Friday, April 26, 2024
25.7 C
Jayapura

Unicef Dukung Pembukaan Sekolah

JAKARTA, Jawa Pos – Pro kontra rencana pembukaan sekolah di sejumlah zona hijau terus berlanjut. Giliaran United Nations Children’s Fund  (Unicef) yang angkat bicara. Organisasi PBB yang fokus pada perlindungan anak ini mendukung pembukaan sekolah, asal syarat-syaratnya terpenuhi.

Education Specialist Unicef Indonesia Nugroho Indera Warman menuturkan, Unicef merekomendasikan pembukaan sekolah bila Satuan Pendidikan sudah siap mengimplementasikan protokol kesehatan di sekolah. Langkah ini sebagai bagian dari tindakan preventif dan pencegahan penularan Covid-19 selama kegiaan belajar mengajar berlangsung.

”Bukan masalah waktu dibukanya. Tapi kesiapan. Saat new normal, ini bukan secara otomatis sekolah segera dibuka,” tuturnya pada diskusi secara virtual bersama BNPB  kemarin (6/2).

Dia melanjutkan, protokol ini dimulai sejak sekolah target akan dibuka. Ada daftar periksa yang dilakukan pada sekolah-sekoalh yang akan dibuka tersebut. Apakah sekolah-sekolah tersebut sudah menyiapkan protokol kesehatan yang baik atau tidak di sekolah. Misalnya, fasilitas cuci tangan, UKS, aturan pemeriksaan kesehatan sebelum masuk ke sekolah, dan lainnya. ”Ada 10 tahapan untuk dipertimbangkan sebelum sekolah dibuka,” tegasnya.

Baca Juga :  Siapkan Tempat untuk Warga Distrik Paro

Diakuinya, di sejumlah negara misalnya di Eropa, sudah ada yang mulai membuka kegiatan belajar mengajar dari sekolah. Pertimbangan ini dilandasi dari kurva penambahan kasus yang flat. Beda halnya dengan kawasan Asia Selatan atau Asia Pasifik, di mana kurva masih tinggi.

”Karenanya, pembukaan sekolah tidak bisa dilakukan secara langsung,”ungkap Nugroho. Ada peluang dibuka secara bertahap dengan melihat sekolah berada di zona Hijau atau tidak. Itu pun tak langusng seluruhnya, bisa dimulai dari jenjang sekolah menegah atas terlebih dahulu.

Intinya, pemerintah harus mempunyai pedoman yang komprehensif sebelum sekolah dibuka kembali. Selain itu, ada baiknya pemerintah mendengarkan pendapat anak dan orang tua murid melalui berbagai cara tentang rencana pembukaan sekolah ini.“Apakah mereka siap atau tidak? Apakah sekolah siap menanggung risiko?” paparnya.

Adapun, pemda juga harus siap dengan penutupan kembali sekolah kalau ditemukan kasus baru atau kembali muncul gelombang Covid-19 selanjutnya. Karenanya, pemerintah didesak untuk menyiapkan upaya mitigasi guna mengantisipasi kondisi tersebut. Seperti, penguatan jaringan internet atau sarana pendidikan jarak jauh agar semua anak bisa mendapat akses pendidikan secara merata.

Baca Juga :  Di Merauke, Kasus Covid-19 Mulai Meledak

Dari data yang dikumpulkan Unicef, saat ini lebih dari 60 juta siswa tak bisa bersekolah karena pandemi. Sayangnya, banyak siswa tak bisa berlajar dari jarak jauh karena sejumlah kendala. Seperti, akses internet, listrik, dan pemberlajaran offline terbatas.

Pihaknya sendiri sejak awal sudah mendukung penuh kebijakan penutupan sekolah. Namun, pemerintah diminta untuk memastikan agar anak-anak mendapat pembelajaran jarak jauh yang mumpuni.

Saat ini, pemerintah telah melakukan simulasi pembelajaran daring lewat 23 platform digital dan pembelajaran di luar jaringan melalui program di TVRI dan radio. Unicef juga sudah menyerahkan materi pembelajaran offline ke pemerintah, dengan harapan bisa dibagikan ke pemda untuk kemudian didistribusikan ke guru dan murid. Dengan begitu, murid yang tidak bisa akses internet bisa terbantu kegiatan belajarnya. (mia/JPG)

JAKARTA, Jawa Pos – Pro kontra rencana pembukaan sekolah di sejumlah zona hijau terus berlanjut. Giliaran United Nations Children’s Fund  (Unicef) yang angkat bicara. Organisasi PBB yang fokus pada perlindungan anak ini mendukung pembukaan sekolah, asal syarat-syaratnya terpenuhi.

Education Specialist Unicef Indonesia Nugroho Indera Warman menuturkan, Unicef merekomendasikan pembukaan sekolah bila Satuan Pendidikan sudah siap mengimplementasikan protokol kesehatan di sekolah. Langkah ini sebagai bagian dari tindakan preventif dan pencegahan penularan Covid-19 selama kegiaan belajar mengajar berlangsung.

”Bukan masalah waktu dibukanya. Tapi kesiapan. Saat new normal, ini bukan secara otomatis sekolah segera dibuka,” tuturnya pada diskusi secara virtual bersama BNPB  kemarin (6/2).

Dia melanjutkan, protokol ini dimulai sejak sekolah target akan dibuka. Ada daftar periksa yang dilakukan pada sekolah-sekoalh yang akan dibuka tersebut. Apakah sekolah-sekolah tersebut sudah menyiapkan protokol kesehatan yang baik atau tidak di sekolah. Misalnya, fasilitas cuci tangan, UKS, aturan pemeriksaan kesehatan sebelum masuk ke sekolah, dan lainnya. ”Ada 10 tahapan untuk dipertimbangkan sebelum sekolah dibuka,” tegasnya.

Baca Juga :  Dua Korban Pengeroyokan Warga Pasar Buat Laporan Polisi

Diakuinya, di sejumlah negara misalnya di Eropa, sudah ada yang mulai membuka kegiatan belajar mengajar dari sekolah. Pertimbangan ini dilandasi dari kurva penambahan kasus yang flat. Beda halnya dengan kawasan Asia Selatan atau Asia Pasifik, di mana kurva masih tinggi.

”Karenanya, pembukaan sekolah tidak bisa dilakukan secara langsung,”ungkap Nugroho. Ada peluang dibuka secara bertahap dengan melihat sekolah berada di zona Hijau atau tidak. Itu pun tak langusng seluruhnya, bisa dimulai dari jenjang sekolah menegah atas terlebih dahulu.

Intinya, pemerintah harus mempunyai pedoman yang komprehensif sebelum sekolah dibuka kembali. Selain itu, ada baiknya pemerintah mendengarkan pendapat anak dan orang tua murid melalui berbagai cara tentang rencana pembukaan sekolah ini.“Apakah mereka siap atau tidak? Apakah sekolah siap menanggung risiko?” paparnya.

Adapun, pemda juga harus siap dengan penutupan kembali sekolah kalau ditemukan kasus baru atau kembali muncul gelombang Covid-19 selanjutnya. Karenanya, pemerintah didesak untuk menyiapkan upaya mitigasi guna mengantisipasi kondisi tersebut. Seperti, penguatan jaringan internet atau sarana pendidikan jarak jauh agar semua anak bisa mendapat akses pendidikan secara merata.

Baca Juga :  Atasi Masalah Kesehatan, Pemkab Sarmi Siap Jalin Kerjasama dengan RSUD Abepura

Dari data yang dikumpulkan Unicef, saat ini lebih dari 60 juta siswa tak bisa bersekolah karena pandemi. Sayangnya, banyak siswa tak bisa berlajar dari jarak jauh karena sejumlah kendala. Seperti, akses internet, listrik, dan pemberlajaran offline terbatas.

Pihaknya sendiri sejak awal sudah mendukung penuh kebijakan penutupan sekolah. Namun, pemerintah diminta untuk memastikan agar anak-anak mendapat pembelajaran jarak jauh yang mumpuni.

Saat ini, pemerintah telah melakukan simulasi pembelajaran daring lewat 23 platform digital dan pembelajaran di luar jaringan melalui program di TVRI dan radio. Unicef juga sudah menyerahkan materi pembelajaran offline ke pemerintah, dengan harapan bisa dibagikan ke pemda untuk kemudian didistribusikan ke guru dan murid. Dengan begitu, murid yang tidak bisa akses internet bisa terbantu kegiatan belajarnya. (mia/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya