Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

KPK Dalami Pencucian Uang Lukas Enembe

Telusuri Aliran Dana, Termasuk Dugaan ke Kelompok Separatis

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi Gubernur (nonaktif) Papua Lukas Enembe menerima gratifikasi mencapai Rp 10 miliar. Saat ini penyidik tengah mendalami kemungkinan menerapkan pasal-pasal selain pasal suap dan gratifikasi.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, pihaknya akan menelusuri aliran dana (follow the money) Lukas Enembe. Penelusuran itu akan dilakukan dengan terus mengumpulkan alat bukti. ”Kami kaji dari sisi apakah bisa diterapkan pasal-pasal selain pasal suap dan gratifikasi,” kata Ali.

Soal pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), menurut Ali, penyidik juga melakukan kajian. Terutama dalam menelusuri aliran uang yang sudah berubah menjadi bentuk aset. Juga, uang yang disalurkan Enembe ke pihak-pihak lain. ”Sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan undang-undang lain seperti TPPU,” ujarnya.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut tindakan Enembe sebagai pejabat publik memang harus dibawa ke ranah hukum. Menurut dia, langkah KPK yang saat ini tengah menangani kasus dugaan suap dan gratifikasi Enembe mendapat dukungan banyak pihak. Termasuk dari tokoh masyarakat Papua.

Terpisah, rencana KPK menelusuri isu aliran uang kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe ke Organisasi Papua Merdeka (OPM) mendapat dukungan dari DPR. Komisi III DPR menilai upaya itu perlu dilakukan untuk mencegah spekulasi.

Anggota Komisi III Jazilul Fawaid mengatakan, membuka potensi pidana lain dalam sebuah kasus merupakan hal biasa. Itu bagian dari cara kerja penegak hukum, termasuk KPK. Dalam kasus lain, perkara korupsi juga kerap membuka potensi pidana seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU). ”Tentu kami akan dukung ya, sepanjang memang prosedur dan hukum prosesnya sesuai,” ujarnya di Jakarta kemarin (14/1).

Yang terpenting, lanjut dia, upaya tersebut memang didasarkan pada indikator-indikator yang objektif. Sehingga upaya penelurusan dana OPM bukan tindakan mengada-ada. ”Jangan sampai ada kesan misalkan politisasi atau apa,” imbuhnya.

Baca Juga :  PON dan Peparnas Tetap Jalan

Bagi Jazilul, upaya penelusuran tersebut juga hal yang baik. Dengan demikian, berbagai rumor yang selama ini berkembang bisa ditemukan fakta hukumnya. ”Harus dibuktikan itu. Dibuktikan, bukan dirumorkan,” tuturnya.

Jika terbukti, kata dia, harus diproses secara tegas. Sebab, tindakan menyokong OPM sama halnya dengan memberikan dukungan terhadap tindakan makar kepada negara. ”Kalau memang ada aliran uang untuk merongrong negara ya diproses,” jelasnya. Namun, jika tidak terbukti, nama Enembe harus dibersihkan.

Jazilul meyakini KPK akan bekerja secara profesional. Bahkan, bukan hanya dugaan aliran dana ke OPM, tindak pidana lain yang berpotensi dilakukan juga harus diusut tuntas. ”Kalau soal nanti ada dugaan pidana yang lain ya itu sepenuhnya urusan hukum KPK. Apakah nanti ada tindak pidana pencucian uang misalkan, atau yang lain,’’ tegasnya.

Komnas HAM Minta Hindari Konflik Bersenjata

Menyikapi gelombang kekerasan di Papua, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro meminta aparat keamanan untuk memberikan rasa aman bagi para pengungsi di Maybrat agar bisa segera kembali ke rumahnya. Komnas HAM juga meminta untuk menghindari konflik bersenjata. ”Kami meminta kepada TNI-Polri untuk mengambil langkah yang diperlukan dalam penanganan situasi keamanan di Maybrat dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM,” ujarnya.

Atnike menambahkan, Komnas HAM menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua terjadi pasca penangkapan Enembe. Karena itu, Atnike meminta semua pihak tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan meluasnya konflik dan kekerasan di Papua. ”Kami meminta semua pihak tidak menyebar informasi provokatif yang bisa memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,” terangnya.

Atnike juga meminta aparat keamanan, khususnya Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih, tidak menggunakan kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi massa di Papua. Dia meminta aparat mengedepankan langkah humanis sesuai prinsip HAM. ’’Kami meminta untuk menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan dengan melibatkan tokoh agama, adat, dan masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Seharusnya Bicarakan Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Kasus HAM

Terpisah,anggota DPR-RI Dapil Papua Willem Wandik S. Sos   mengatakan dalam penerapan hukum pidana, penyidik KPK wajib menerapkan asas Due Process of Law yang artinya proses hukum yang adil dan layak. “Jadi dengan kata lain, proses penyidikan harus tunduk pada  dasar-dasar konstitusi hukum,” katanya kepada Cenderawasih Pos, melalui pesan elektroniknya, Minggu, (15/1).

Dikatakan, dalam penentuan tata cara pelaksanaan pemeriksaan perkara, KUHAP sebagai hukum formil atau yang memandu pelaksanaan hukum materil pidana, ditetapkan syarat sahnya pemeriksaan dilakukan apabila terperiksa atau tersangka atau saksi berada dalam keadaan bebas, tidak berada dalam tekanan KUHAP pasal 117 ayat 1 disertai pencatatan dalam berita acara KUHAP pasal 117 ayat 2, dan pembubuhan tanda tangan terperiksa atau tersangka terhadap berita acara tanpa tekanan KUHAP pasal 118 ayat 1.

“Keadaan sakit kronis yang diderita oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, cukup menjadi dasar bagi penyidik KPK, untuk menghentikan pelaksanaan Pemeriksaan Berita Acara, karena syarat yang ditetapkan oleh KUHAP tidak terpenuhi,” katanya.

Ketua Partai Demokrat Provinsi Papua itu mengatakan sekalipun dipaksakan, hasilnya tentu nilai kesaksian tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan, berdasarkan Yurisprudensi Putusan MA, karena, Berita Acara Pemeriksaan tidak dilaksanakan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Sekali lagi, kata Willem Wandik melihat proses penahanan Lukas Enembe di Gedung KPK dalam waktu yang panjang, sekalipun telah disampaikan keadaan Lukas Enembe dalam keadaan tidak sehat dan tidak siap untuk diperiksa, justru Penyidik KPK tetap memaksakan berlanjutnya penahanan di gedung KPK, sekalipun tanpa berlanjutnya pemeriksaan BAP.

“Peristiwa ini justru semakin memperkuat dugaan, bahwa Lukas Enembe sejatinya hanya dijadikan target operasi (TO) dan sasaran empuk promosi atau iklan pertunjukkan KPK terhadap media. Dan mengabaikan pedoman hukum acara yang harusnya menjadi panglima hukum KPK dalam menegakkan Due Process of Law,” katanya.(far/tyo/c17/fal/oel/wen)

Telusuri Aliran Dana, Termasuk Dugaan ke Kelompok Separatis

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi Gubernur (nonaktif) Papua Lukas Enembe menerima gratifikasi mencapai Rp 10 miliar. Saat ini penyidik tengah mendalami kemungkinan menerapkan pasal-pasal selain pasal suap dan gratifikasi.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, pihaknya akan menelusuri aliran dana (follow the money) Lukas Enembe. Penelusuran itu akan dilakukan dengan terus mengumpulkan alat bukti. ”Kami kaji dari sisi apakah bisa diterapkan pasal-pasal selain pasal suap dan gratifikasi,” kata Ali.

Soal pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), menurut Ali, penyidik juga melakukan kajian. Terutama dalam menelusuri aliran uang yang sudah berubah menjadi bentuk aset. Juga, uang yang disalurkan Enembe ke pihak-pihak lain. ”Sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan undang-undang lain seperti TPPU,” ujarnya.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut tindakan Enembe sebagai pejabat publik memang harus dibawa ke ranah hukum. Menurut dia, langkah KPK yang saat ini tengah menangani kasus dugaan suap dan gratifikasi Enembe mendapat dukungan banyak pihak. Termasuk dari tokoh masyarakat Papua.

Terpisah, rencana KPK menelusuri isu aliran uang kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe ke Organisasi Papua Merdeka (OPM) mendapat dukungan dari DPR. Komisi III DPR menilai upaya itu perlu dilakukan untuk mencegah spekulasi.

Anggota Komisi III Jazilul Fawaid mengatakan, membuka potensi pidana lain dalam sebuah kasus merupakan hal biasa. Itu bagian dari cara kerja penegak hukum, termasuk KPK. Dalam kasus lain, perkara korupsi juga kerap membuka potensi pidana seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU). ”Tentu kami akan dukung ya, sepanjang memang prosedur dan hukum prosesnya sesuai,” ujarnya di Jakarta kemarin (14/1).

Yang terpenting, lanjut dia, upaya tersebut memang didasarkan pada indikator-indikator yang objektif. Sehingga upaya penelurusan dana OPM bukan tindakan mengada-ada. ”Jangan sampai ada kesan misalkan politisasi atau apa,” imbuhnya.

Baca Juga :  Patroli Ditingkatkan Jelang Desember

Bagi Jazilul, upaya penelusuran tersebut juga hal yang baik. Dengan demikian, berbagai rumor yang selama ini berkembang bisa ditemukan fakta hukumnya. ”Harus dibuktikan itu. Dibuktikan, bukan dirumorkan,” tuturnya.

Jika terbukti, kata dia, harus diproses secara tegas. Sebab, tindakan menyokong OPM sama halnya dengan memberikan dukungan terhadap tindakan makar kepada negara. ”Kalau memang ada aliran uang untuk merongrong negara ya diproses,” jelasnya. Namun, jika tidak terbukti, nama Enembe harus dibersihkan.

Jazilul meyakini KPK akan bekerja secara profesional. Bahkan, bukan hanya dugaan aliran dana ke OPM, tindak pidana lain yang berpotensi dilakukan juga harus diusut tuntas. ”Kalau soal nanti ada dugaan pidana yang lain ya itu sepenuhnya urusan hukum KPK. Apakah nanti ada tindak pidana pencucian uang misalkan, atau yang lain,’’ tegasnya.

Komnas HAM Minta Hindari Konflik Bersenjata

Menyikapi gelombang kekerasan di Papua, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro meminta aparat keamanan untuk memberikan rasa aman bagi para pengungsi di Maybrat agar bisa segera kembali ke rumahnya. Komnas HAM juga meminta untuk menghindari konflik bersenjata. ”Kami meminta kepada TNI-Polri untuk mengambil langkah yang diperlukan dalam penanganan situasi keamanan di Maybrat dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM,” ujarnya.

Atnike menambahkan, Komnas HAM menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua terjadi pasca penangkapan Enembe. Karena itu, Atnike meminta semua pihak tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan meluasnya konflik dan kekerasan di Papua. ”Kami meminta semua pihak tidak menyebar informasi provokatif yang bisa memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,” terangnya.

Atnike juga meminta aparat keamanan, khususnya Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih, tidak menggunakan kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi massa di Papua. Dia meminta aparat mengedepankan langkah humanis sesuai prinsip HAM. ’’Kami meminta untuk menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan dengan melibatkan tokoh agama, adat, dan masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Perketat Disiplin dan Patuhi Protokol Kesehatan!

Terpisah,anggota DPR-RI Dapil Papua Willem Wandik S. Sos   mengatakan dalam penerapan hukum pidana, penyidik KPK wajib menerapkan asas Due Process of Law yang artinya proses hukum yang adil dan layak. “Jadi dengan kata lain, proses penyidikan harus tunduk pada  dasar-dasar konstitusi hukum,” katanya kepada Cenderawasih Pos, melalui pesan elektroniknya, Minggu, (15/1).

Dikatakan, dalam penentuan tata cara pelaksanaan pemeriksaan perkara, KUHAP sebagai hukum formil atau yang memandu pelaksanaan hukum materil pidana, ditetapkan syarat sahnya pemeriksaan dilakukan apabila terperiksa atau tersangka atau saksi berada dalam keadaan bebas, tidak berada dalam tekanan KUHAP pasal 117 ayat 1 disertai pencatatan dalam berita acara KUHAP pasal 117 ayat 2, dan pembubuhan tanda tangan terperiksa atau tersangka terhadap berita acara tanpa tekanan KUHAP pasal 118 ayat 1.

“Keadaan sakit kronis yang diderita oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, cukup menjadi dasar bagi penyidik KPK, untuk menghentikan pelaksanaan Pemeriksaan Berita Acara, karena syarat yang ditetapkan oleh KUHAP tidak terpenuhi,” katanya.

Ketua Partai Demokrat Provinsi Papua itu mengatakan sekalipun dipaksakan, hasilnya tentu nilai kesaksian tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan, berdasarkan Yurisprudensi Putusan MA, karena, Berita Acara Pemeriksaan tidak dilaksanakan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Sekali lagi, kata Willem Wandik melihat proses penahanan Lukas Enembe di Gedung KPK dalam waktu yang panjang, sekalipun telah disampaikan keadaan Lukas Enembe dalam keadaan tidak sehat dan tidak siap untuk diperiksa, justru Penyidik KPK tetap memaksakan berlanjutnya penahanan di gedung KPK, sekalipun tanpa berlanjutnya pemeriksaan BAP.

“Peristiwa ini justru semakin memperkuat dugaan, bahwa Lukas Enembe sejatinya hanya dijadikan target operasi (TO) dan sasaran empuk promosi atau iklan pertunjukkan KPK terhadap media. Dan mengabaikan pedoman hukum acara yang harusnya menjadi panglima hukum KPK dalam menegakkan Due Process of Law,” katanya.(far/tyo/c17/fal/oel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya