Saturday, April 20, 2024
26.7 C
Jayapura

Pilkada Teluk Wondama, PSU di Empat TPS

Sidang Gugatan Pilkada (Humas MK for Jawapos)

JAKARTA, Jawa Pos-Sepuluh gugatan yang sempat masuk dalam tahapan sidang pembuktian perselisihan hasil pilkada (PHP) dibacakan putusannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (18/3). Hasilnya, sembilan perkara kandas dan satu perkara dikabulkan sebagian.

Satu perkara yang dikabulkan adalah gugatan PHP Teluk Wondama, Papua Barat, yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Elysa Auri-Feri Michael. Dalam putusannya, MK membatalkan Keputusan KPU Teluk Wondama Nomor 285/PL.02.6-Kpt/9207/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan hasil rekapitulasi, khususnya di empat tempat pemungutan suara (TPS).

Yakni TPS 05 Kampung Wasior II ditambah tiga TPS di Kampung Maniwak, yaitu TPS 04, TPS 09, dan TPS 14. MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di empat TPS tersebut. ”Pemungutan suara ulang dimaksud harus dilakukan dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.

Dikabulkannya PSU di empat TPS masih di bawah dalil pemohon. Mereka mengadukan sembilan TPS bermasalah. Namun, dengan selisih suara antara pemohon dan pihak terkait yang hanya 319 suara, hasil di empat TPS itu masih potensial mengubah hasil pilkada.

Baca Juga :  Negara Harus Seret Semua Pelaku Pelanggaran HAM Berat Paniai ke Pengadilan

Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil pemohon terkait adanya pelanggaran di empat TPS beralasan secara hukum. Hakim MK Arief Hidayat menjelaskan, berdasar fakta persidangan, MK menemukan pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari sekali di setiap TPS yang dikabulkan.

Bahkan, ada dua pemilih yang telah diputus melanggar pidana pilkada oleh Pengadilan Negeri Manokwari karena mencoblos lebih dari sekali. Arief mengatakan, penggunaan hak pilih lebih dari satu kali yang dilakukan lebih dari seorang pemilih melanggar ketentuan pasal 112 ayat (2) huruf d UU Nomor 1 Tahun 2015. ”Oleh karena itu, dalil pemohon mengenai penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pasal 112 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2015 beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucapnya.

Sementara itu, sembilan perkara yang ditolak berasal dari pilkada Bandung, Pesisir Barat, Malaka, Belu, Nias Selatan, Karimun, Sumbawa, Samosir, dan Kotabaru. Mereka ditolak karena dalil yang tidak cukup kuat. Misalnya, dalam perkara pilkada Bandung yang diajukan paslon Kurnia Agustina-Usman Sayogi terkait politik uang. Hakim MK Daniel Yusmic menjelaskan, sesuai fakta persidangan, pihak terkait dalam kampanyenya memang menyampaikan visi dan misinya jika terpilih.

Baca Juga :  Di Sentani, Siswa Jadi Kurir dan Pemakai Narkoba

Salah satu visi dan misi paslon Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan yang dipersoalkan adalah pembagian kartu tani, kartu wirausaha, dan kartu ngaji. Namun, dalam penyampaian visi dan misi tersebut, tidak ada bukti bahwa janji itu dibarengi pemberian sejumlah uang untuk memengaruhi pemilih. ”Bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan seperti adanya contoh kartu tani, kartu wirausaha, dan kartu ngaji tersebut bersifat sumir dan tidak dapat membuktikan bahwa kartu-kartu itu dapat dikonversi menjadi uang,” ujarnya. Apalagi, kata Yusmic, apabila hal itu sebatas program, prosesnya harus melalui persetujuan DPRD setempat. (far/c9/bay/JPG)

Sidang Gugatan Pilkada (Humas MK for Jawapos)

JAKARTA, Jawa Pos-Sepuluh gugatan yang sempat masuk dalam tahapan sidang pembuktian perselisihan hasil pilkada (PHP) dibacakan putusannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (18/3). Hasilnya, sembilan perkara kandas dan satu perkara dikabulkan sebagian.

Satu perkara yang dikabulkan adalah gugatan PHP Teluk Wondama, Papua Barat, yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Elysa Auri-Feri Michael. Dalam putusannya, MK membatalkan Keputusan KPU Teluk Wondama Nomor 285/PL.02.6-Kpt/9207/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan hasil rekapitulasi, khususnya di empat tempat pemungutan suara (TPS).

Yakni TPS 05 Kampung Wasior II ditambah tiga TPS di Kampung Maniwak, yaitu TPS 04, TPS 09, dan TPS 14. MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di empat TPS tersebut. ”Pemungutan suara ulang dimaksud harus dilakukan dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.

Dikabulkannya PSU di empat TPS masih di bawah dalil pemohon. Mereka mengadukan sembilan TPS bermasalah. Namun, dengan selisih suara antara pemohon dan pihak terkait yang hanya 319 suara, hasil di empat TPS itu masih potensial mengubah hasil pilkada.

Baca Juga :  Di Sentani, Siswa Jadi Kurir dan Pemakai Narkoba

Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil pemohon terkait adanya pelanggaran di empat TPS beralasan secara hukum. Hakim MK Arief Hidayat menjelaskan, berdasar fakta persidangan, MK menemukan pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari sekali di setiap TPS yang dikabulkan.

Bahkan, ada dua pemilih yang telah diputus melanggar pidana pilkada oleh Pengadilan Negeri Manokwari karena mencoblos lebih dari sekali. Arief mengatakan, penggunaan hak pilih lebih dari satu kali yang dilakukan lebih dari seorang pemilih melanggar ketentuan pasal 112 ayat (2) huruf d UU Nomor 1 Tahun 2015. ”Oleh karena itu, dalil pemohon mengenai penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pasal 112 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2015 beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucapnya.

Sementara itu, sembilan perkara yang ditolak berasal dari pilkada Bandung, Pesisir Barat, Malaka, Belu, Nias Selatan, Karimun, Sumbawa, Samosir, dan Kotabaru. Mereka ditolak karena dalil yang tidak cukup kuat. Misalnya, dalam perkara pilkada Bandung yang diajukan paslon Kurnia Agustina-Usman Sayogi terkait politik uang. Hakim MK Daniel Yusmic menjelaskan, sesuai fakta persidangan, pihak terkait dalam kampanyenya memang menyampaikan visi dan misinya jika terpilih.

Baca Juga :  Sering Dianiaya Suami dan Diancam Dibunuh, Seorang Ibu Muda Mengadu ke Pomdam

Salah satu visi dan misi paslon Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan yang dipersoalkan adalah pembagian kartu tani, kartu wirausaha, dan kartu ngaji. Namun, dalam penyampaian visi dan misi tersebut, tidak ada bukti bahwa janji itu dibarengi pemberian sejumlah uang untuk memengaruhi pemilih. ”Bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan seperti adanya contoh kartu tani, kartu wirausaha, dan kartu ngaji tersebut bersifat sumir dan tidak dapat membuktikan bahwa kartu-kartu itu dapat dikonversi menjadi uang,” ujarnya. Apalagi, kata Yusmic, apabila hal itu sebatas program, prosesnya harus melalui persetujuan DPRD setempat. (far/c9/bay/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya