar Rp 2,1 triliun. “Soal pendidikan terkait beasiswa yang masih banyak masalah. Di APBD Papua tahun ini angkanya sangat kecil sementara mahasiswa ini perlu tetap dibiayai. Jika tidak maka terlambat studi atau gagal wisuda. Pemerintah yang buat mereka terlambat dan kami yang harus diperhadapkan dengan persoalan ini,” kata Jhony.
DPR memastikan akan terus memperjuangkan agar pemerintah pusat ikut bertanggungjawab. “Kami masih di Jayapura hingga 27 Februari kemudian kami akan bertemu presiden sebab keputusan menteri keuangan sudah berjalan namun akhirnya banyak persoalan yang muncul,” imbuhnya. Lalu aspek kesehatan sebagaimana sudah diketahui bersama ada 200 an tenaga kesehatan yang akhirnya dirumahkan kemudian dana KPS di RSUD Dok II dan RSU Abepura juga mulai kehabisan anggaran.
“Persoalannya adalah masyarakat hanya tahu mereka dilayani oleh KPS tapi saat ini dana tersebut sudah habis dan pasien masih berdatangan dengan harapan diterima oleh KPS,” imbuhnya. Dari persoalan ini DPRP sempat memunculkan wacana untuk menggunakan dana cadangan yang penggunaannya harus melihat sejumlah indicator salah satunya urgensi. “Sementara masih kami tahan dulu tapi jika tak ada solusi mau tidak mau harus dibuat kesepakatan untuk menggunakan dana cadangan ini karena pasien tidak menunggu anggaran atau apa,” tutupnya. (ade/wen)