Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Korban Pembunuhan Warga Sipil dan Tak Ada Pengungsian

Frits Ramandey

*Komnas HAM: Pernyataan TPN-PB Penyesatan Terhadap Publik di Papua

JAYAPURA-Polres Yahukimo membantah dengan tegas klaim TPN-PB yang menyebutkan tiga korban pembunuhan di Yahukimo, Agustus lalu merupakan intelejen. 

Kapolres Yahukimo, AKBP. Benny Adi menegaskan bahwa tiga korban pembunuhan murni warga sipil. Tiga korban tersebut yaitu  Henry Jovinski (25) Staff KPU Kabupaten Yahukimo yang dibunuh tanggal 11 Agustus 2020. Korban kedua, Muhammad Thoyib (39) juga warga sipil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang meubel dan dibunuh tanggal 20 Agustus. Korban ketiga menurut Benny, Yauzan alias Ocang (34) juga warga sipil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang antar batako. 

“Mereka (TPN-PB) menebar hoax dan sengaja mempropaganda keadaan. Ini jelas-jelas yang meninggal adalah dua karyawan dan satu staf KPUD Yahukimo,” tegas Kapolres Benny Adi saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (2/9).

Lanjut Kapolres, terkait dengan tiga kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum Polres Yahukimo, pihaknya sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku, sembari mencari kepastian di mana pelaku.

Baca Juga :  MRP Papua Pegunungan Deklarasikan Pemilu Damai yang Berpihak Pada OAP

“Pelaku sudah kami kantongi identitasnya, hanya saja keberadaannya selalu berpindah-pindah. Kami selalu intensif melakukan pencarian,” ucapnya.

Kapolres juga membantah jika terjadi pengungsian di Kabupaten Yahukimo akibat penyisiran yang dilakukan oleh anggota di lapangan pasca kasus pembunuhan tersebut.

“Tidak ada pengungsian. Masyarakat ada di rumahnya  masing-masing. Mereka sengaja ciptakan opini membuat kebencian terhadap aparat keamanan,” tegasnya.

Dikatakan, saat anggota melakukan penyisiran. warga sudah diberitahu. Hal ini agar tidak membuat kecemasan di masyarakat itu sendiri.

“Kami melindungi seluruh warga termasuk mereka yang berseberangan dengan kita. Siapa saja, tidak boleh melakukan tindakan kriminalitas dalam bentuk apapun. Kalau melakukan kriminal kami tindak tegas,” tegasnya.

Secara terpisah Kepala Komnas HAM RI  Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan pernyataan TPN-PB melalui juru bicaranya Sebby Sembom bahwa para korban yang dibunuh di Yahukimo adalah intelejen, merupakan pernyataan yang tidak bisa dibenarkan. Apalagi dalam pernyataannya TPN-PB juga menyatakan semua warga non Papua adalah intelejen sehingga sewaktu-waktu bisa dieksekusi.

Baca Juga :  1000 Personil Disiapkan Jika Eskalasi Meningkat

“Dari aspek HAM itu tidak bisa dibenarkan. Apapun alasannya, semua orang punya status sosial yang berbeda dengan tanggung jawab yang berbeda,” ucap Frits kepada Cenderawasih Pos.

Menurut Frits, Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki institusi dan bekerja masing-masing. Dimana intelejen punya profesi sebagai intel dan dalam institusi intelejen, sehingga tidak bisa digenaralisir semua orang non Papua  adalah intelejen.

“Pernyataan TPN-PB adalah pernyataan penyesatan terhadap publik di Papua yang mengakibatkan terjadinya resistensi antara hubungan sosial dan mencedari HAM itu sendiri,” pungkasnya. (fia/nat)

Frits Ramandey

*Komnas HAM: Pernyataan TPN-PB Penyesatan Terhadap Publik di Papua

JAYAPURA-Polres Yahukimo membantah dengan tegas klaim TPN-PB yang menyebutkan tiga korban pembunuhan di Yahukimo, Agustus lalu merupakan intelejen. 

Kapolres Yahukimo, AKBP. Benny Adi menegaskan bahwa tiga korban pembunuhan murni warga sipil. Tiga korban tersebut yaitu  Henry Jovinski (25) Staff KPU Kabupaten Yahukimo yang dibunuh tanggal 11 Agustus 2020. Korban kedua, Muhammad Thoyib (39) juga warga sipil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang meubel dan dibunuh tanggal 20 Agustus. Korban ketiga menurut Benny, Yauzan alias Ocang (34) juga warga sipil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang antar batako. 

“Mereka (TPN-PB) menebar hoax dan sengaja mempropaganda keadaan. Ini jelas-jelas yang meninggal adalah dua karyawan dan satu staf KPUD Yahukimo,” tegas Kapolres Benny Adi saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (2/9).

Lanjut Kapolres, terkait dengan tiga kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum Polres Yahukimo, pihaknya sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku, sembari mencari kepastian di mana pelaku.

Baca Juga :  Jalan Raya Holtekamp Kembali Memakan Korban, Seorang Pria Tewas di TKP

“Pelaku sudah kami kantongi identitasnya, hanya saja keberadaannya selalu berpindah-pindah. Kami selalu intensif melakukan pencarian,” ucapnya.

Kapolres juga membantah jika terjadi pengungsian di Kabupaten Yahukimo akibat penyisiran yang dilakukan oleh anggota di lapangan pasca kasus pembunuhan tersebut.

“Tidak ada pengungsian. Masyarakat ada di rumahnya  masing-masing. Mereka sengaja ciptakan opini membuat kebencian terhadap aparat keamanan,” tegasnya.

Dikatakan, saat anggota melakukan penyisiran. warga sudah diberitahu. Hal ini agar tidak membuat kecemasan di masyarakat itu sendiri.

“Kami melindungi seluruh warga termasuk mereka yang berseberangan dengan kita. Siapa saja, tidak boleh melakukan tindakan kriminalitas dalam bentuk apapun. Kalau melakukan kriminal kami tindak tegas,” tegasnya.

Secara terpisah Kepala Komnas HAM RI  Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan pernyataan TPN-PB melalui juru bicaranya Sebby Sembom bahwa para korban yang dibunuh di Yahukimo adalah intelejen, merupakan pernyataan yang tidak bisa dibenarkan. Apalagi dalam pernyataannya TPN-PB juga menyatakan semua warga non Papua adalah intelejen sehingga sewaktu-waktu bisa dieksekusi.

Baca Juga :  MRP Papua Pegunungan Deklarasikan Pemilu Damai yang Berpihak Pada OAP

“Dari aspek HAM itu tidak bisa dibenarkan. Apapun alasannya, semua orang punya status sosial yang berbeda dengan tanggung jawab yang berbeda,” ucap Frits kepada Cenderawasih Pos.

Menurut Frits, Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki institusi dan bekerja masing-masing. Dimana intelejen punya profesi sebagai intel dan dalam institusi intelejen, sehingga tidak bisa digenaralisir semua orang non Papua  adalah intelejen.

“Pernyataan TPN-PB adalah pernyataan penyesatan terhadap publik di Papua yang mengakibatkan terjadinya resistensi antara hubungan sosial dan mencedari HAM itu sendiri,” pungkasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya