Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Panpil MRP Banyak Menuai Protes

JAYAPURA – Munculnya nama – nama calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) beberapa hari terakhir ternyata tidak sepenuhnya diterima. Proses seleksi yang dilakukan Panpil ternyata banyak menuai protes  terlebih menyangkut Pokja Agama.

Pasalnya banyak yang dianggap tidak sesuai dengan perwakilan daerah  pemilihan. Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairusy juga meminta penetapan calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2023 – 2028 untuk Pokja Agama ditinjau ulang.

Berdasarkan pengumuman Gubernur Papua Nomor 161.1/7705/SET tentang Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota Majelis Rakyat Papua Periode 2023 – 2028 setelah dilakukan verifikasi secara berjenjang ternyata dinilai tidak sesuai dengan aturan.

“Kami minta agar penetapan Calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 untuk ditinjau ulang, terutama untuk unsur agama,” tegas Yulianus Rumbairussy, Jumat (14/7).

Sebab, menurut Yulianus Rumbairussy, pengumuman penetapan ini, belum menjawab surat dari Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.6/3105/SJ tentang Penyampaian Kembali Berkas Usul Pengesahan Calon Terpilih Anggota MRP Periode 2023 – 2028 tanggal 13 Juni 2023.

Lanjut Yulianus sangat jelas menyampaikan hasil penelitian dan verifikasi tim pemerintah pusat khususnya pada angka 2 poin b yang merujuk pada Pasal 5 a ayat 1 Perdasus Nomor 5 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP. “Berdasarkan perdasi ini jelas banyak nama yang diumumkan tidak memenuhi syarat (TMS). Tapi, kenapa muncul lagi jadinya kami bertanya verifikasi apa yang dilakukan Panpil Gabungan Kabupaten/Kota dan Panpil Provinsi?” tandasnya.

Baca Juga :  Pengumuman CPNS Molor, Bukan Salah Pemerintah Pusat

Selain ituberdasarkan surat Mendagri juga meminta dilakukan uji publik terhadap hasil pemilihan calon Anggota MRP. Namun, hal itu juga tidak dilakukan oleh Panpil, tetapi tiba-tiba sudah diumumkan.  Sebagai anak adat di wilayah Tabi dan Saereri, Yulianus Rumbairussy mengatakan berdasarkan dalam Perdasus Nomor 5 Tahun 2023 sebenarnya telah mengakomodir dan memberikan ruang kepada semua instansi atau organisasi, termasuk lembaga keagamaan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada mereka yang dari wilayah adatnya masing-masing untuk menjadi anggota MRP.

“Jadi, berikan kesempatan mereka untuk mengurus masyarakatnya di wilayah adat masing-masing, termasuk representasi dari lembaga-lembaga keagamaan. Ini terkait dengan representasi kultur orang asli Papua dalam MRP. Berbeda dengan pemilihan dalam politik praktis,” bebernya.

Rumboirussy menyinggung apakah dari wilayah adat Tabi dan Saereri tak ada lagi yang mampu menjadi wakil mereka di MRP sehingga harus mengangkat orang lain dari wilayah adat lain. Apalagi, dengan adanya pemekaran juga sudah terbentuk MRP dan saat ini tengah dalam proses rekrutmen.

“Mestinya lembaga – lembaga keagamaan di Papua memberikan rekomendasi kepada anak-anak adat dari wilayah adat Tabi dan Saereri untuk duduk menjadi anggota MRP, bukan dari luar. Meski Papua sudah terbagi dalam beberapa provinsi, namun secara kultur tapi kita tidak terpisahkan, hanya administrasi saja,” imbuhnya.

Baca Juga :  Jangan Salahkan Aparat Secara Sepihak!

Senada disampaikan Jack Puraro sebagai Tokoh Pemuda Sinode Gereja Bethel Gereja Pantekosta di Tanah Papua (GBGP) yang merasa banyak yang melenceng dari Perdasus Nomor 14 tahun 2016 karena ada beberapa sinode gereja yang muncul dan mengirimkan keterwakilannya dan tidak melalui mekanisme. Harusnya Pansel  melakukan verifikasi dari sinode – sinode sebelum memutuskan.

“Kami keberatan dengan hasil ini karena harusnya melihat wilayah adat  tapi justru banyak yang dari di luar. Perwakilan Tabi – Saireri justru sangat minim,” cecarnya.

Ia menyebut GBGP adalah organisasi gereja yang sudah berdiri sejak 17 Oktober 1956 bahkan lebih tua 19 hari dari Sinode GKI tapi anehnya kata Jack tak satupun yang terakomodir. Ditambahkan Dr Juliana Waromi selaku  Ketua III Pengurus Sinode GBGP dimana ia berharap hasil yang dikeluarkan ditinjau kembali sebab jika tidak maka kami akan ajukan keberatan dan gugatan hukum.

“Jelas kami dirugikan. Paling tidak kami bisa dapat satu atau dua kursi, tapi ini sama sekali tidak  ada jadi khusus Pokja Agama kami minta ini ditinjau lagi,” tutupnya. (ade/wen)

JAYAPURA – Munculnya nama – nama calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) beberapa hari terakhir ternyata tidak sepenuhnya diterima. Proses seleksi yang dilakukan Panpil ternyata banyak menuai protes  terlebih menyangkut Pokja Agama.

Pasalnya banyak yang dianggap tidak sesuai dengan perwakilan daerah  pemilihan. Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairusy juga meminta penetapan calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2023 – 2028 untuk Pokja Agama ditinjau ulang.

Berdasarkan pengumuman Gubernur Papua Nomor 161.1/7705/SET tentang Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota Majelis Rakyat Papua Periode 2023 – 2028 setelah dilakukan verifikasi secara berjenjang ternyata dinilai tidak sesuai dengan aturan.

“Kami minta agar penetapan Calon Anggota MRP periode 2023 – 2028 untuk ditinjau ulang, terutama untuk unsur agama,” tegas Yulianus Rumbairussy, Jumat (14/7).

Sebab, menurut Yulianus Rumbairussy, pengumuman penetapan ini, belum menjawab surat dari Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.6/3105/SJ tentang Penyampaian Kembali Berkas Usul Pengesahan Calon Terpilih Anggota MRP Periode 2023 – 2028 tanggal 13 Juni 2023.

Lanjut Yulianus sangat jelas menyampaikan hasil penelitian dan verifikasi tim pemerintah pusat khususnya pada angka 2 poin b yang merujuk pada Pasal 5 a ayat 1 Perdasus Nomor 5 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP. “Berdasarkan perdasi ini jelas banyak nama yang diumumkan tidak memenuhi syarat (TMS). Tapi, kenapa muncul lagi jadinya kami bertanya verifikasi apa yang dilakukan Panpil Gabungan Kabupaten/Kota dan Panpil Provinsi?” tandasnya.

Baca Juga :  Rencana Penyematan Mahkota Cenderawasih Kepada Presiden Ditentang

Selain ituberdasarkan surat Mendagri juga meminta dilakukan uji publik terhadap hasil pemilihan calon Anggota MRP. Namun, hal itu juga tidak dilakukan oleh Panpil, tetapi tiba-tiba sudah diumumkan.  Sebagai anak adat di wilayah Tabi dan Saereri, Yulianus Rumbairussy mengatakan berdasarkan dalam Perdasus Nomor 5 Tahun 2023 sebenarnya telah mengakomodir dan memberikan ruang kepada semua instansi atau organisasi, termasuk lembaga keagamaan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada mereka yang dari wilayah adatnya masing-masing untuk menjadi anggota MRP.

“Jadi, berikan kesempatan mereka untuk mengurus masyarakatnya di wilayah adat masing-masing, termasuk representasi dari lembaga-lembaga keagamaan. Ini terkait dengan representasi kultur orang asli Papua dalam MRP. Berbeda dengan pemilihan dalam politik praktis,” bebernya.

Rumboirussy menyinggung apakah dari wilayah adat Tabi dan Saereri tak ada lagi yang mampu menjadi wakil mereka di MRP sehingga harus mengangkat orang lain dari wilayah adat lain. Apalagi, dengan adanya pemekaran juga sudah terbentuk MRP dan saat ini tengah dalam proses rekrutmen.

“Mestinya lembaga – lembaga keagamaan di Papua memberikan rekomendasi kepada anak-anak adat dari wilayah adat Tabi dan Saereri untuk duduk menjadi anggota MRP, bukan dari luar. Meski Papua sudah terbagi dalam beberapa provinsi, namun secara kultur tapi kita tidak terpisahkan, hanya administrasi saja,” imbuhnya.

Baca Juga :  Bripda Steven Randongkir Dikebumikan di Biak

Senada disampaikan Jack Puraro sebagai Tokoh Pemuda Sinode Gereja Bethel Gereja Pantekosta di Tanah Papua (GBGP) yang merasa banyak yang melenceng dari Perdasus Nomor 14 tahun 2016 karena ada beberapa sinode gereja yang muncul dan mengirimkan keterwakilannya dan tidak melalui mekanisme. Harusnya Pansel  melakukan verifikasi dari sinode – sinode sebelum memutuskan.

“Kami keberatan dengan hasil ini karena harusnya melihat wilayah adat  tapi justru banyak yang dari di luar. Perwakilan Tabi – Saireri justru sangat minim,” cecarnya.

Ia menyebut GBGP adalah organisasi gereja yang sudah berdiri sejak 17 Oktober 1956 bahkan lebih tua 19 hari dari Sinode GKI tapi anehnya kata Jack tak satupun yang terakomodir. Ditambahkan Dr Juliana Waromi selaku  Ketua III Pengurus Sinode GBGP dimana ia berharap hasil yang dikeluarkan ditinjau kembali sebab jika tidak maka kami akan ajukan keberatan dan gugatan hukum.

“Jelas kami dirugikan. Paling tidak kami bisa dapat satu atau dua kursi, tapi ini sama sekali tidak  ada jadi khusus Pokja Agama kami minta ini ditinjau lagi,” tutupnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya