Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Desak Presiden Segera Bentuk Tim

Korban Berjatuhan Hambat Upaya Dialog Pembebasan Sandera Pilot Susi Air

JAYAPURA – Upaya pembebasan sandera terhadap Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Merthens yang terus memakan korban. Baik korban dari warga sipil maupun TNI-Polri sejak penyanderaan yang terjadi pada 7 Februari oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.

HAMH

“Situasi ini berpotensi mengancam keselamatan pilot yang sedang disandera oleh kelompok sipil bersenjata,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Senin (17/4).

Frits menilai, seiring dengan korban dari TNI berjatuhan terutama pada peristiwa 15 April lalu. Hal ini akan akan menghambat  upaya dialog damai yang akan dilakukan. Musabab, sebelum peristiwa Mugi ada juga kejadian di Intan Jaya dan Nduga yang menyebabkan tewasnya anggota TNI dan masyarakat sipil.

“Kekerasan kekerasan ini bisa menghambat upaya damai dalam rangka pembebasan sandera, dikarenakan ada masyarakat sipil yang meninggal dunia namun ada juga anggota TNI yang gugur,” ungkapnya.

Baca Juga :  Lebih Mudah, Praktis dan Nyaman Digunakan

Sebagai lembaga negara, selain berbelasungkawa atas tragedi ini. Frits meminta negara harus hadir dalam rangka mencari upaya damai untuk menghentikan siklus kekerasan di Papua. Jika hal ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan ada intevensi internasional.

Komnas HAM menyerukan, atas nama kemanusian, kelompok sipil bersenjata tidak terus menerus melakukan aksi aski kekerasan yang mengakibatkan korban.

“Saya punya keyakinan bahwa Panglima TNI dan Kapolri akan melakukan evaluasi total dengan menghadirkan Satgas Satgas di Papua dalam rangka upaya pembebasan sandera,” tegas Frits.

Frits juga mengingatkan, dalam rangka menyelesaikan konflik di Papua, sebaiknya otoritas sipil dikedapan. Jangan kemudian meredakan konflik dengan mendorong TNI-Polri di depan, sebab itu akan membuat front antara pihak untuk saling menyerang.

“Situasi ini mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim gabungan dalam rangka upaya penyelesaian kekerasan di Papua,” tegasnya.

Dilain sisi, Frits meyayangkan tidak bisa bekerja secara sinergi untuk menyelesaikan kasus penyanderaan pilot susi air.  Dimana seakan-akan timnya diurus oleh Pemerintah Kabupaten Nduga, padahal harus ada pelibatan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.

Baca Juga :  Gubernur Papua: OPD  Bekerja lebih Cerdas Dalam Optimalkan Anggaran Tahun 2023

“Sangat disayangkan seorang Pj Gubernur Papua Pegunungan sama sekali tidak aktif untuk mengkonsolidasi proses pembebasan sandera,” kata Frits.

Menurut Frits, yang harus diingat kekerasan hanya menimbulkan kekerasan baru dan semakin  memperburuk situasi HAM. Paling tidak yang terjadi seperti di Nduga, Intan Jaya, Lanny Jaya dan daerah pegunungan lainnya di Papua.

Terkait situasi konflik di Papua, Komnas HAM mengusulkan kepada Presiden Jokowi membentuk satu tim yang bekerja dan bertanggungjawab langsung kepada presiden dalam rangka peyelesaian konflik di Papua. Terlebih kita punya UU Nomor 7 dalam rangka  penyelesaian konflik sosial.

“Sebaiknya Presiden sesegara mungkin membentuk tim, jika tidak ini membut situasi HAM di wilayah pegunungan Papua semakin buruk,” pungkasnya. (fia/wen)

Korban Berjatuhan Hambat Upaya Dialog Pembebasan Sandera Pilot Susi Air

JAYAPURA – Upaya pembebasan sandera terhadap Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Merthens yang terus memakan korban. Baik korban dari warga sipil maupun TNI-Polri sejak penyanderaan yang terjadi pada 7 Februari oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.

HAMH

“Situasi ini berpotensi mengancam keselamatan pilot yang sedang disandera oleh kelompok sipil bersenjata,” kata Frits kepada Cenderawasih Pos, Senin (17/4).

Frits menilai, seiring dengan korban dari TNI berjatuhan terutama pada peristiwa 15 April lalu. Hal ini akan akan menghambat  upaya dialog damai yang akan dilakukan. Musabab, sebelum peristiwa Mugi ada juga kejadian di Intan Jaya dan Nduga yang menyebabkan tewasnya anggota TNI dan masyarakat sipil.

“Kekerasan kekerasan ini bisa menghambat upaya damai dalam rangka pembebasan sandera, dikarenakan ada masyarakat sipil yang meninggal dunia namun ada juga anggota TNI yang gugur,” ungkapnya.

Baca Juga :  Salat Ied di Teras Kantor Gubernur, Ketua PHBI Papua Minta Maaf

Sebagai lembaga negara, selain berbelasungkawa atas tragedi ini. Frits meminta negara harus hadir dalam rangka mencari upaya damai untuk menghentikan siklus kekerasan di Papua. Jika hal ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan ada intevensi internasional.

Komnas HAM menyerukan, atas nama kemanusian, kelompok sipil bersenjata tidak terus menerus melakukan aksi aski kekerasan yang mengakibatkan korban.

“Saya punya keyakinan bahwa Panglima TNI dan Kapolri akan melakukan evaluasi total dengan menghadirkan Satgas Satgas di Papua dalam rangka upaya pembebasan sandera,” tegas Frits.

Frits juga mengingatkan, dalam rangka menyelesaikan konflik di Papua, sebaiknya otoritas sipil dikedapan. Jangan kemudian meredakan konflik dengan mendorong TNI-Polri di depan, sebab itu akan membuat front antara pihak untuk saling menyerang.

“Situasi ini mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim gabungan dalam rangka upaya penyelesaian kekerasan di Papua,” tegasnya.

Dilain sisi, Frits meyayangkan tidak bisa bekerja secara sinergi untuk menyelesaikan kasus penyanderaan pilot susi air.  Dimana seakan-akan timnya diurus oleh Pemerintah Kabupaten Nduga, padahal harus ada pelibatan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.

Baca Juga :  Mantan Kadis PU Heran Soal Pejabat Baru

“Sangat disayangkan seorang Pj Gubernur Papua Pegunungan sama sekali tidak aktif untuk mengkonsolidasi proses pembebasan sandera,” kata Frits.

Menurut Frits, yang harus diingat kekerasan hanya menimbulkan kekerasan baru dan semakin  memperburuk situasi HAM. Paling tidak yang terjadi seperti di Nduga, Intan Jaya, Lanny Jaya dan daerah pegunungan lainnya di Papua.

Terkait situasi konflik di Papua, Komnas HAM mengusulkan kepada Presiden Jokowi membentuk satu tim yang bekerja dan bertanggungjawab langsung kepada presiden dalam rangka peyelesaian konflik di Papua. Terlebih kita punya UU Nomor 7 dalam rangka  penyelesaian konflik sosial.

“Sebaiknya Presiden sesegara mungkin membentuk tim, jika tidak ini membut situasi HAM di wilayah pegunungan Papua semakin buruk,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya