Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Panglima TNI Dilarang Menggelar Operasi Baru di Papua

Bukan Sedang Dalam Keadaan Perang

JAYAPURA-Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengakui jika terdapat sejumlah kasus di Papua yang mengakibatkan ada orang meninggal dunia. Namun tidak semua kasus itu merupakan pelanggaran HAM Berat.

“Bahwa ada orang meninggal dunia itu iya, oleh karena itu Komnas HAM dalam kewenangannya untuk memastikan peristiwa itu apakah pelanggaran HAM Berat atau tidak maka membutuhkan waktu,” kata Frits, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (7/3).

Menurut Frits, pernyataan dari Kontras memberi perigatan. Hanya saja, Presiden dalam kewenangannya sebagai kepala negara punya tanggung jawab untuk memberikan petunjuk yang lebih tegas dalam memberi perintah.

“Penanganan kasus HAM Berat membutuhkan legisi dari Presiden, sepanjang tidak ada legisi itu juga menjadi masalah tersendiri,” kata Frits.

Lanjut Frits, sementara kasus pelanggaran HAM yang dalam konteks hukum membutuhkan kerja dari lembaga lembaga seperti Kepolisian, Kejaksaan dan TNI. Dalam  mekanisme masing masing pihak untuk memastikan sebuah peristiwa itu terjadi pelanggaran HAM dan hukum.

Baca Juga :  Sidang Tuntutan Kembali Ditunda

Terkait dengan permintaan untuk hentikan operasi keamanan di Papua lantaran menewaskan warga sipil, Frits menyebut negara harus hadir ketika terjadi gangguan keamanan dan kehadiran operasi tidak bisa berjalan sendiri.

“Menghentikan operasi dalam wilayah wilayah tertentu yang sedang terjadi eskalasi kekerasan tidak bisa, karena itu akan membiarkan siklus kekerasan berjalan. Tetapi yang terpenting adalah operasi harus melibatkan otoritas sipil yakni para bupati yang berada di daerah itu, sehingga operasi itu terukur dan berdampak untuk pemulihan,” tegas Frits.

Menurut Frits, operasi bukan hanya menghentikan melainkan bisa memulihkan situasi yang dulunya konflik menjadi situasi yang damai. Hanya saja, operasi perlu ditertibkan dalam artian tidak bisa TNI jalan sendiri dan Polisi jalan sendiri.

Baca Juga :  Penambangan Ilegal Berbahaya bagi Lingkungan dan Warga 

“Panglima TNI tidak bisa menggelar operasi yang baru di Papua, jika sampai melakukannya itu artinya wilayah dalam keadaan perang. Tidak bisa Panglima mengambil alih untuk melakukan operasi di Papua,” tegasnya.

Sebab menurut Frits, Papua dikenal sebagai daerah rawan konflik. Sehingga gelar pasukan di Papua harus dikendalikan oleh Kepolisian karena statusnya adalah penegakan hukum.

“Papua adalah daerah rawan konflik, sehingga operasi operasi keamanan harus dikendalikan Polisi untuk penegakan hukum. Dan rencana operasi harus ditiadakan dan bahkan perlu dievaluasi terkait dengan keberadaan Satgas satgas yang sudah ada di wilayah Papua,” tandasnya. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Bukan Sedang Dalam Keadaan Perang

JAYAPURA-Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengakui jika terdapat sejumlah kasus di Papua yang mengakibatkan ada orang meninggal dunia. Namun tidak semua kasus itu merupakan pelanggaran HAM Berat.

“Bahwa ada orang meninggal dunia itu iya, oleh karena itu Komnas HAM dalam kewenangannya untuk memastikan peristiwa itu apakah pelanggaran HAM Berat atau tidak maka membutuhkan waktu,” kata Frits, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Kamis (7/3).

Menurut Frits, pernyataan dari Kontras memberi perigatan. Hanya saja, Presiden dalam kewenangannya sebagai kepala negara punya tanggung jawab untuk memberikan petunjuk yang lebih tegas dalam memberi perintah.

“Penanganan kasus HAM Berat membutuhkan legisi dari Presiden, sepanjang tidak ada legisi itu juga menjadi masalah tersendiri,” kata Frits.

Lanjut Frits, sementara kasus pelanggaran HAM yang dalam konteks hukum membutuhkan kerja dari lembaga lembaga seperti Kepolisian, Kejaksaan dan TNI. Dalam  mekanisme masing masing pihak untuk memastikan sebuah peristiwa itu terjadi pelanggaran HAM dan hukum.

Baca Juga :  Sambut Natal, Mulai Dari OPD Harus Tampilkan Aksesoris Natal

Terkait dengan permintaan untuk hentikan operasi keamanan di Papua lantaran menewaskan warga sipil, Frits menyebut negara harus hadir ketika terjadi gangguan keamanan dan kehadiran operasi tidak bisa berjalan sendiri.

“Menghentikan operasi dalam wilayah wilayah tertentu yang sedang terjadi eskalasi kekerasan tidak bisa, karena itu akan membiarkan siklus kekerasan berjalan. Tetapi yang terpenting adalah operasi harus melibatkan otoritas sipil yakni para bupati yang berada di daerah itu, sehingga operasi itu terukur dan berdampak untuk pemulihan,” tegas Frits.

Menurut Frits, operasi bukan hanya menghentikan melainkan bisa memulihkan situasi yang dulunya konflik menjadi situasi yang damai. Hanya saja, operasi perlu ditertibkan dalam artian tidak bisa TNI jalan sendiri dan Polisi jalan sendiri.

Baca Juga :  Tak Ada Gizi Buruk di Yahukimo

“Panglima TNI tidak bisa menggelar operasi yang baru di Papua, jika sampai melakukannya itu artinya wilayah dalam keadaan perang. Tidak bisa Panglima mengambil alih untuk melakukan operasi di Papua,” tegasnya.

Sebab menurut Frits, Papua dikenal sebagai daerah rawan konflik. Sehingga gelar pasukan di Papua harus dikendalikan oleh Kepolisian karena statusnya adalah penegakan hukum.

“Papua adalah daerah rawan konflik, sehingga operasi operasi keamanan harus dikendalikan Polisi untuk penegakan hukum. Dan rencana operasi harus ditiadakan dan bahkan perlu dievaluasi terkait dengan keberadaan Satgas satgas yang sudah ada di wilayah Papua,” tandasnya. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya