Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Sembunyi Kamar Mandi Hingga Memilih Lompat ke Jurang

Pengabdian Nakes Berakhir Pilu di Pedalaman Papua

Penyerangan yang dilakukan KKB pimpinan Lamek Taplo di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Senin (13/9) menyisakan duka bagi para tenaga kesehatan (Nakes) yang bertugas di sana. Bagaiman kejadian pilu yang mereka hadapi ?

Laporan: Elfira, Jayapura

CERITA pilu dialami para tenaga kesehatan (Nakes) yang mengabdikan diri melayani masyarakat di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang. Senin (13/9) lalu. Para Nakes ini menjadi korban keganasan KKB pimpinan Lamek Taplo.

Ketulusan dalam mengabdi di daerah terpencil berakhir dengan duka yang teramat pilu. Dari 11 Nakes yang ada di Distrik Kiwirok, 9 di antaranya selamat dan sudah dievakuasi ke Jayapura. Sementara satu orang yaitu Gabriella Meilani (22) gugur saat berusaha menghindar dari serangan KKB. 

Suster  Gabriella Meilani yang lompat ke jurang bersama rekannya, ditemukan tak bernyawa di dalam jurang sedalam 300 meter. Sementara satu Nakes lainnya hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

Masih segar diingatan Mantri Marselinus Ola Attanila salah satu korban yang selamat dari kekejaman KKB Senin (13/9) lalu. Betapa kejamnya perlakukan KKB terhadap dirinya dan rekan-rekannya yang selama ini dengan tulus dan penuh kasih melayani warga di Distrik Kiwirok.

“Atas perlindungan Tuhan Yesus dan Bunda Maria, kami semua Nakes Pegunungan Bintang tiba dengan selamat di Kota Jayapura,” ungkap Marselino usai kedua kakinya menyentuh tanah Lapangan Frans Kaisepo Makodam XVII/Cenderawasih sekira pukul 10:57 WIT. 

Marselino beserta 8 Nakes lainnya dievakuasi dari Distrik Kiwirok ke Jayapura menggunakan Helikopter milik TNI AU.

Marselino ingat benar, waktu itu sekira pukul 07:00 WIT, mereka mendapat informasi dari masyarakat akan terjadi penyerangan yang dilakukan KKB terhadap TNI-Polri. Mereka tenaga kesehatan diminta untuk membackup, apabila terjadi penyerangan yang dilakukan oleh KKB terhadap TNI-Polri.

Atas informasi tersebut, Nakes mengambil langkah bijak untuk tetap tenang dalam barak medis dan standby di Puskesmas. Apabila terjadi penyerangan dan ada korban, sebagai Nakes bisa mengantisipasi kejadian itu.

“Tetapi semua itu berbanding terbalik dari apa yang kami pikirkan. Sekira pukul 09:00 WIT, terjadi letusan senjata pertama kalinya di atas Pos Pamtas Distrik Kiwirok.  Kami Nakes tidak  berpikir bahwa akan terjadi penyerangan terhadap kami, sehingga kami tetap tenang dalam rumah,” ungkap Marselino sembari menahan tangis dan merangkul rekan-rekannya.

Baca Juga :  Adat Berperan Membantu Pembangunan Sarmi

Marselino melanjutkan ceritanya dengan tangan yang gemetar memegang mirrophone. Pukul 09:05 WIT,  KKB menurutnya  mulai menghancurkan Puskesmas, memukul kaca jendela, menyiram bensin sekeliling Puskesmas lalu membakar Puskesmas.

Usai membakar Puskesmas, KKB bergeser ke barak dokter yang bersebelahan dengan Puskesmas Kiwirok. Mereka (KKB) melakukan penyerangan, memukul kaca jendela, menyimar bensin di sekeliling barak dokter dan membakarnya. Padahal, saat itu di dalam barak tersebut di antaranya ada Nakes dr. Restu, suster Siti dan Deny.

“Tepat pukul 09:10 WIT, mereka berusaha masuk dalam barak dokter dan menyerang petugas. Sehingga rombongan Nakes pertama yang ada di barak memilih keluar secara terpisah. Lukas bersama Siti, Deni dan dr. Restu keluar dengan maksud menyelamatkan diri. Namun mereka dihadang kemudian dipukuli dengan besi hingga digiring ke jurang dan langsung ditendng ke jurang,” sesal Marselino sebagaimana kesaksian dari korban.

Setelah itu, mereka (KKB) menuju ke barak Nakes lainnya dimana dirinya berada di barak tersebut. Di dalam barak saat itu ditempati 6 orang Nakes yaitu , Selo, Emanuel, Patra, Suster Christine, Anti dan Gabriella yang sudah menjadi almarhum. KKB menyiram bensin di sekitar barak medis dan membakarnya. 

Dengan nada terbata-bata Marselino menjelaskan, saat terjadi pembakaran, dirinya meminta  ketiga suster segera keluar dari dalam barak. Namun ketiganya memilih tidak keluar sementara barak sudah terbakar saat itu.

“Makin lama asap makin tebal, barak mulai terbakar. Sehingga saya memilih untuk mengurung diri bersama ketiga teman suster dalam kamar WC agar aman,” tutur Marselino yang  sudah mengabdikan diri menjadi Nakes di Kiwirok selama 1 tahun lima bulan.

Namun saat itu, plafon rumah mulai runtuh akibat terbakar, Marselino mengajak ketiga suster keluar dari barak medis. Saat keluar dari barak, KKB menghadang Marselino dan rekannya.

Saat itu, Marselino seketika langsung merangkul ketiga suster menuju ke jurang.

Dalam benak Marselino saat itu, ia berpikir sudah aman ketika menuju ke jurang. Nyatanya,  sampai di jurang tepatnya belakang barak medis, KKB berada di sana lengkap dengan senjata dan anak panah.

“Saya berusaha mengamankan ketiga suster ke rumah warga yang terdekat, jaraknya 5 meter dari barak medis. Namun KKB juga berada di rumah tersebut. Sehingga saya memilih mengamankan  ketiga suster ke dalam kamar mandi milik masyarakat setempat,” terangnya.

Baca Juga :  Masalah HAM, Komnas HAM dan TNI-Polri Kerap Berbenturan

Selama 30 menit, Marselino dan rekannya berada di dalam WC untuk mengamankan diri dari amukan KKB. Sementara di tempat lain, rekannya bernama Emanule dipanah. KKB juga membakar rumah warga dan pasar, rumah distrik dan kantor BPD yang ada di sekitar barak medis.

“Kejadian semakin brutal, sehingga saya mengambil keputusan untuk kami lompat ke jurang dengan kedalaman sekitar 500 meter. Namun sebelum lompat, saya bertanya terlebih dahulu ke mereka dan kami bersepakat untuk loncat agar aman dari kejaran KKB,” jelasnya.

Saat lompat, para Nakes ini tertahan di semak-semak dan batang pohon. Sehingga, mereka tidak sampai ke dasar jurang. Sesampainya di bawah, mereka berharap sudah aman dari kejaran KKB. Nyatanya, KKB tetap mengikuti mereka hingga ke jurang. 

Saat lompat, Marselino dan tiga Nakes lainnya tersangkut di pohon. Namun KKB saat itu hanya mendapati tiga rekannya, sementara Marselino tidak ditemukan lantaran terlindungi dengan semak dan tebing. KKB lantas mengumpulkan ketiga Nakes tersebut.

“Tiga Nakes perempuan ditelanjangi kelompok ini dengan cara pakaian mereka dipotong. Mereka dianiaya secara tidak manusiawi. Paha mereka ditikam, wajah ditonjok dan alat vitalnya (maaf) ditikam dengan alat tajam,” terang Marselino dengan nada yang marah.

Dalam keadaan tidak berdaya dan pingsan usai dianiaya, KKB berpikir ketiganya sudah meninggal dunia. Tiga Nakes kembali didorong ke dalam jurang yang dalamnya sekitar 300 meter. Suster Christine yang didorong pertama, menyusul suster Anti dan almarhumah Gabriella.

 Sekalipun sudah berada di jurang, KKB tetap saja mengincar para Nakes tersebut. Hingga KKB membunuh Gabriella dengan cara menikam perutnya dan mulutnya dibelah hingga Gabriella meninggal saat itu.

“Suster Christine berhasil selamat setelah bertahan selama 3 hari berada di bawah jurang. Sementara lainnya sudah mengamankan diri ke Pos Kiwirok,” jelasnya.

Dalam kejadian tersebut menurut Marselino, hanya untuk menyelamatkan diri dan memilih tidur di kolong rumah warga yang ada di sekitar jurang. Hingga pada Selasa (14/9)  pagi ia bergegas ke Koramil untuk minta perlidungan.***

Pengabdian Nakes Berakhir Pilu di Pedalaman Papua

Penyerangan yang dilakukan KKB pimpinan Lamek Taplo di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Senin (13/9) menyisakan duka bagi para tenaga kesehatan (Nakes) yang bertugas di sana. Bagaiman kejadian pilu yang mereka hadapi ?

Laporan: Elfira, Jayapura

CERITA pilu dialami para tenaga kesehatan (Nakes) yang mengabdikan diri melayani masyarakat di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang. Senin (13/9) lalu. Para Nakes ini menjadi korban keganasan KKB pimpinan Lamek Taplo.

Ketulusan dalam mengabdi di daerah terpencil berakhir dengan duka yang teramat pilu. Dari 11 Nakes yang ada di Distrik Kiwirok, 9 di antaranya selamat dan sudah dievakuasi ke Jayapura. Sementara satu orang yaitu Gabriella Meilani (22) gugur saat berusaha menghindar dari serangan KKB. 

Suster  Gabriella Meilani yang lompat ke jurang bersama rekannya, ditemukan tak bernyawa di dalam jurang sedalam 300 meter. Sementara satu Nakes lainnya hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

Masih segar diingatan Mantri Marselinus Ola Attanila salah satu korban yang selamat dari kekejaman KKB Senin (13/9) lalu. Betapa kejamnya perlakukan KKB terhadap dirinya dan rekan-rekannya yang selama ini dengan tulus dan penuh kasih melayani warga di Distrik Kiwirok.

“Atas perlindungan Tuhan Yesus dan Bunda Maria, kami semua Nakes Pegunungan Bintang tiba dengan selamat di Kota Jayapura,” ungkap Marselino usai kedua kakinya menyentuh tanah Lapangan Frans Kaisepo Makodam XVII/Cenderawasih sekira pukul 10:57 WIT. 

Marselino beserta 8 Nakes lainnya dievakuasi dari Distrik Kiwirok ke Jayapura menggunakan Helikopter milik TNI AU.

Marselino ingat benar, waktu itu sekira pukul 07:00 WIT, mereka mendapat informasi dari masyarakat akan terjadi penyerangan yang dilakukan KKB terhadap TNI-Polri. Mereka tenaga kesehatan diminta untuk membackup, apabila terjadi penyerangan yang dilakukan oleh KKB terhadap TNI-Polri.

Atas informasi tersebut, Nakes mengambil langkah bijak untuk tetap tenang dalam barak medis dan standby di Puskesmas. Apabila terjadi penyerangan dan ada korban, sebagai Nakes bisa mengantisipasi kejadian itu.

“Tetapi semua itu berbanding terbalik dari apa yang kami pikirkan. Sekira pukul 09:00 WIT, terjadi letusan senjata pertama kalinya di atas Pos Pamtas Distrik Kiwirok.  Kami Nakes tidak  berpikir bahwa akan terjadi penyerangan terhadap kami, sehingga kami tetap tenang dalam rumah,” ungkap Marselino sembari menahan tangis dan merangkul rekan-rekannya.

Baca Juga :  Pengumunan CPNS Disepakati Tanggal 24-30 Juli

Marselino melanjutkan ceritanya dengan tangan yang gemetar memegang mirrophone. Pukul 09:05 WIT,  KKB menurutnya  mulai menghancurkan Puskesmas, memukul kaca jendela, menyiram bensin sekeliling Puskesmas lalu membakar Puskesmas.

Usai membakar Puskesmas, KKB bergeser ke barak dokter yang bersebelahan dengan Puskesmas Kiwirok. Mereka (KKB) melakukan penyerangan, memukul kaca jendela, menyimar bensin di sekeliling barak dokter dan membakarnya. Padahal, saat itu di dalam barak tersebut di antaranya ada Nakes dr. Restu, suster Siti dan Deny.

“Tepat pukul 09:10 WIT, mereka berusaha masuk dalam barak dokter dan menyerang petugas. Sehingga rombongan Nakes pertama yang ada di barak memilih keluar secara terpisah. Lukas bersama Siti, Deni dan dr. Restu keluar dengan maksud menyelamatkan diri. Namun mereka dihadang kemudian dipukuli dengan besi hingga digiring ke jurang dan langsung ditendng ke jurang,” sesal Marselino sebagaimana kesaksian dari korban.

Setelah itu, mereka (KKB) menuju ke barak Nakes lainnya dimana dirinya berada di barak tersebut. Di dalam barak saat itu ditempati 6 orang Nakes yaitu , Selo, Emanuel, Patra, Suster Christine, Anti dan Gabriella yang sudah menjadi almarhum. KKB menyiram bensin di sekitar barak medis dan membakarnya. 

Dengan nada terbata-bata Marselino menjelaskan, saat terjadi pembakaran, dirinya meminta  ketiga suster segera keluar dari dalam barak. Namun ketiganya memilih tidak keluar sementara barak sudah terbakar saat itu.

“Makin lama asap makin tebal, barak mulai terbakar. Sehingga saya memilih untuk mengurung diri bersama ketiga teman suster dalam kamar WC agar aman,” tutur Marselino yang  sudah mengabdikan diri menjadi Nakes di Kiwirok selama 1 tahun lima bulan.

Namun saat itu, plafon rumah mulai runtuh akibat terbakar, Marselino mengajak ketiga suster keluar dari barak medis. Saat keluar dari barak, KKB menghadang Marselino dan rekannya.

Saat itu, Marselino seketika langsung merangkul ketiga suster menuju ke jurang.

Dalam benak Marselino saat itu, ia berpikir sudah aman ketika menuju ke jurang. Nyatanya,  sampai di jurang tepatnya belakang barak medis, KKB berada di sana lengkap dengan senjata dan anak panah.

“Saya berusaha mengamankan ketiga suster ke rumah warga yang terdekat, jaraknya 5 meter dari barak medis. Namun KKB juga berada di rumah tersebut. Sehingga saya memilih mengamankan  ketiga suster ke dalam kamar mandi milik masyarakat setempat,” terangnya.

Baca Juga :  Pelantikan Anggota DPRP Dilakukan 30 Oktober

Selama 30 menit, Marselino dan rekannya berada di dalam WC untuk mengamankan diri dari amukan KKB. Sementara di tempat lain, rekannya bernama Emanule dipanah. KKB juga membakar rumah warga dan pasar, rumah distrik dan kantor BPD yang ada di sekitar barak medis.

“Kejadian semakin brutal, sehingga saya mengambil keputusan untuk kami lompat ke jurang dengan kedalaman sekitar 500 meter. Namun sebelum lompat, saya bertanya terlebih dahulu ke mereka dan kami bersepakat untuk loncat agar aman dari kejaran KKB,” jelasnya.

Saat lompat, para Nakes ini tertahan di semak-semak dan batang pohon. Sehingga, mereka tidak sampai ke dasar jurang. Sesampainya di bawah, mereka berharap sudah aman dari kejaran KKB. Nyatanya, KKB tetap mengikuti mereka hingga ke jurang. 

Saat lompat, Marselino dan tiga Nakes lainnya tersangkut di pohon. Namun KKB saat itu hanya mendapati tiga rekannya, sementara Marselino tidak ditemukan lantaran terlindungi dengan semak dan tebing. KKB lantas mengumpulkan ketiga Nakes tersebut.

“Tiga Nakes perempuan ditelanjangi kelompok ini dengan cara pakaian mereka dipotong. Mereka dianiaya secara tidak manusiawi. Paha mereka ditikam, wajah ditonjok dan alat vitalnya (maaf) ditikam dengan alat tajam,” terang Marselino dengan nada yang marah.

Dalam keadaan tidak berdaya dan pingsan usai dianiaya, KKB berpikir ketiganya sudah meninggal dunia. Tiga Nakes kembali didorong ke dalam jurang yang dalamnya sekitar 300 meter. Suster Christine yang didorong pertama, menyusul suster Anti dan almarhumah Gabriella.

 Sekalipun sudah berada di jurang, KKB tetap saja mengincar para Nakes tersebut. Hingga KKB membunuh Gabriella dengan cara menikam perutnya dan mulutnya dibelah hingga Gabriella meninggal saat itu.

“Suster Christine berhasil selamat setelah bertahan selama 3 hari berada di bawah jurang. Sementara lainnya sudah mengamankan diri ke Pos Kiwirok,” jelasnya.

Dalam kejadian tersebut menurut Marselino, hanya untuk menyelamatkan diri dan memilih tidur di kolong rumah warga yang ada di sekitar jurang. Hingga pada Selasa (14/9)  pagi ia bergegas ke Koramil untuk minta perlidungan.***

Berita Terbaru

Artikel Lainnya