Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Situs Gunung Srobu Sudah Ada Sejak 400 Masehi Tapi Masih Ada Tangan-tangan Nakal yang Merusak

Bincang-bincang dengan Erlin Novita Idje Djami S.S, M.Si Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua

Papua memiliki banyak lokasi bersejarah. Sayangnya perhatian terhadap situs atau benda-benda bersejarah belum dilaksanakan oleh pemerintah. Apa yang perlu dilakukan dilakukan?

Laporan: Abdel Gamel Naser 

Ada banyak situs sejarah yang  menyimpan nilai-nilai kebudayaan dan sosial masyarakat. Situs – situs ini jika dikelola secara baik maka diyakini akan memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar.  Hanya sayangnya hingga kini Papua belum memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan terhadap situs – situs tersebut.

 Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua, Erlin Novita Idje Djami S.S, M.Si memaparkan banyak lokasi bersejarah yang bisa menjelaskan soal jati diri daerah maupun bangsa rusak dan hilang begitu saja. Erlin membeberkan beberapa contoh semisal situs Tutari di Doyo Lama, Megalitik Lumpang Batu di Ayapo, Megalitik di bawah air tiang batu  di Kwadeware, di Pulau Mantai dekat Kwadeware ada batu menhir. 

 Lalu Asei Pulau ada tiang rumah berukir, di Dondai ada bekas hunian, di Kampung Yapase ada batu sukun, di Ormuwari ada batu nenek moyang dimana bentuknya 2 buah batu berpasangan di atas bukit, di  Negeibe ada kursi batu dan menhir, di Wambena  dan Depapre ada batu lingkar, di Yokasi dan Bukisi ada batu lingkar atau urdia, di Demta ada megalitik tempat upacara  dan masih ada sejumlah titik di Kota Jayapura yang nasibnya juga sama, tak terproteksi. 

Baca Juga :  Lagi, Tabrak Bak Truk Seorang Remaja Tewas

 “Ini cukup disayangkan dan sudah pernah kami sampaikan dari beberapa tahun lalu bahwa tempat – tempat bersejarah ini penting untuk dijaga dan dilestarikan tapi hingga kini tak digubris,” kata Erlin kepada Cenderawasih Pos di Grand Abe, Hotel, Rabu (15/9) lalu. 

 Ada banyak hal menarik yang bisa diceritakan kepada anak  cucu soal tempat – tempat tersebut sehingga diperlukan satu regulasi yang mengatur.  Wanita yang sudah 17 tahun melakukan penelitian ini menyampaikan bahwa ia khawatir jika tak diproteksi maka banyak tempat akan rusak dan hilang. 

 Ini bukan sekedar omong belaka tetapi sudah ada yang terjadi bahkan masih berlangsung hingga sekarang. “Untuk di Kota Jayapura adan Gunung Srobu, Tanjung Swaja, ada kampung Tua di Nadri dan di bukit Cigombong ada kampung tua, di Skow ada beberapa gua penguburan, di Gunung Merch juga ada 4 buah patung tapi empat patung ini sudah hilang sejak tahun 1995. 

 Bahkan di situs  Gunung Srobu juga terjadi dimana warga banyak yang mengambil kulit kerang untuk ditumbuk dan dijadikan kapur,” bebernya. Padahal kata Erlin yang sudah 8 tahun melakukan penelitian tentang Srobu ini, situs atau tempat sejarah  Srobu bisa menjadi titik awal peradaban manusia di  Tanah Tabi. Kehidupan pertama di Tabi bisa dibilang dimulai dari Srobu yang tak terjaga ini. “Srobu itu sudah ada sekitar 1730 tahun yang lalu atau 400 masehi tapi masih ada tangan – tangan nakal yang masuk dan merusak,” bebernya.

Baca Juga :  Insiden Penembakan Tak Hambat Pembangunan

 Ia menjelaskan jika untuk Kota Jayapura peninggalan yang paling banyak adalah peninggalan perang kolonial dan perang dunia kedua. Hanya saja masyarakat tidak menganggap ini berkaitan dengan nenek moyang mereka akhirnya tidak dirawat. 

 “Pandangan ini salah, sekalipun itu peninggalan perang dunia tapi tetap saja ada perjalanan nenek moyang kita disaat itu. Cukup disesali juga karena ternyata banyak yang mulai rusak dan hilang, bahkan ada juga yang sudah menjadi ruko,” singgungnya. Erlin berharap pemerintah ikut memikirkan lahirnya Perdasus turunan cagar budaya namun kalau bisa untuk Srobu ini menurut Erlin tidak hanya hukum positif semata tetapi hukum adat juga bisa digunakan. “Saya pikir jika masyarakat sadar itu jauh lebih bagus. Selama ini tidak ada rasa memiliki sehingga tidak mau dijaga,” singgungnya. (*/wen) 

Bincang-bincang dengan Erlin Novita Idje Djami S.S, M.Si Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua

Papua memiliki banyak lokasi bersejarah. Sayangnya perhatian terhadap situs atau benda-benda bersejarah belum dilaksanakan oleh pemerintah. Apa yang perlu dilakukan dilakukan?

