Saturday, April 27, 2024
27.7 C
Jayapura

Buchtar Tabuni Bebas

*Steven Itlay Bebas Lusa, Agus Kossay 13 Agustus

JAYAPURA-Terpidana kasus demo anti rasisme, Buchtar Tabuni resmi bebas dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas A1 Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (4/8) lalu.

Anggota Penasehat Hukum yang tergabung dalam Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua, Gustaf Kawer, SH., M.Si., mengatakan, Buchtar Tabuni resmi dibebaskan setelah menjalani sisa masa tahanan yang divonis oleh majelis hakim  dalam sidang kerusuhan demonstrasi anti rasisme yang terjadi di Jayapura bulan Agustus 2019 lalu.

BUCHTAR BEBAS: Buchtar Tabuni (kaos putih) salah satu terpidana kasus demo anti rasisme saat foto bersama dengan keluarga usai resmi bebas dari Lapas Balikpapan Kalimantan Timur, Selasa (4/8) lalu. (foto: Gustaf Kawer for Cepos)

“Buchtar Tabuni divonis oleh majelis hakim 11 bulan dan sudah menyelesaikan sisa masa tahanan sehingga Selasa (4/8) kemarin resmi bebas dari Lapas Balikpapan,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos di Kantor Perkumpulan Pengacara HAM Gustaf Kawer dan Rekan-rekan di Kotaraja, Distrik Abepura, Rabu (5/8).

Baca Juga :  Kebakaran di Kampung Yoka, ini Penyebabnya

Menurut Gustav, setelah Buchtar Tabuni bebas maka nanti pada tanggal 8 Agustus nanti Steven Itlay juga akan bebas dan tanggal 13 Agustus juga Agus Kossay resmi bebas. Jika semuanya bebas, maka lengkap sudah 7 terpidana demo anti rasisme yang disidangkan dan divonis di Pengadilan Negeri Balikpapan semuanya bebas.

“Nanti setelah mereka tiga ini bebas, kita akan atur pemulangan mereka. Sebab jaksa sampai saat ini maupun Lapas atau Rutan dan Kemenkumham tidak urus mereka untuk kembali ke Papua. Kami dari penasehat hukum dan pihak terkait lainnya mengusahakan untuk memulangkan mereka. Seperti yang sudah kita lakukan terhadap 4 orang Tapol lainnya yang sudah kita pulangkan lebih dulu ke Jayapura,” jelasnya.

Kata Gustav, seharusnya jaksa yang bertugas mengeksekusi serta Kemenkumham dari Lapas yang menahan seharusnya mempunyai tugas untuk memulangkan para terpidana ini. Sebab awalnya negara yang membawa mereka untuk disidangkan di Balikpapan, sehingga seharusnya mengurus mereka balik lagi ke Papua.

Baca Juga :  Penyelundupan 2.760 Botol Miras Digagalkan

“Ini bisa dilihat dari 4 Tapol yang bebas awal tidak diurus kepulangan mereka dan Buchtar juga tidak diurus. Kita dari PH yang urus semua. Hal ini harus jadi perhatian negara, apabila mengirim tahanan untuk sidang di luar Papua, karena konsekuensi biaya sangat ,” katanya.

Gustav berharap, penegakan hukum untuk kasus-kasus seperti ini harus selektif dan tidak sembarang. Sehingga benar-benar harus orang yang melakukan kejahatan yang harus diproses. Sementara orang yang tidak melakukan kejahatan jangan dipaksakan untuk proses, karena konsekuensinya banyak.

“Jangan kita berpikir bahwa kasus ini selesai semua hal selesai. Tetapi kita masih mempunyai tanggung jawab, yaitu bagaimana penegakan hukum bisa transparan dan harus ada gerakan melakukan reformasi terhadap hukum HAM kedepan, sehingga situasi Papua bisa lebih kondusif. Seperti misalnya tidak boleh ada rasisme lagi terhadap OAP dan jangan kita dengar lagi penembakan di Papua,” harapnya. (bet/nat)

*Steven Itlay Bebas Lusa, Agus Kossay 13 Agustus

JAYAPURA-Terpidana kasus demo anti rasisme, Buchtar Tabuni resmi bebas dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas A1 Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (4/8) lalu.

Anggota Penasehat Hukum yang tergabung dalam Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua, Gustaf Kawer, SH., M.Si., mengatakan, Buchtar Tabuni resmi dibebaskan setelah menjalani sisa masa tahanan yang divonis oleh majelis hakim  dalam sidang kerusuhan demonstrasi anti rasisme yang terjadi di Jayapura bulan Agustus 2019 lalu.

BUCHTAR BEBAS: Buchtar Tabuni (kaos putih) salah satu terpidana kasus demo anti rasisme saat foto bersama dengan keluarga usai resmi bebas dari Lapas Balikpapan Kalimantan Timur, Selasa (4/8) lalu. (foto: Gustaf Kawer for Cepos)

“Buchtar Tabuni divonis oleh majelis hakim 11 bulan dan sudah menyelesaikan sisa masa tahanan sehingga Selasa (4/8) kemarin resmi bebas dari Lapas Balikpapan,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos di Kantor Perkumpulan Pengacara HAM Gustaf Kawer dan Rekan-rekan di Kotaraja, Distrik Abepura, Rabu (5/8).

Baca Juga :  Penyelundupan 2.760 Botol Miras Digagalkan

Menurut Gustav, setelah Buchtar Tabuni bebas maka nanti pada tanggal 8 Agustus nanti Steven Itlay juga akan bebas dan tanggal 13 Agustus juga Agus Kossay resmi bebas. Jika semuanya bebas, maka lengkap sudah 7 terpidana demo anti rasisme yang disidangkan dan divonis di Pengadilan Negeri Balikpapan semuanya bebas.

“Nanti setelah mereka tiga ini bebas, kita akan atur pemulangan mereka. Sebab jaksa sampai saat ini maupun Lapas atau Rutan dan Kemenkumham tidak urus mereka untuk kembali ke Papua. Kami dari penasehat hukum dan pihak terkait lainnya mengusahakan untuk memulangkan mereka. Seperti yang sudah kita lakukan terhadap 4 orang Tapol lainnya yang sudah kita pulangkan lebih dulu ke Jayapura,” jelasnya.

Kata Gustav, seharusnya jaksa yang bertugas mengeksekusi serta Kemenkumham dari Lapas yang menahan seharusnya mempunyai tugas untuk memulangkan para terpidana ini. Sebab awalnya negara yang membawa mereka untuk disidangkan di Balikpapan, sehingga seharusnya mengurus mereka balik lagi ke Papua.

Baca Juga :  Kontak Tembak, TGPF Tetap Kumpulkan Fakta dan Data

“Ini bisa dilihat dari 4 Tapol yang bebas awal tidak diurus kepulangan mereka dan Buchtar juga tidak diurus. Kita dari PH yang urus semua. Hal ini harus jadi perhatian negara, apabila mengirim tahanan untuk sidang di luar Papua, karena konsekuensi biaya sangat ,” katanya.

Gustav berharap, penegakan hukum untuk kasus-kasus seperti ini harus selektif dan tidak sembarang. Sehingga benar-benar harus orang yang melakukan kejahatan yang harus diproses. Sementara orang yang tidak melakukan kejahatan jangan dipaksakan untuk proses, karena konsekuensinya banyak.

“Jangan kita berpikir bahwa kasus ini selesai semua hal selesai. Tetapi kita masih mempunyai tanggung jawab, yaitu bagaimana penegakan hukum bisa transparan dan harus ada gerakan melakukan reformasi terhadap hukum HAM kedepan, sehingga situasi Papua bisa lebih kondusif. Seperti misalnya tidak boleh ada rasisme lagi terhadap OAP dan jangan kita dengar lagi penembakan di Papua,” harapnya. (bet/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya