Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Merauke, Wamena dan Nabire Disepakati Jadi Ibu Kota

JAKARTA-Panitia kerja (panja) terkait pemekaran tiga provinsi di Papua betul-betul bekerja cepat. Sehari setelah panja terbentuk, forum rapat perdana, Rabu (22/6) malam telah menyepakati seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) pemekaran yang diajukan pemerintah.

Total, sebanyak 151 DIM sudah diketok. Satu-satunya hal yang belum adalah status Kabupaten Pegunungan Bintang.

Dalam rapat panja, mayoritas menginginkan kabupaten itu masuk ke daerah otonomi baru (DOB), yakni Provinsi Papua Pegunungan. Namun, panja mempertimbangkan sikap dari bupati terkait yang menginginkan tetap di Provinsi Papua.

”PR kita tinggal Pegunungan Bintang,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, Rabu (22/6) malam. Rencananya, penetapan soal Pegunungan Bintang akan didiskusikan lebih lanjut dalam kunjungan kerja.

Dalam rapat panja juga diputuskan nama tiga DOB. Dua DOB tetap menggunakan nama sesuai usulan, yakni Papua Tengah dan Papua Selatan. Sementara Papua Pegunungan Tengah diubah menjadi Papua Pegunungan.

Kemudian untuk ibu kota, Papua Selatan disepakati bertempat di Merauke. Kemudian Papua Pegunungan di Wamena. Adapun Papua Tengah ditetapkan ibu kota di Nabire, berubah dari usulan awal yang direncanakan di Timika.

Sementara untuk pemerintahan, disepakati akan dipimpin oleh penjabat (Pj) sampai digelar Pilkada serentak 2024. Adapun pelaksanaan Pilkada juga ditetapkan menggunakan pembiayaan melalui APBN dengan membuka ruang dukungan dari APBD.

Hal krusial lain yang juga disepakati adalah akan dilakukannya revisi UU Pemilu. Hal ini terkait dengan daerah pemilihan dan alokasi kursi legislatif. Pada DIM versi pemerintah, awalnya diusulkan agar pengisian DPR dan DPRD diatur dalam UU provinsi baru tersebut. Namun karena sarat kepentingan politik, forum menyepakati untuk membahas secara khusus di UU Pemilu.

Baca Juga :  Ketua DWP Papua Dorong Proker Kampanye Prokes

Doli menambahkan, berbagai kesepakatan yang terjadi dalam rapat panja akan diuji dengan aspirasi masyarakat. Kamis (23/6) kemarin, panja akan terbang ke Papua hingga akhir pekan.

Jalannya rapat panja kemarin berjalan relatif cepat. Sempat ditunda dua jam karena DIM DPD yang belum disinkronisasi, rapat berlangsung secara maraton sejak pukul 13.30 hingga 18.30 WIB. Pihak pemerintah diwakili Dirjen Politik Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar, wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif serta pejabat Kementerian Keuangan.

Pembahasan sendiri dilakukan dengan membedah DIM RUU Provinsi Papua Selatan. Namun karena ada kesamaan, kesepakatan dalam draf Papua Selatan juga berlaku mutatis mutandis terhadap dua RUU lainnya. Hanya dilakukan penyesuaian pada cakupan nama daerah dan ibu kotanya.

Ditemui di DPR, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengapresiasi inisiatif komisi II meminta masukan. Namun dia merasa tidak puas dengan cara pemerintah dan DPR yang terkesan terburu-buru mengesahkan pemekaran. Murib mengatakan, hingga saat ini masih ada kesenjangan antara keinginan pemerintah dan mayoritas akar rumput yang justru menolak DOB. ”Aspirasi ini harus diperhatikan,” ujarnya.

Lebih lanjut lagi, Murib juga berharap agar pemerintah dan DPR untuk mau bersabar. Sebab saat ini, proses gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi masih berlangsung. Pihaknya memperkirakan, putusan akan keluar bulan depan. ”Sangat elok dan terhormat kalau pemerintah menunggu putusan Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.

Sementara itu,  DPR Papua juga diajak konsultasi oleh Komisi II DPR RI untuk membahas soal daerah pemekaran baru di Papua nanti. Yang menghadiri adalah Ketua DPRP, Johny Banua Rouw langsung.

Dari diskusi virtual tersebut sempat terdengar pembahasan soal ibu kota provinsi di tiga  provinsi nantinya. Untuk  calon Provinsi Papua Selatan disetujui Kabupaten Merauke yang akan menjadi ibukota provinsi. Lalu untuk Papua Pegunungan, Wamena dianggap tepat sedangkan untuk Papua Tengah inilah yang masih terjadi perdebatan.

Baca Juga :  Pasca Libur Lebaran, Pelayanan Publik  Pemprov Papua Kembali Normal 

Ada yang menyetujui di Timika namun ada juga yang menyetujui di Nabire. “Kalau saya tetap di Timika. sebab pembangunan di kotanya sudah cukup pesat dan untuk kebutuhan lain-lain, di sini (Timika, red) lebih tersedia. Begitu pula secara infrastruktur juga sudah lebih baik,” jelas anggota Komisi IV DPR Papua, Thomas Sondegau ST di kantor DPRP, Kamis (23/6).

Thomas mengatakan untuk material serta bandara yang ada di Timika semua sudah mirip kota besar, tinggal dikembangkan. “Saya melihat Timika lebih siap,” imbuhnya. Sementara pandangan lain disampaikan  Wakil Ketua III DPRP, Yulianus Rumboirussy yang berpendapat bahwa untuk Wamena dan Merauke, ia pikir tidak masalah sedangkan untuk Timika dan Nabire harusnya dilihat indikatornya dulu.

“Kalau infrastruktur, ya saya bisa sebut Timika tapi kalau jangkauan pelayanan saya tetap memilih Nabire. Sebab ada empat kabupaten lainnya Paniai, Deiyai, Dogiyai bahkan Intan Jaya bisa ditempuh dengan jalan darat maupun pesawat. Sedangkan kalau Timika  ke empat kabupaten ini   harus menggunakan pesawat,” bebernya.

“Kalau mau bangun lebih cepat, ya saya pikir Timika. Cuma ya itu mau ke Paniai, Intan Jaya itu harus pakai pesawat tapi Nabire lebih realistis jika dikaitkan dengan jangkauan. Hanya saja kita juga perlu memikirkan soal kelayakan geologinya, sebab Nabire merupakan daerah rawan gempa,” tutupnya.  (ade/nat/JPG)

JAKARTA-Panitia kerja (panja) terkait pemekaran tiga provinsi di Papua betul-betul bekerja cepat. Sehari setelah panja terbentuk, forum rapat perdana, Rabu (22/6) malam telah menyepakati seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) pemekaran yang diajukan pemerintah.

Total, sebanyak 151 DIM sudah diketok. Satu-satunya hal yang belum adalah status Kabupaten Pegunungan Bintang.

Dalam rapat panja, mayoritas menginginkan kabupaten itu masuk ke daerah otonomi baru (DOB), yakni Provinsi Papua Pegunungan. Namun, panja mempertimbangkan sikap dari bupati terkait yang menginginkan tetap di Provinsi Papua.

”PR kita tinggal Pegunungan Bintang,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, Rabu (22/6) malam. Rencananya, penetapan soal Pegunungan Bintang akan didiskusikan lebih lanjut dalam kunjungan kerja.

Dalam rapat panja juga diputuskan nama tiga DOB. Dua DOB tetap menggunakan nama sesuai usulan, yakni Papua Tengah dan Papua Selatan. Sementara Papua Pegunungan Tengah diubah menjadi Papua Pegunungan.

Kemudian untuk ibu kota, Papua Selatan disepakati bertempat di Merauke. Kemudian Papua Pegunungan di Wamena. Adapun Papua Tengah ditetapkan ibu kota di Nabire, berubah dari usulan awal yang direncanakan di Timika.

Sementara untuk pemerintahan, disepakati akan dipimpin oleh penjabat (Pj) sampai digelar Pilkada serentak 2024. Adapun pelaksanaan Pilkada juga ditetapkan menggunakan pembiayaan melalui APBN dengan membuka ruang dukungan dari APBD.

Hal krusial lain yang juga disepakati adalah akan dilakukannya revisi UU Pemilu. Hal ini terkait dengan daerah pemilihan dan alokasi kursi legislatif. Pada DIM versi pemerintah, awalnya diusulkan agar pengisian DPR dan DPRD diatur dalam UU provinsi baru tersebut. Namun karena sarat kepentingan politik, forum menyepakati untuk membahas secara khusus di UU Pemilu.

Baca Juga :  Tim ERB Serap Rp 13,8 Milliar Uang Layak Edar di Daerah 3T

Doli menambahkan, berbagai kesepakatan yang terjadi dalam rapat panja akan diuji dengan aspirasi masyarakat. Kamis (23/6) kemarin, panja akan terbang ke Papua hingga akhir pekan.

Jalannya rapat panja kemarin berjalan relatif cepat. Sempat ditunda dua jam karena DIM DPD yang belum disinkronisasi, rapat berlangsung secara maraton sejak pukul 13.30 hingga 18.30 WIB. Pihak pemerintah diwakili Dirjen Politik Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar, wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif serta pejabat Kementerian Keuangan.

Pembahasan sendiri dilakukan dengan membedah DIM RUU Provinsi Papua Selatan. Namun karena ada kesamaan, kesepakatan dalam draf Papua Selatan juga berlaku mutatis mutandis terhadap dua RUU lainnya. Hanya dilakukan penyesuaian pada cakupan nama daerah dan ibu kotanya.

Ditemui di DPR, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengapresiasi inisiatif komisi II meminta masukan. Namun dia merasa tidak puas dengan cara pemerintah dan DPR yang terkesan terburu-buru mengesahkan pemekaran. Murib mengatakan, hingga saat ini masih ada kesenjangan antara keinginan pemerintah dan mayoritas akar rumput yang justru menolak DOB. ”Aspirasi ini harus diperhatikan,” ujarnya.

Lebih lanjut lagi, Murib juga berharap agar pemerintah dan DPR untuk mau bersabar. Sebab saat ini, proses gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi masih berlangsung. Pihaknya memperkirakan, putusan akan keluar bulan depan. ”Sangat elok dan terhormat kalau pemerintah menunggu putusan Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.

Sementara itu,  DPR Papua juga diajak konsultasi oleh Komisi II DPR RI untuk membahas soal daerah pemekaran baru di Papua nanti. Yang menghadiri adalah Ketua DPRP, Johny Banua Rouw langsung.

Dari diskusi virtual tersebut sempat terdengar pembahasan soal ibu kota provinsi di tiga  provinsi nantinya. Untuk  calon Provinsi Papua Selatan disetujui Kabupaten Merauke yang akan menjadi ibukota provinsi. Lalu untuk Papua Pegunungan, Wamena dianggap tepat sedangkan untuk Papua Tengah inilah yang masih terjadi perdebatan.

Baca Juga :  Perempuan dan Anak Rawan Jadi Korban Konflik

Ada yang menyetujui di Timika namun ada juga yang menyetujui di Nabire. “Kalau saya tetap di Timika. sebab pembangunan di kotanya sudah cukup pesat dan untuk kebutuhan lain-lain, di sini (Timika, red) lebih tersedia. Begitu pula secara infrastruktur juga sudah lebih baik,” jelas anggota Komisi IV DPR Papua, Thomas Sondegau ST di kantor DPRP, Kamis (23/6).

Thomas mengatakan untuk material serta bandara yang ada di Timika semua sudah mirip kota besar, tinggal dikembangkan. “Saya melihat Timika lebih siap,” imbuhnya. Sementara pandangan lain disampaikan  Wakil Ketua III DPRP, Yulianus Rumboirussy yang berpendapat bahwa untuk Wamena dan Merauke, ia pikir tidak masalah sedangkan untuk Timika dan Nabire harusnya dilihat indikatornya dulu.

“Kalau infrastruktur, ya saya bisa sebut Timika tapi kalau jangkauan pelayanan saya tetap memilih Nabire. Sebab ada empat kabupaten lainnya Paniai, Deiyai, Dogiyai bahkan Intan Jaya bisa ditempuh dengan jalan darat maupun pesawat. Sedangkan kalau Timika  ke empat kabupaten ini   harus menggunakan pesawat,” bebernya.

“Kalau mau bangun lebih cepat, ya saya pikir Timika. Cuma ya itu mau ke Paniai, Intan Jaya itu harus pakai pesawat tapi Nabire lebih realistis jika dikaitkan dengan jangkauan. Hanya saja kita juga perlu memikirkan soal kelayakan geologinya, sebab Nabire merupakan daerah rawan gempa,” tutupnya.  (ade/nat/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya