Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Seharusnya Bicarakan Upaya Tindak Lanjut Penyelesaian Kasus HAM

 

JAYAPURA – Wakil Presiden Ma’ruf Amin dianggap tidak mendapatkan masukan yang strategi dalam penyelesaian konflik dan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua.

Hal itu disampaikan Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey usai adanya pertemuan yang digelar Wapres dengan pegiat HAM, kemanusiaan dan perdamaian yang digelar di lantai 4 Kantor Gubernur, Selasa (11/10) lalu.

Dimana saat pertemuan dengan pegiat HAM dan tokoh agama yang diwakilkan sebanyak 15 orang, Pemerintah diminta menghadirkan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Papua.

“Apa yang disampaikan ke Wapres dalam pertemuan itu adalah hal yang tidak urgent, hari ini dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua. Bukan sekedar meminta pengadilan HAM, sebab Pengadilan HAM itu mau dimana saja terserah. Karena UU tentang  pengadilan HAM itu ada di 4 wilayah,” tegas Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (12/10).

Menurut Frits, penyelesaian kasus HAM di Papua adalah bagaimana menyidangkan kasus kasus pelanggaran HAM dan bagaimana upaya tindak lanjut kasus HAM yang sudah terjadi, serta upaya menghentikan terjadinya kekerasan di Papua.

Baca Juga :  Kepala Suku Minta Tambang Emas Wasirawi Dikelola Secara Tradisional

“Untuk mendorong perdamaian di Papua yang terpenting dan mendesak adalah mendorong dialog kemanusiaan. Dalam pertemuan dengan Wapres kemarin, ada ketakutan saya jangan jangan Wapres ditipu. Ada masukan yang salah kepada Wapres, dan kemudian Wapres membuat kebijakan yang tidak tepat dalam rangka penyelesaian kasus HAM di Papua dan bagaimana mendorong perdamaian di tanah Papua,” bebernya.

Yang cukup disayangkan kata Frits, orang orang yang semestinya dia representatif dalam isu-isu HAM dan bekerja untuk perdamaian tidak diundang untuk memberi masukan yang baik kepada orang nomor dua di Indonesia itu.

“Dalam pertemuan di Kantor Gubernur kemarin, Wapres mendapat masukan yang tidak strategi dan itu ditakutan, saya meragukan Wapres membuat kebijakan yang salah dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan upaya mendorong perdamaian di tanah Papua,” kata Frits.

Sebagaimana kata Frits, zaman Jusuf Kala, hanya karena JK salah diberi masukan. Sehingga saat pertemuan di dewan HAM  PBB, JK menyampaikan tidak ada pelanggaran HAM di Papua. Padahal saat itu, Komnas HAM sudah menetapkan kasus pelanggaran HAM di Papua.

Baca Juga :  Golkar "Kunci" Ketua DPRP

“Hal hal seperti ini yang kita takutkan, di Sekretariat Wapres tidak bekerja secara baik untuk membantu Wapres dalam rangka tugas yang diberikan Presiden untuk menyelesaikan kasus kasus kekersan, percepatan pembangunan dan bagaimana menghentikan kekersan dan konflik di Papua,” terangnya.

Harusnya kata Frits, yang didorong adalah  penyelesaian kasus pelangaran HAM yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM dan tindak lanjut kasus kasus kekersan yang berskala besar. Seperti kasus pembunuhan Pdt Zanambani, kasus kekerasan yang terus terjadi di Papua dan kasus kasus yang sudah diinvestigasi lembaga lembaga HAM yang aktif.

“Yang disampaikan membuat Wapres ngambang dalam meresponnya, ini kan pemekaran dan percepatan pembangunan. Namun kenyataannya, kekersan semakin subur di tanah Papua dan tidak ada upaya untuk menghentikannya,” ungkap Frits. (fia/wen)

 

JAYAPURA – Wakil Presiden Ma’ruf Amin dianggap tidak mendapatkan masukan yang strategi dalam penyelesaian konflik dan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua.

Hal itu disampaikan Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey usai adanya pertemuan yang digelar Wapres dengan pegiat HAM, kemanusiaan dan perdamaian yang digelar di lantai 4 Kantor Gubernur, Selasa (11/10) lalu.

Dimana saat pertemuan dengan pegiat HAM dan tokoh agama yang diwakilkan sebanyak 15 orang, Pemerintah diminta menghadirkan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Papua.

“Apa yang disampaikan ke Wapres dalam pertemuan itu adalah hal yang tidak urgent, hari ini dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua. Bukan sekedar meminta pengadilan HAM, sebab Pengadilan HAM itu mau dimana saja terserah. Karena UU tentang  pengadilan HAM itu ada di 4 wilayah,” tegas Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (12/10).

Menurut Frits, penyelesaian kasus HAM di Papua adalah bagaimana menyidangkan kasus kasus pelanggaran HAM dan bagaimana upaya tindak lanjut kasus HAM yang sudah terjadi, serta upaya menghentikan terjadinya kekerasan di Papua.

Baca Juga :  Hendak ke Bandung, Malah Belok ke Surabaya

“Untuk mendorong perdamaian di Papua yang terpenting dan mendesak adalah mendorong dialog kemanusiaan. Dalam pertemuan dengan Wapres kemarin, ada ketakutan saya jangan jangan Wapres ditipu. Ada masukan yang salah kepada Wapres, dan kemudian Wapres membuat kebijakan yang tidak tepat dalam rangka penyelesaian kasus HAM di Papua dan bagaimana mendorong perdamaian di tanah Papua,” bebernya.

Yang cukup disayangkan kata Frits, orang orang yang semestinya dia representatif dalam isu-isu HAM dan bekerja untuk perdamaian tidak diundang untuk memberi masukan yang baik kepada orang nomor dua di Indonesia itu.

“Dalam pertemuan di Kantor Gubernur kemarin, Wapres mendapat masukan yang tidak strategi dan itu ditakutan, saya meragukan Wapres membuat kebijakan yang salah dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan upaya mendorong perdamaian di tanah Papua,” kata Frits.

Sebagaimana kata Frits, zaman Jusuf Kala, hanya karena JK salah diberi masukan. Sehingga saat pertemuan di dewan HAM  PBB, JK menyampaikan tidak ada pelanggaran HAM di Papua. Padahal saat itu, Komnas HAM sudah menetapkan kasus pelanggaran HAM di Papua.

Baca Juga :  Pasca Kerusuhan , Sekolah di Wamena Diliburkan 

“Hal hal seperti ini yang kita takutkan, di Sekretariat Wapres tidak bekerja secara baik untuk membantu Wapres dalam rangka tugas yang diberikan Presiden untuk menyelesaikan kasus kasus kekersan, percepatan pembangunan dan bagaimana menghentikan kekersan dan konflik di Papua,” terangnya.

Harusnya kata Frits, yang didorong adalah  penyelesaian kasus pelangaran HAM yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM dan tindak lanjut kasus kasus kekersan yang berskala besar. Seperti kasus pembunuhan Pdt Zanambani, kasus kekerasan yang terus terjadi di Papua dan kasus kasus yang sudah diinvestigasi lembaga lembaga HAM yang aktif.

“Yang disampaikan membuat Wapres ngambang dalam meresponnya, ini kan pemekaran dan percepatan pembangunan. Namun kenyataannya, kekersan semakin subur di tanah Papua dan tidak ada upaya untuk menghentikannya,” ungkap Frits. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya