Saturday, April 27, 2024
31.7 C
Jayapura

Kalau DPR Mundur, Petahana juga Harus Mundur

Tan Wie Long ( FOTO : Gamel/Cepos )

JAYAPURA-Polemik soal Undang-undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 yang menyebut bahwa jika anggota DPR ingin nyalon kepala daerah maka harus mengundurkan diri sedangkan untuk bupati, wali kota atau gubernur cukup dengan mengajukan cuti kembali mendapat tanggapan dari anggota DPR Papua. 

Wakil Ketua Komisi I DPRP, Tan Wie Long mengaku sepakat bila hal tersebut diberlakukan maka ada bentuk diskriminasi. Sementara undang-undang hadir untuk mengatur dan mengakomodir tanpa ada bentuk diskriminasi. 

Politisi Partai Golkar ini menyatakan bahwa bila akhirnya DPR diminta untuk mengundurkan diri maka petahana yang juga mau nyalon  harus mengundurkan diri. “Ya karena kami  di DPR dan sosok petahanan juga dipilih oleh rakyat. Lalu apa yang membedakan kami dengan mereka jika proses awalnya sama. Mau nyalon juga kan dipilih oleh rakyat tapi mengapa kami harus mundur dan dia (petahanan) hanya cuti? Itu yang kami anggap ada bentuk diskriminasi,” beber Tan Wie Long di Jayapura, Senin (1/7).

Baca Juga :  Sembilan Ditangkap, Satu Melarikan Diri

 Ia menegaskan bahwa dalam pencalonan menjadi kepala daerah harus satu aturan baik yang melekat pada anggota DPR maupun petahanan. Bila saat ini ada perbedaan, Tan Wie Long mempertanyakan apa alasan adanya perbedaan tersebut. “Saya pikir yang disampaikan Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia  (ADPSI) sudah benar bahwa harusnya kalau  petahanan bisa mengajukan cuti maka anggota DPR juga  cukup dengan cuti. Tapi jika kami mengundurkan diri maka petahanan juga harus undur,” imbuhnya. 

 Ia berharap, sebelum Pilkada tahun 2020 dimana ada 11 kabupaten yang akan ambil bagian, persoalan regulasi ini sudah dirampungkan sehingga tak ada yang merasa dirugikan karena tujuannya sama. “Kami sepakat regulasi tersebut direvisi atau bila mendesak cukup dengan penambahan pasal,” imbuhnya. (ade/nat)

Baca Juga :  Negara Harus Beri Keadilan Kepada Korban!
Tan Wie Long ( FOTO : Gamel/Cepos )

JAYAPURA-Polemik soal Undang-undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 yang menyebut bahwa jika anggota DPR ingin nyalon kepala daerah maka harus mengundurkan diri sedangkan untuk bupati, wali kota atau gubernur cukup dengan mengajukan cuti kembali mendapat tanggapan dari anggota DPR Papua. 

Wakil Ketua Komisi I DPRP, Tan Wie Long mengaku sepakat bila hal tersebut diberlakukan maka ada bentuk diskriminasi. Sementara undang-undang hadir untuk mengatur dan mengakomodir tanpa ada bentuk diskriminasi. 

Politisi Partai Golkar ini menyatakan bahwa bila akhirnya DPR diminta untuk mengundurkan diri maka petahana yang juga mau nyalon  harus mengundurkan diri. “Ya karena kami  di DPR dan sosok petahanan juga dipilih oleh rakyat. Lalu apa yang membedakan kami dengan mereka jika proses awalnya sama. Mau nyalon juga kan dipilih oleh rakyat tapi mengapa kami harus mundur dan dia (petahanan) hanya cuti? Itu yang kami anggap ada bentuk diskriminasi,” beber Tan Wie Long di Jayapura, Senin (1/7).

Baca Juga :  Dipastikan Masih di Sekitar Jayapura

 Ia menegaskan bahwa dalam pencalonan menjadi kepala daerah harus satu aturan baik yang melekat pada anggota DPR maupun petahanan. Bila saat ini ada perbedaan, Tan Wie Long mempertanyakan apa alasan adanya perbedaan tersebut. “Saya pikir yang disampaikan Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia  (ADPSI) sudah benar bahwa harusnya kalau  petahanan bisa mengajukan cuti maka anggota DPR juga  cukup dengan cuti. Tapi jika kami mengundurkan diri maka petahanan juga harus undur,” imbuhnya. 

 Ia berharap, sebelum Pilkada tahun 2020 dimana ada 11 kabupaten yang akan ambil bagian, persoalan regulasi ini sudah dirampungkan sehingga tak ada yang merasa dirugikan karena tujuannya sama. “Kami sepakat regulasi tersebut direvisi atau bila mendesak cukup dengan penambahan pasal,” imbuhnya. (ade/nat)

Baca Juga :  Sembilan Ditangkap, Satu Melarikan Diri

Berita Terbaru

Artikel Lainnya