Laporan: Abdel Gamel Naser 

Ada banyak situs sejarah yang  menyimpan nilai-nilai kebudayaan dan sosial masyarakat. Situs – situs ini jika dikelola secara baik maka diyakini akan memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar.  Hanya sayangnya hingga kini Papua belum memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan terhadap situs – situs tersebut.

 Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua, Erlin Novita Idje Djami S.S, M.Si memaparkan banyak lokasi bersejarah yang bisa menjelaskan soal jati diri daerah maupun bangsa rusak dan hilang begitu saja. Erlin membeberkan beberapa contoh semisal situs Tutari di Doyo Lama, Megalitik Lumpang Batu di Ayapo, Megalitik di bawah air tiang batu  di Kwadeware, di Pulau Mantai dekat Kwadeware ada batu menhir. 

 Lalu Asei Pulau ada tiang rumah berukir, di Dondai ada bekas hunian, di Kampung Yapase ada batu sukun, di Ormuwari ada batu nenek moyang dimana bentuknya 2 buah batu berpasangan di atas bukit, di  Negeibe ada kursi batu dan menhir, di Wambena  dan Depapre ada batu lingkar, di Yokasi dan Bukisi ada batu lingkar atau urdia, di Demta ada megalitik tempat upacara  dan masih ada sejumlah titik di Kota Jayapura yang nasibnya juga sama, tak terproteksi. 

Baca Juga :  RS Marthen Indey Sukses Operasi Metode ERACS  Pasien Covid-19

 “Ini cukup disayangkan dan sudah pernah kami sampaikan dari beberapa tahun lalu bahwa tempat – tempat bersejarah ini penting untuk dijaga dan dilestarikan tapi hingga kini tak digubris,” kata Erlin kepada Cenderawasih Pos di Grand Abe, Hotel, Rabu (15/9) lalu. 

 Ada banyak hal menarik yang bisa diceritakan kepada anak  cucu soal tempat – tempat tersebut sehingga diperlukan satu regulasi yang mengatur.  Wanita yang sudah 17 tahun melakukan penelitian ini menyampaikan bahwa ia khawatir jika tak diproteksi maka banyak tempat akan rusak dan hilang. 

 Ini bukan sekedar omong belaka tetapi sudah ada yang terjadi bahkan masih berlangsung hingga sekarang. “Untuk di Kota Jayapura adan Gunung Srobu, Tanjung Swaja, ada kampung Tua di Nadri dan di bukit Cigombong ada kampung tua, di Skow ada beberapa gua penguburan, di Gunung Merch juga ada 4 buah patung tapi empat patung ini sudah hilang sejak tahun 1995. 

 Bahkan di situs  Gunung Srobu juga terjadi dimana warga banyak yang mengambil kulit kerang untuk ditumbuk dan dijadikan kapur,” bebernya. Padahal kata Erlin yang sudah 8 tahun melakukan penelitian tentang Srobu ini, situs atau tempat sejarah  Srobu bisa menjadi titik awal peradaban manusia di  Tanah Tabi. Kehidupan pertama di Tabi bisa dibilang dimulai dari Srobu yang tak terjaga ini. “Srobu itu sudah ada sekitar 1730 tahun yang lalu atau 400 masehi tapi masih ada tangan – tangan nakal yang masuk dan merusak,” bebernya.

Baca Juga :  Waspadai Kebangkitan Borneo FC

 Ia menjelaskan jika untuk Kota Jayapura peninggalan yang paling banyak adalah peninggalan perang kolonial dan perang dunia kedua. Hanya saja masyarakat tidak menganggap ini berkaitan dengan nenek moyang mereka akhirnya tidak dirawat. 

 “Pandangan ini salah, sekalipun itu peninggalan perang dunia tapi tetap saja ada perjalanan nenek moyang kita disaat itu. Cukup disesali juga karena ternyata banyak yang mulai rusak dan hilang, bahkan ada juga yang sudah menjadi ruko,” singgungnya. Erlin berharap pemerintah ikut memikirkan lahirnya Perdasus turunan cagar budaya namun kalau bisa untuk Srobu ini menurut Erlin tidak hanya hukum positif semata tetapi hukum adat juga bisa digunakan. “Saya pikir jika masyarakat sadar itu jauh lebih bagus. Selama ini tidak ada rasa memiliki sehingga tidak mau dijaga,” singgungnya. (*/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya