Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Menkopolhukam Tegaskan KKB di Papua Musuh Rakyat

JAKARTA-Dikutip dari kantor berita Antara, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan KKB di wilayah Papua adalah musuh rakyat, dan pemerintah akan terus menindak tegas kelompok yang mengarah kepada disintegrasi tersebut. “Pemerintah akan tegas memburu dan menindak mereka yang menamakan diri sebagai KKB. Musuh kita, musuh rakyat bukan Papua, tetapi KKB yang ada di Papua,”  kata Mahfud dalam pemaparan media secara daring bersama Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Kamis (21/7). Pada Sabtu (16/7) lalu, KKB kembali melakukan penyerangan terhadap masyarakat sipil, di Kabupaten Nduga, Papua yang menewaskan sebelas orang meninggal, termasuk tokoh agama. Mahfud mengatakan KKB tidak merepresentasikan Papua. Masyarakat Papua, kata Mahfud, merupakan orang-orang yang beradab. “Papua ini terdiri dari orang-orang yang jauh lebih beradab, karena tanah Papua ini tidak bisa diwakili oleh KKB,” ujarnya. Ia menegaskan pemerintah menerapkan pendekatan kesejahteraan untuk membangun Papua. Pemerintah juga tidak melakukan operasi militer di Papua, melainkan melakukan penindakan tegas untuk menjamin keamanan masyarakat dan menegakkan hukum sesuai perundang-undangan. Terkait situasi saat ini, Mahfud menilai secara umum kondisi keamanan di Papua kondusif. Kekerasan yang dilakukan KKB hanya terjadi di sedikit lokasi, dan tidak merepresentasikan keadaan Papua.
Baca Juga :  Kapolda Tak Ingin Berprekulasi Soal Penembakan
“Tindakan kriminal dan kekerasan hanya terjadi di Pegunungan Tengah dan beberapa tempat. Kalau saudara ke Manokwari, Jayapura, ke selatan, semuanya kondusif. Jadi secara umum kondusif, yang ada gangguan KKB di tempat tertentu,” kata dia. Mahfud MD menegaskan bahwa informasi yang menyebutkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh aparat di wilayah Papua adalah hoaks atau bohong. “Saya ingin menekankan mari kita proposionalkan isu-isu panas, banyak isu hoaksnya. Pertama, isu pelanggaran HAM yang dilakukan aparat yang menjadi sorotan internasional. Saudara, semuanya itu hoaks,” tegas Mahfud. Mahfud yang baru saja mengikuti Sidang Tahunan Ke-50 Komisi Tinggi (KT) Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada tanggal 13—14 Juni 2022. Dalam forum itu, Mahfud menyampaikan pidato mengenai kemajuan pembangunan HAM di Indonesia. “Di dalam sidang itu, Komisioner Tinggi HAM PBB (Michelle Bachelet) menyebut 49 negara yang memiliki pelanggaran HAM, Indonesia sama sekali tidak disebut,” ujarnya. Oleh karena itu, Mahfud meminta semua pihak tidak terprovokasi oleh narasi-narasi pihak tidak bertanggung jawab mengenai pelanggaran HAM di Papua. “Pada bulan November 2021, ada yang mengatakan begini, Indonesia mendapat teguran dari PBB karena mendapat 19 surat dari SPMH, itu satu unit yang di PBB diberikan wewenang tentang pengaduan yang dikembalikan ke negaranya,” ucap Mahfud.
Baca Juga :  Di Timika, Satu Pasien Covid-19 Meninggal Dunia
Adapun soal surat dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) itu, lanjut Mahfud, bukan sorotan atau investigasi, melainkan penerusan surat dari masyarakat untuk diketahui negara yang bersangkutan. Akan tetapi, isi surat itu tidak pernah dibicarakan di Komisi Tinggi HAM PBB. “Indonesia mendapat surat hanya diberi tahu 19 surat, pada saat yang sama Amerika Serikat mendapat 78 surat, India 50 surat. Sesudah Indonesia jawab, selesai,” ujar Mahfud. SPMH, kata dia, bukan organ PBB yang bisa menilai dan menyelidiki pelanggaran HAM di suatu negara atas nama KT HAM PBB. Malah yang melakukan kekerasan di sejumlah wilayah Papua, kata dia, adalah KKB. Meski demikian, dia menegaskan, KKB hanya bisa melakukan kekerasan di sedikit wilayah Papua. “Di Papua ini KKB menjadi isu karena motifnya KKB ini adalah motif politik dan keamanan karena bertujuan melakukan tindakan pemisahan atau disintegrasi. Akan tetapi, kalau dilihat dari kuantitas, hanya sedikit,” ucapnya. Mahfud menilai keamanan wilayah Papua itu kondusif. Kekerasan yang dilakukan KKB hanya terjadi di sedikit lokasi, dan tidak merepresentasikan keadaan Papua.(Antara/nat)
JAKARTA-Dikutip dari kantor berita Antara, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan KKB di wilayah Papua adalah musuh rakyat, dan pemerintah akan terus menindak tegas kelompok yang mengarah kepada disintegrasi tersebut. “Pemerintah akan tegas memburu dan menindak mereka yang menamakan diri sebagai KKB. Musuh kita, musuh rakyat bukan Papua, tetapi KKB yang ada di Papua,”  kata Mahfud dalam pemaparan media secara daring bersama Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Kamis (21/7). Pada Sabtu (16/7) lalu, KKB kembali melakukan penyerangan terhadap masyarakat sipil, di Kabupaten Nduga, Papua yang menewaskan sebelas orang meninggal, termasuk tokoh agama. Mahfud mengatakan KKB tidak merepresentasikan Papua. Masyarakat Papua, kata Mahfud, merupakan orang-orang yang beradab. “Papua ini terdiri dari orang-orang yang jauh lebih beradab, karena tanah Papua ini tidak bisa diwakili oleh KKB,” ujarnya. Ia menegaskan pemerintah menerapkan pendekatan kesejahteraan untuk membangun Papua. Pemerintah juga tidak melakukan operasi militer di Papua, melainkan melakukan penindakan tegas untuk menjamin keamanan masyarakat dan menegakkan hukum sesuai perundang-undangan. Terkait situasi saat ini, Mahfud menilai secara umum kondisi keamanan di Papua kondusif. Kekerasan yang dilakukan KKB hanya terjadi di sedikit lokasi, dan tidak merepresentasikan keadaan Papua.
Baca Juga :  Kapolda Bentuk Tim Pengawasan Anggaran PON
“Tindakan kriminal dan kekerasan hanya terjadi di Pegunungan Tengah dan beberapa tempat. Kalau saudara ke Manokwari, Jayapura, ke selatan, semuanya kondusif. Jadi secara umum kondusif, yang ada gangguan KKB di tempat tertentu,” kata dia. Mahfud MD menegaskan bahwa informasi yang menyebutkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh aparat di wilayah Papua adalah hoaks atau bohong. “Saya ingin menekankan mari kita proposionalkan isu-isu panas, banyak isu hoaksnya. Pertama, isu pelanggaran HAM yang dilakukan aparat yang menjadi sorotan internasional. Saudara, semuanya itu hoaks,” tegas Mahfud. Mahfud yang baru saja mengikuti Sidang Tahunan Ke-50 Komisi Tinggi (KT) Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada tanggal 13—14 Juni 2022. Dalam forum itu, Mahfud menyampaikan pidato mengenai kemajuan pembangunan HAM di Indonesia. “Di dalam sidang itu, Komisioner Tinggi HAM PBB (Michelle Bachelet) menyebut 49 negara yang memiliki pelanggaran HAM, Indonesia sama sekali tidak disebut,” ujarnya. Oleh karena itu, Mahfud meminta semua pihak tidak terprovokasi oleh narasi-narasi pihak tidak bertanggung jawab mengenai pelanggaran HAM di Papua. “Pada bulan November 2021, ada yang mengatakan begini, Indonesia mendapat teguran dari PBB karena mendapat 19 surat dari SPMH, itu satu unit yang di PBB diberikan wewenang tentang pengaduan yang dikembalikan ke negaranya,” ucap Mahfud.
Baca Juga :  Pj Gubernur Buka Festival Negeri 1000 Ombak Sarmi
Adapun soal surat dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) itu, lanjut Mahfud, bukan sorotan atau investigasi, melainkan penerusan surat dari masyarakat untuk diketahui negara yang bersangkutan. Akan tetapi, isi surat itu tidak pernah dibicarakan di Komisi Tinggi HAM PBB. “Indonesia mendapat surat hanya diberi tahu 19 surat, pada saat yang sama Amerika Serikat mendapat 78 surat, India 50 surat. Sesudah Indonesia jawab, selesai,” ujar Mahfud. SPMH, kata dia, bukan organ PBB yang bisa menilai dan menyelidiki pelanggaran HAM di suatu negara atas nama KT HAM PBB. Malah yang melakukan kekerasan di sejumlah wilayah Papua, kata dia, adalah KKB. Meski demikian, dia menegaskan, KKB hanya bisa melakukan kekerasan di sedikit wilayah Papua. “Di Papua ini KKB menjadi isu karena motifnya KKB ini adalah motif politik dan keamanan karena bertujuan melakukan tindakan pemisahan atau disintegrasi. Akan tetapi, kalau dilihat dari kuantitas, hanya sedikit,” ucapnya. Mahfud menilai keamanan wilayah Papua itu kondusif. Kekerasan yang dilakukan KKB hanya terjadi di sedikit lokasi, dan tidak merepresentasikan keadaan Papua.(Antara/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya